Menuju konten utama

Menteri ESDM Pertimbangkan Lagi Penerapan Cost Recovery

Menteri ESDM menyatakan pertimbangan ini berkaitan dengan upaya pemerintah menarik minat lebih banyak investor migas sehingga perlu opsi yang cukup fleksibel.

Menteri ESDM Pertimbangkan Lagi Penerapan Cost Recovery
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif melambaikan tangan usai rapat bersama Komisi VII DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Pemerintah mulai melirik kembali skema kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi atau cost recovery bagi wilayah kerja (WK) migas di Indonesia. Skema ini muncul usai beberapa tahun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih sering menyodorkan skema bagi hasil gross split. Alasannya pemerintah ingin meningkatkan investasi hulu migas di Indonesia.

“Kami melalukan dialog dengan para investor di bidang migas. Kami tanyakan, mana yang prefer, ada dua (Gross Split dan Cost Recovery)," ucap Menteri ESDM, Arifin Tasrif dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/11/2019).

Gross split mengatur agar biaya operasi menjadi beban kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan KKKS diperhitungkan di muka.

Cost recovery memiliki ketentuan agar biaya operasi awalnya dikeluarkan oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tapi akhirnya menjadi tanggungan pemerintah. Skema cost recovery sempat dinilai tak menguntungkan karena pemerintah harus memikul besarnya biaya operasi dan hanya mendapat hasil sedikit.

Akhirnya, skema gross split diutamakan sejak 2017 ketika Menteri ESDM waktu itu dijabat Ignasius Jonan agar biaya operasi bisa ditekan karena menjadi tanggungan investor dan porsi hasil buat pemerintah tetap besar. Namun, menurut sejumlah pengamat seperti ekonom senior Faisal Basri dan Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF), skema gross split membuat iklim investasi migas Indonesia anjlok.

Menteri ESDM, Arifin menyatakan pertimbangan ini berkaitan dengan upaya pemerintah menarik minat lebih banyak investor migas sehingga perlu opsi yang cukup fleksibel. Hal ini dinilai sejalan dengan arahan presiden Joko Widodo untuk memetakan regulasi penghambat investasi.

"Jadi ke depan kita lakukan perbaikan dan kami terbuka dengan investor. Kita sedang membahas revisi Permen ESDM,” ucap Arifin.

Arifin bilang skema cost recovery ini ternyata diminati oleh sejumlah investor migas di samping gross split yang sudah lama berjalan. Salah satu pertimbangannya adalah tingkat risiko sehingga skema itu dinilai lebih rasional. Sementara itu, Gross split dinilai lebih menarik bagi WK yang sudah ada atau eksisting karena lebih pasti secara bisnis.

"Semakin risk dan daerah remote, mereka pilih PSC (Cost Recovery). Komponen PSC itu bisa reasonable. Itu kami sudah pengalaman PSC. Meski PSC juga ada satu keluhan, tiap tahun perlu di-review dan prosesnya lama," ucap Arifin.

Baca juga artikel terkait COST RECOVERY atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti