tirto.id - Anda, keluarga, atau kolega berminat membuat atau memperpanjang SIM (Surat Izin Mengemudi)? Cermati biaya Asuransi Bhakti Bhayangkara dalam daftar yang harus dibayar. Biaya asuransi tersebut ternyata tidak masuk biaya wajib. Ombudsman Republik Indonesia menengarai adanya monopoli terkait keberadaan Asuransi Bhakti Bhayangkara (ABB).
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah melakukan investigasi di beberapa Satpas (Satuan Pelaksana Administrasi) SIM. Sebuah dokumen laporan Investigasi Ombudsman yang diperoleh tirto.id, berjudul ”Perbaikan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan SIM pada Satpas SIM di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia”, mengungkap ladang subur pungutan liar di Satpas SIM.
Tim Ombudsman melakukan investigasi di beberapa tempat pembuatan SIM, yakni enam Satpas di wilayah hukum Polda Metro Jaya, lima tempat pembuatan SIM dan delapan Satpas SIM di beberapa Kabupaten/Kota di Indonesia. Investigasi dilakukan selama dua bulan.
Salah satu hasil temuan Ombudsman adalah keberadaan ABB dalam rangkaian pembuatan SIM. ABB diketahui membuka loket di area Satpas SIM. Selain itu, masih ada pungutan liar lain dalam bentuk administrasi kesehatan. Pemohon SIM membayar uang untuk tes kesehatan sebesar Rp25 ribu yang ternyata dananya tak masuk dalam PNBP.
“Kantor Satpas SIM sebagai instansi publik tidak boleh memberi perlakuan khusus kepada entitas bisnis. Maka asuransi itu (Asuransi Bhakti Bhayangkara) harus pergi (dari Satpas SIM),” ujar Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala, saat dikonfirmasi tirto.id pada Kamis (18/8/2016).
Berdasarkan pantauan tirto.id di Kantor Satpas SIM Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, pada Jumat (12/8/2016), ABB memang membuka loket tersendiri khusus pembayaran asuransi tersebut.
Menurut Ombudsman, ABB seharusnya tidak berada dalam satu area pembuatan SIM. “Sehingga keberadaan Asuransi Bhakti Bhayangkara juga tidak menjadi multitafsir,” ujar Adrianus.
Tak hanya itu, Ombudsman juga memperoleh info terkait masuknya ABB di dalam mata rantai proses pembuatan SIM. Guna mencegah dugaan monopoli yang dilakukan ABB, Adrianus menyarankan agar pengadaan asuransi kecelakaan bagi pembuat SIM dilakukan melalui tender terbuka. Tujuannya, agar semua perusahaan asuransi berpeluang menjadi mitra Kepolisian sebagai lembaga yang mengeluarkan SIM.
Apalagi negara memperoleh pemasukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari proses tersebut. “Opsi lain, semua swasta diundang tender dan pemenangnya bayar fee kepada negara berbentuk PNBP,” kata Adrianus.
Temuan Ombudsman juga menuliskan bahwa keberadaan PT ABB tak ada klausul jelas. Keberadaan ABB di Satpas, termasuk juga tempat pembuatan SIM Keliling, hanya berupa perjanjian sewa-menyewa ruangan kepada Kepolisian Republik Indonesia. Tidak ada perjanjian lain mengenai keberadaan asuransi yang berdiri sejak tahun 1987 itu. “Tidak terdapat MoU ataupun perjanjian lainnya,” papar laporan investigasi Ombudsman.
Hal ini menjadi tanda tanya. Ombudsman telah melayangkan permintaan agar keberadaan PT ABB tidak berada di satu area dengan pembuatan SIM. “Wah sudah lama. Malah sudah dianggap seharusnya ada,” ujar Adrianus.
Milik Yayasan Brata Bakti
Keberadaan ABB di Satpas SIM memang menjadi tanda tanya bagi Ombudsman. Apalagi tak banyak yang mengetahui bahwa asuransi ini tak wajib. Masyarakat biasanya menganggap asuransi ini wajib karena berada di area pembuatan SIM. Para pemohon SIM juga biasanya diarahkan untuk membayar asuransi ini sebelum melanjutkan pengurusannya.
Para pembuat SIM hampir semuanya membayar biaya ABB untuk pembuatan SIM. Baik untuk SIM C maupun SIM A, dikenakan biaya ABB Rp30 ribu. Tidak ada petugas atau agen ABB yang memberi keterangan mengenai manfaat asuransi tersebut. Apalagi polis asuransi yang seharusnya diberikan kepada si pembeli asuransi. Selesai membayar biaya administrasi pembuatan SIM, pemohon langsung diarahkan menuju loket ABB.
Letak loketnya pun berada dalam satu area pembuatan SIM. Menjadi wajar jika para pembuat SIM tak pernah menanyakan, apakah membayar ABB merupakan kewajiban atau tidak.
Para pembuat SIM nantinya memang akan mendapatkan sebuah kartu asuransi kecelakaan diri pengemudi (AKDP). Kartu berwarna biru dengan aksen kuning ini memberikan penjelasan tentang manfaat dan prosedur klaim asuransi. Bagi pemegang SIM C, ABB akan memberikan santunan Rp2 juta jika yang bersangkutan meninggal dunia atau cacat tetap. Sementara biaya perawatan rumah sakit hanya Rp200 ribu. Untuk pemegang SIM A, besarnya mencapai 2 kali lipat.
Nanang, salah seorang pembuat SIM yang ditemui tirto.id, mengaku tak tahu untuk apa kartu ABB yang dia peroleh saat membuat SIM. Menurutnya, tidak ada penjelasan dari petugas mengenai kartu asuransi tersebut. Nanang kebetulan membuat dua SIM. Dia pun membayar dua asuransi sekaligus untuk jenis SIM yang dia buat. "Harus bayar. Saya bikin dua. SIM A dan SIM C," katanya.
Sesuai Peraturan Menkeu
Bagaimana sebenarnya keberadaan asuransi ini? Benarkah mereka memonopoli? Direktur Utama PT Asuransi Bhakti Bhayangkara, Inspektur Jenderal (Purn) FX Bagus Ekodanto menyangkal temuan Ombudsman dan fakta di lapangan yang ditemukan tirto.id. Menurut Bagus, temuan Ombudsman sudah diklarifikasi. ABB mengaku sudah menyiapkan petugas yang memberi penjelasan fungsi ABB kepada para pemohon di Satpas SIM.
Bagus pun menegaskan, ABB memang tidak wajib bagi pembuat SIM. “Ya seperti asuransi-asuransi lain. Kita tawarkan dan tidak ada keharusan untuk ikut serta,” kata Bagus saat dihubungi melalui sambungan telepon, pada Kamis (18/8/2016).
Sementara itu, Kepala Bidang Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Besar Refdi Andri juga menjelaskan hal serupa. Menurutnya, ABB bersifat tidak wajib bagi para pemohon pembuat SIM. Dia pun menegaskan, meski pihak ABB berada dalam lingkungan Satpas SIM, namun tidak termasuk dalam mekanisme pembuatan SIM.
“Ya mungkin ada di lingkungan itu. Tetapi tidak masuk dalam mekanisme,” ujar Refdi saat ditemui tirto id, di kantornya, pada Kamis (11/8/2016).
Bagus Ekodanto juga tak menjelaskan detail awal pihaknya ikut menjadi penyedia jasa kecelakaan di Satpas SIM. Meski demikian, dia tak membantah jika ABB hanya menyewa tempat kepada Kepolisian. Dengan sewa itu, menurut dia, ABB sudah mengikuti Peraturan Menteri Keuangan. “Ini sudah sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan, kita kalau jual produk jadi wajar-wajar saja,” ujarnya.
Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dihubungi tirto.id terkait keberadaan ABB di Satpas SIM, justru menyerahkan persoalan tersebut kepada pihak Kepolisian. “Ini kan diberlakukan oleh pihak kepolisian dengan perusahaan asuransi. Itu bukan dalam ruang lingkup OJK,” ujar Direktur Pengembangan Perlindungan Konsumen OJK, Anto Prabowo, pada Jumat dua pekan lalu.
Dicetuskan Kapolri Pertama
ABB merupakan asuransi yang sebagian besar sahamnya dimiiliki Yayasan Brata Bakti. Berdasarkan Laporan Keuangan PT ABB, pihak Yayasan Brata Bakti memiliki 58,11 persen saham.
Seperti dikutip dari ubharajaya.ac.id, cikal bakal yayasan dicetuskan oleh mendiang RS Soekanto Tjokrodiatmojo, Kapolri pertama RI. Ide pendirian yayasan adalah membentuk sebuah badan yang mengurusi kesejahteraan anggota Polri. Pertimbangannya, pengabdian kepada negara dan bangsa perlu diimbangi dengan kesejahteraan keluarga yang memadai. Setiap 21 Januari kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Yayasan Brata Bhakti.
Sementara ide pendirian Asuransi Bhaki Bhayangkara, seperti dikutip dari abb.co.id, datang dari mendiang Komjen Purn Pamoedji. Kala itu, Pamoedji mengajak direktur perusahaan asuransi kerugian, mendiang Brigjen Yusyar Yahya untuk membuat proposal pendirian asuransi swasta nasional dan menciptakan sebuah produk asuransi khusus untuk kecelakaan. Produknya adalah Asuransi Kecelakaan Diri Pengemudi (AKDP), Asuransi Tanggung Jawab Hukum kepada Pihak Ketiga (ATJHK), dan Asuransi Kecelakaan Diri Anggota Polri (AKDA). Pada 1 Juli 1987, bertepatan dengan Hari Bhayangkara, ditetapkan sebagai hari pertama perusahan itu berdiri.
Susunan direksi ABB terdiri dari beberapa purnawirawan jenderal dari kepolisian. Meski demikian, kedekatan yayasan dengan Kepolisian dibantah oleh Direktur Utama ABB Bagus Ekodanto. Menurutnya, keberadaan ABB di Satpas SIM bukan atas intervensi yayasan Brata Bakti, pemilik saham mayoritas ABB.
“Oh itu tidak ada hubungannya,” ujarnya. Dia pun menegaskan bahwa Produk Asuransi Bhakti Bhayangkara terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sudah melalui proses uji. “Kalau asuransi kami merugikan masyarakat, tentu sudah ditegur OJK dong. Sudah diberi sangsi dan segala macamnya,” katanya.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti