Menuju konten utama

Produksi Migas Turun, Jonan Sebut Gross Split akan Dorong Investasi

Jonan menyebut skema gross split dinilai lebih menguntungkan ketimbang costrecovery.

Produksi Migas Turun, Jonan Sebut Gross Split akan Dorong Investasi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan memberikan sambutan saat peluncuran Aplikasi Perizinan Berbasis Daring Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (6/8/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

tirto.id - Industri minyak dan gas (migas) yang jadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional punya tantangan cukup berat.

Salah satunya, kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) adalah penurunan produksi di mana dalam lima tahun terakhir, produksi migas indonesia selalu menurun.

Penyebabnya adalah rendahnya tingkat temuan cadangan baru lantaran dalam 10 tahun terakhir, tak ada cadangan migas berkapasitas raksasa yang ditemukan.

"Dari berbagai masalah tersebut pemerintah sudah berupaya untuk meningkatkan produksi migas nasional, diantaranya dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi industri migas. Salah satunya,memberikan kemudahan kepada para pelaku usaha migas atau kontraktor kerja sama (KKS) melalui fasilitas akses data migas gratis, yang dapat dibuka melalui internet," jelas dia.

Kementerian ESDM, kata Jonan, juga mendorong penerapan skema gross split, menggantikan skema cost recovery yang dinilai lebih menguntungkan, baik bagi kontraktor maupun untuk pemasukan negara. Saat ini, 43 wilayah kerja migas telah menggunakan skema gross split.

Peluang dan tantangan di sektor migas dari hulu sampai hilir sangat besar. Untuk Pemerintah membuka pintu, menerima masukan supaya industri ini bisa tumbuh dengan baik, tetapi yang lebih penting fairness itu ada untuk seluruh sektor yang terkait dengan industri migas.

“Secara makro, fairnessnya itu semua kegiatan itu yang paling fairness adalah efisiensi, yang menentukan adalah kostumer. Peluang dan tantangan bukan hanya regulasi tetapi kultur atau kegiatan minyak dan gas bumi harus diadjust yaitu mengikuti perkembangan yang terjadi," terang dia.

Jonan menambahkan, terkait kontrak kerjasama dengan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) saat ini pemerintah tidak akan mengintroduksi atau merubah perjanjian yang sudah ada. Namun untuk Kontrak Kerjasama yang terlah berakhir akan lakukan perubahan. Selama dua tahun terakhir terdapat 43 KKKS baru

Senada dengan Jonan, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto menyebutkan, pemerintah juga sudah mendesak penerapan skema gross split, menggantikan skema cost recovery yang dinilai lebih menguntungkan, baik bagi kontraktor maupun untuk pemasukan negara. Saat ini, 43 wilayah kerja migas telah menggunakan skema gross split.

"Pemerintah juga telah melakukan perbaikan iklim investasi di sektor migas, dimana sebelum penyederhanaan terdapat 373 perijinan, sedangkan di Kementerian ESDM sebanyak 74 perijinan. Setelah penyederhanaan, total perijinan menjadi 247 perijinan, di Kementerian ESDM menjadi 22 perijinan," jelas dia.

Sementara itu, John Karamoy, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menyoroti berkurangnya minat investasi di hulu migas yang mengakibatkan inovasi dan perkembangan di sektor energi lambat.

Antara lain disebabkan kontrak kerjasama jangka panjang antara investor, pemerintah dan regulasinya yang dinilai tidak memberikan kepastian hukum, inkonsisten, dan tumpang tindih.

"Bisa terjadi kan itu ada kontrak kerjasama jangka panjang antara investor, pemerintah juga regulasinya nggak memberikan kepastian hukum, inkonsisten, dan sepertinya tumpang tindih," tandasnya.

Baca juga artikel terkait MIGAS atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana