tirto.id - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM) Teten Masduki memantau Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari pantauannya Pasar Tanah Abang terlihat sepi pembeli.
Teten berujar para pedagang baju di Pasar Tanah Abang telah mengalami tantangan berat dalam hal perubahan perilaku pasar dari offline ke online dan serbuan produk impor.
Eera digital seperti saat ini memang tidak terhindarkan, sehingga para pedagang dan pelaku UMKM harus go digital dan terus berinovasi.
“Jadi isunya bukan pedagang offline kalah dengan mereka yang online, namun bagaimana UMKM yang sudah go online harus memiliki daya saing dan mendorong produk lokal untuk tumbuh dan berkembang,” ucap Teten dikutip dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Teten menyebut, transformasi digital yang berkembang harus dinavigasi sehingga disrupsi dapat terjadi dengan lebih moderat dan tidak tumbuh secara liar.
Digitalisasi telah mendatangkan dampak yang besar, baik negatif maupun positif. Jika tidak ditopang dengan regulasi yang baik, maka digitalisasi akan menjadi ancaman bagi pelaku ekonomi domestik.
Menurut pantauannya di Pasar Tanah Abang, banyak para pedagang yang mengalami penurunan omzet hingga lebih dari 50 persen.
Meski demikian, mereka juga sudah melakukan transformasi dalam berjualan dengan memasarkan produknya secara online tetapi tetap saja sulit bagi sebagian besar mereka untuk bisa meningkatkan kembali omzet usahanya.
“Kami sudah melakukan diskusi pasar, mereka mengalami penurunan penjualan. Meskipun pada waktu tertentu ada peningkatan tetapi bisa dipastikan ini dampaknya bisa permanen,” bebernya.
Teten mengatakan, ada hal yang perlu diatur mengenai arus barang masuk dan memastikan barang-barang yang masuk ke Indonesia ini ilegal atau tidak.
“Lalu mencari jawaban, apakah kita yang terlalu rendah menetapkan tarif biaya masuk, atau apa terlalu longgar aturannya yang berlaku untuk setiap produk yang masuk,” ungkapnya.
Teten menegaskan, pihaknya akan melihat kembali perlunya pengaturan untuk platform digital baik yang di tingkat domestik atau yang berasal dari luar negeri.
“Perlu diatur apakah barang yang dijual sudah disertai dokumen yang legal atau tidak. Seperti SNI, izin halalnya, atau izin lainnya. Sehingga kita bisa mencegah penjualan produk online yang berpotensi memukul produk dalam negeri,” jelasnya.
Menurutnya, sampai saat ini pedagang UMKM yang berjualan secara online sebagian besar merupakan seller produk impor atau mereka tidak memiliki produk sendiri.
“Hari ini 56 persen dikuasai e-commerce asing secara total revenue untuk akumulasi produk lokal dan impor. Bukan hanya UMKM, produsen lokal yang harus semakin kuat, namun juga dari sisi masyarakat sebagai konsumen juga harus menjadi perhatian, sesuai arahan Presiden terkait kebijakan Ekonomi Digital Indonesia," katanya.
Oleh karenanya, Teten menekankan pentingnya untuk memproteksi atau melindungi ekonomi domestik agar pasar digital Indonesia yang potensinya sangat besar tidak dikuasai oleh asing.
Lebih lanjut, menurut Teten, salah satu langkah yang mendesak saat ini yakni merealisasikan kebijakan transformasi digital dari sisi investasi, perdagangan, maupun persaingan usaha. Data menunjukkan, pertumbuhan pasar perdagangan elekronik cukup pesat.
Menurut data Bank Indonesia nilai transaksi perdagangan elektronik di Indonesia pada 2022 mencapai Rp476 triliun.
Volume transaksi tercatat 3,49 miliar kali. Nilai transaksi perdagangan elektronik pada 2022 lebih tinggi 18,8 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp401 triliun.
Dengan data pertumbuhan perdagangan elektronik yang demikian, Teten memastikan digitalisasi harus memberikan manfaat bagi masyarakat terutama pelaku UMKM.
Pasar belanja online Indonesia harus memberikan kesejahteraan bagi para pelaku usaha lokal, bukan produsen dari negara lain. Belum lagi, program pemerintah untuk mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia akan terganggu bila barang-barang dari luar masuk begitu mudahnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang