tirto.id - Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini meminta petugas RT/RW mengumpulkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau warga yang ekonomi rendah. Hal itu lebih efisien dilakukan dibanding menggunakan anggaran yang cukup besar untuk perbaikan DTKS.
Kementerian Sosial pada 2021 mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,27 triliun untuk menyempurnakan kualitas Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Bayangkan untuk perbaikan data harus dialokasikan anggaran sangat besar, misalnya. Sementara, di daerah ada perangkat pemerintah mulai dari RT, RW, desa, kelurahan dan seterusnya. Menurut saya, lebih baik kita gerakkan energi dari bawah ini,” kata Risma melalui keterangan tertulis, Jumat (16/12/2022).
Risma juga memastikan Kemensos terus memperkuat upaya perbaikan dan akurasi DTKS. Salah satu aspek penting untuk mewujdukan integritas data adalah dengan membuka partisipasi masyarakat.
Dia menyatakan Kemensos membuka keterlibatan masyarakat dalam perbaikan data. Sebagai bagian dari prinsip partisipasi tersebut, Kemensos menambahkan fitur “usul” dan “sanggah” pada aplikasi Cek Bansos.
Inovasi teknologi dalam perbaikan data ini untuk meningkatkan ketepatan sasaran dalam penyaluran bansos. Terobosan ini juga sebagai bentuk transparansi.
“Dengan fitur ini, masyarakat yang merasa berhak mendapatkan bantuan namun tidak mendapatkan dengan mengakses fitur 'usul'. Atau memberikan informasi bila mengetahui seseorang tidak layak, namun mendapatkan bansos dengan mengakses fitur 'sanggah',” ucapnya.
Aktivasi dua fitur tersebut membuka akses lebih luas kepada masyarakat ikut mengurangi kekurangakuratan dalam pendataan, yakni orang yang berhak mendapatkan bantuan tapi tidak dapat (exclusion error), dan ada yang tidak berhak, tapi mendapatkan bantuan (inclusion error).
Hal ini juga sejalan dengan ketentuan dalam UU Nomor 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin bahwa warga tidak mampu berhak mengusulkan diri untuk mendapatkan bantuan.
“Dua fitur tersebut juga sebagai implementasi dari ketentuan dalam UU yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan bantuan sosial sejauh memang memenuhi ketentuan,” tuturnya.
Inovasi juga dilakukan dengan teknologi geotagging, yakni verifikasi penerima manfaat dengan menggunakan citra setelit yang hasilnya adalah foto dan data numerik.
“Kami menemukan adanya data KPM yang tidak sesuai. Misalnya, rumahnya cukup bagus dan ada mobilnya. Untuk kasus seperti ini, data tetap kami sampaikan ke daerah untuk ‘ditidaklayakkan’,” imbuhnya.
Risma mengatakan pemutakhiran data memang merupakan tugas pemerintah. Namun, hal itu akan terbantu dengan partisipasi masyarakat.
“Sejalan dengan itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan perannya dalam validasi sesuai amanat undang-undang,” ujarnya.
Selain itu, Kemensos juga mendorong percepatan penanganan kemiskinan dengan berbagai program pemberdayaan. Kini, penerima bantuan di bawah 40 tahun akan menjadi sasaran program pemberdayaan.
“Untuk penerima manfaat di bawah 40 tahun, akan dialihkan ke program pemberdayaan. Kenapa? Karena kita menganggap masih kuat dan mampu,” kata Risma.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan