tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menegaskan tak akan mengambil opsi importasi untuk menjawab keluhan atas masih mahalnya harga gas industri. Menteri Arifin ingin mengkaji kemungkinan strategi Domestic Market Obligation (DMO) bisa diterapkan untuk komoditas gas sekaligus realisasi Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 yang mematok harga gas pada level tertentu.
“Mengenai peraturan pemerintah (soal harga), DMO dan opsi impor. Jadi dari 3 alternatif ini kita ambil poin 1 dan 2 untuk kita evaluasi dan bagaimana pelaksanaannya bisa digabungkan,” ucap Arifin dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Kamis (9/1/2020).
Opsi impor gas ini sempat diucapkan Presiden Joko Widodo saat ia tengah kesal menanggapi harga gas yang masih mahal. Jokowi pun sampai berpikir agar mempersilahkan pengusaha mengimpor sendiri kebutuhan gas mereka.
Arifin menjelaskan alasan ia menolak impor karena kebijakan itu berpotensi memperparah defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Dampaknya, kata Arifin, justru akan memperburuk perekonomian.
“Jika meningkat CAD, akan menyebabkan pengaruh tekanan nilai kurs,” ucap Arifin.
Dalam kasus ini, bila Perpres No. 40 tahun 2016 benar-benar diberlakukan maka harga gas harus dijual dengan nilai 6 dolar AS per MMBTU (Million Metric British Thermal Unit). Nilai ini jauh di bawah rata-rata harga gas yang dijual sampai ke industri di kisaran 8-9 dolar AS per MMBTU. Bila diterapkan maka ada potensi pengurangan atau penghapusan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai 2,2 dolar AS per MMBTU.
Sementara itu opsi DMO sebelumnya pernah diterapkan pada komoditas batu bara. Pemerintah mewajibkan pengusaha menjual 25 persen dari produksinya kepada pemerintah dan dihargai 70 dolar AS per metrik ton.
Arifin bilang ia akan mengkaji penerapan opsi itu secara bersama-sama alih-alih memilih salah satunya saja. Ia menambahkan, pemerintah akan memetakan sumber gas, biaya, dan tata niaga yang ada agar dapat dicarikan peluang melakukan efisiensi.
Menurutnya perlu ada keseimbangan dalam menanggapi situasi itu. Bila pemerintah boleh mendapat harga gas yang kompetitif, produsen gas tentu tetap selayaknya memperoleh keuntungan yang wajar.
“Intinya keuntungan wajar bagi pengusaha dan pemerintah mendapatkan gas kompetitif,” ucap Arifin.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti