Menuju konten utama

Menteri Puan Bantah Pemerintah Lambat Atasi Wabah di Asmat-Papua

Menteri Puan menyatakan penanganan wabah campak dan gizi buruk di Asmat, Provinsi Papua butuh sinergi pusat dan daerah.

Menteri Puan Bantah Pemerintah Lambat Atasi Wabah di Asmat-Papua
Petugas Puskesmas Bongomeme melakukan kunjungan rumah ke salah seorang balita penderita gizi buruk di Dusun Bongohulawa, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Jumat (17/3/2017). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin.

tirto.id - Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyatakan tim Kementerian Kesehatan telah mengirimkan bantuan ke Kabupaten Asmat, Provinsi Papua untuk mengatasi wabah campak dan gizi buruk. Menurut dia, pengiriman bantuan obat-obatan dan makanan tambahan untuk ibu hamil dan anak itu melibatkan pasukan TNI.

“Dan ini tentu saja saya sudah minta ke ibu Menkes (Menteri Kesehatan) untuk monitoring dan apa saja yang harus dilakukan. Cuma memang kondisi alam dan letak geografis tidak mudah untuk dilakukan,” kata Puan pada Selasa (16/1/2018).

Wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua dalam empat bulan terakhir telah menyebabkan puluhan anak meninggal dunia sejak September 2017 lalu. Hingga hari ini, Kementerian Sosial (Kemensos) mencatat 63 anak meninggal dunia akibat wabah ini.

Berdasar data Kemensos, sejak September 2017 hingga kini, RSUD Asmat merawat ratusan pasien campak. Sebanyak 393 orang menjalani rawat jalan dan 175 lainnya rawat inap. Sedangkan situasi Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi di enam distrik di Kabupaten Asmat. Salah satunya adalah Distrik Agats, yang merupakan Ibukota Kabupaten Asmat.

Menteri Puan membantah tudingan bahwa pemerintah telat memberikan penanganan terhadap wabah di Asmat hingga timbul korban meninggal 63 jiwa. Puan mengklaim tindakan antisipasi telah dilakukan oleh pemerintah pusat.

“Oh enggak (tidak terlambat), kita sudah melakukan segala antisipasi. Namun, kita juga membutuhkan sinergi Pemda, karena yang mengetahui masalah dan situasi di daerahnya tentu saja Pemda. Pemerintah pusat tentu saja akan bersama-sama bersinergi untuk menyelesaikan persoalan dan mengantisipasi hal-hal seperti itu,” ujarnya.

Puan mengaku telah meminta Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan ke depannya menuntut adanya antisipasi yang bersifat afimasi agar wabah serupa tak terjadi lagi di Papua.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai kasus ini mengindikasikan tata kelola Pemerintah Daerah di Papua masih buruk, terutama dalam penganggaran.

Menurut dia, nilai anggaran daerah di Papua sebenarnya besar, tapi belum diimbangi dengan integritas dan kapabilitas dalam pengelolaannya. Hal ini karena pada 2017, Provinsi Papua tercatat menerima kucuran Dana Otonomi Khusus (Otsus) senilai Rp8,2 Triliun, yang terdiri dari alokasi tambahan infrastruktur Rp2,6 triliun dan Alokasi Otonomi Khusus Rp5,6 Triliun.

“Ada gap sangat besar antara otoritas yang diberikan dalam bentuk pemberian uang itu dan kewenangan, di sisi lain kapabilitasnya sangat lemah, integritas buruk. Ini sesuatu yang sangat menyedihkan, karena sudah dikasih uang banyak, tapi begini saja,” kata dia.

Robert menyarankan pemerintah pusat mengevaluasi kinerja Pemda Papua untuk membenahi kualitas pengelolaan anggarannya. “Membangun integritas, kemampuan tata kelola, sangat penting. Kalau enggak, uang yang diberi makin banyak itu sia-sia saja,” kata dia.

Robert mengkritik pengawasan Pemerintah Pusat ke Pemda Papua masih lemah. Karena menerima dana Otsus, menurut dia, semestinya Papua juga harus mendapatkan pendampingan khusus dalam pengelolaan anggaran.

“Karena mereka diberi kerangka otonomi khusus, maka harus simetris, maka monitoring dan evaluasi harus diletakkan dalam suatu manajemen khusus. Enggak seperti sekarang diberi uang khusus, tapi pembinaan dan pengawasannya umum,” kata dia.

Baca juga artikel terkait GIZI BURUK atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom