tirto.id - Bank Indonesia (BI) akhirnya mengambil sikap untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Setelah menahan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) di angka 4,25 persen sejak September 2017, BI menaikkannya sebanyak 25 basis poin atau sekitar 0,25 persen menjadi 4,50 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Darmin Nasution menilai langkah tersebut cukup baik untuk merespons kondisi saat ini. Salah satu perhatiannya adalah rupiah yang telah terdepresiasi hingga mencapai Rp14.000 per dolar AS.
"Sudah baguslah dinaikkan. Tentu akan ada pengaruhnya tapi seberapa besar kita akan lihat beberapa hari ini. Tapi, itu langkah yang betul Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Kenaikan suku bunga acuan BI diprediksi pasti akan mempengaruhi kenaikan bunga kredit perbankan. Untuk itu, pemerintah akan berkoordinasi dengan perbankan agar tidak buru-buru menaikkan bunga kredit. Dengan demikian, bunga pinjaman nasabah tidak terlalu terpengaruh.
"Walaupun itu akan sedikit, enggak harus, tapi akan mempengaruhi bunga kredit di dalam negeri. Kami bisa mencoba meyakinkan bank jangan buru-buru merubah tingkat bunga supaya jangan mempengaruhi bunga pinjaman orang," jelas Menko Darmin.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan BI 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,50 persen dilakukan setelah melangsungkan Rapat Dewan Gubernur pada hari ini di kantor BI. Langkah ini diambil untuk meningkatkan stabilitas makro ekonomi.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, keputusan terkait suku bunga acuan juga diikuti dengan langkah bank sentral untuk menaikkan 25 basis poin suku bunga deposit facility sebesar 3,75 persen dan lending facility sebesar 5,25 persen.
"Rapat dewan gubernur BI 16-17 Mei memutuskan menaikkan 25 basis poin menjadi sebesar 4,50 persen. Berlaku efektif 18 Mei 2018," kata Agus, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Agus mengatakan kebijakan tersebut ditempuh sebagai bauran kebijakan BI untuk konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan di tengah berlanjutnya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia dan penurunan likuiditas global.
Selain itu, Bank Indonesia juga melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar.
"Kebijakan tersebut ditopang oleh pelaksanaan operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar valas maupun pasar uang," ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo