tirto.id - Asma dan alergi sering terjadi bersamaan. Keduanya biasanya dipicu oleh hal-hal yang sama, seperti debu, serbuk sari pada bunga ketika bermain di kebun, hingga bulu hewan peliharaan.
Tidak sedikit pula orang yang memiliki alergi kulit atau makanan yang kemudian bisa menimbulkan gejala asma. Inilah yang disebut asma alergi atau asma yang disebabkan alergi.
Respons alergi terjadi ketika protein sistem kekebalan tubuh yang disebut dengan antibodi secara keliru mengidentifikasi zat yang tidak berbahaya, seperti serbuk sari pohon, sebagai penyerbu.
Dalam upaya melindungi tubuh dari zat tersebut, antibodi berikatan dengan allergen seperti ditulis dalam laman Mayo Clinic.
Zat kimia yang dikeluarkan oleh sistem kekebalan tubuh, menyebabkan tanda dan gejala alergi, seperti hidung tersumbat, pilek, mata gatal atau reaksi kulit.
Bagi sebagian orang, reaksi yang sama ini juga memengaruhi paru-paru dan saluran udara, yang mengarah pada gejala asma.
Asma terjadi ketika saluran pernapasan meradang dan menyempit.
Dilansir dari Everyday Health, lendir menyumbat dan mengencangkan saluran pernapasan, sehingga sulit bagi seseorang yang mengalami asma untuk bernapas.
Namun, setiap kasus asma berbeda, dan setiap orang juga memiliki reaksi berbeda terhadap berbagai pemicu.
Asma yang timbul akibat alergi pada umumnya adalah kondisi jangka panjang dan bisa dialami sepanjang umur manusia. Akan tetapi, dapat juga menghindarinya dengan menjauhi benda-benda yang membuat alergi kambuh.
Dokter dapat merekomendasikan perawatan jangka panjang dan jangka pendek untuk mengurangi gejala. Berikut adalah beberapa metode perawatan yang disarankan oleh para dokter sesuai dengan keperluannya seperti dilansir dari Healthline:
1. Obat-obatan yang bekerja cepat
Banyak penderita asma membawa inhaler, yang merupakan jenis bronkodilator. Mereka menggunakan bronkodilator sebagai langkah penanganan secara cepat jika terjadi asma. Inhaler ini akan membuka saluran udara dan membuat seseorang lebih mudah bernapas.
Obat-obatan yang bekerja cepat seharusnya membuat asma jadi lebih baik dan mencegah serangan yang lebih serius. Tetapi jka tidak membantu, maka harus mencari perawatan darurat.
2. Obat jangka pendek
Dokter mungkin akan meresepkan obat-obatan lain yang hanya perlu diminum sebentar ketika gejalanya muncul. Ini termasuk kortikosteroid, yang merupakan obat anti-inflamasi yang membantu peradangan saluran napas dan sering dijual dalam bentuk pil.
3. Obat jangka panjang
Obat asma alergi jangka panjang dirancang untuk membantu mengelola kondisi asma seseorang. Sebagian besar dari obat tersebut harus dikonsumsi setiap hari. Kortikosteroid inhalasi adalah obat anti-inflamasi seperti fluticasone (Flonase), budesonide (Pulmicort Flexhaler), mometasone (Asmanex), dan ciclesonide (Alvesco).
Namun selain itu, ada pula Leukotriene modifier yang merupakan obat oral untuk menghilangkan gejala hingga 24 jam. Contoh dari obat tersebut termasuk montelukast (Singulair), zafirlukast (Accolate), dan zileuton (Zyflo).
Ada pula agonis beta long-acting, yang membuka saluran udara dan digunakan dalam kombinasi dengan kortikosteroid. Contohnya termasuk salmeterol (Serevent) dan formoterol (Foradil). Dokter juga acapkali meresepkan inhaler kombinasi dari agonis beta dan kortikosteroid.
Pengobatan lain ialah terapi anti-imunoglobulin (IgE) untuk mengatasi kekeliruan pengenalan antibodi Anda terhadap alergen penyebab asma, demikian seperti dilansir Mayo Clinic.
Dokter biasanya akan melacak penggunaan obat dan reaksi terhadap obat-obatan yang diresepkan.
Hal ini sebagai upaya untuk menemukan obat yang tepat. Penting untuk menjaga komunikasi yang baik dengan dokter sehingga mereka dapat menentukan apakah jenis atau dosis obat perlu diubah.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Dhita Koesno