tirto.id - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerangkan, ada dua aspek yang harus diperhatikan untuk pembukaan program studi (Prodi) baru. Yakni aspek dosen dan non dosen seperti sarana prasarana yang menjadi salah satu persyaratan dalam pembukaan prodi baru.
“Sekarang sederhana, dulu syaratnya harus enam dosen, sekarang tiga dosen tetap dan dua dosen kontrak atau pinjaman yang jam kerjanya belum [bisa] memenuhi. Dalam hal ini, kita harus lakukan perbaikan,” ujarnya saat di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Menurutnya, perbedaan pengurusan perizinan prodi baru sebelumnya adalah memakan waktu yang lama dan tidak jelas. Sementara, pada 2019 ini, pihaknya akan menyederhanakan dan membuatnya lebih simpel.
Kemudian dirinya menerangkan, sebelumnya perizinan pembukaan program studi baru bisa mencapai setengah tahun sampai dua tahun, bahkan lebih. Karenanya, Nasir meminta mulai saat ini untuk waktu pembuatan prodi baru dibatasi maksimal sampai 15 hari saja.
15 hari itu dengan rincian proses perizinan maksimal lima hari, proses di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi lima hari, dan dibuatkan Surat Keputusan Oleh Kemenristekdikti juga lima hari.
“Kami lakukan mekanismenya, bagaimana yang supaya 15 hari itu bisa tercapai, yaitu evaluasi dosennya. Kita lihat di dalam aspek dosen, ada perijinan di aspek evaluasi dosen ada yang lebih dari lebih dari 5 hari, saya minta semuanya selesai di bawah 15 hari,” tuturnya.
Tujuannya, kata dia, agar ketika seseorang atau kelompok ingin membuat Perguruan Tinggi tidak kesulitan. Tetapi yang terpenting, tambah Nasir, kualitasnya terjaga.
Nasir menyebutkan, pada tahun 2019 ini ada sebuah perubahan yang mendasar dibandingkan dengan tahun 2018, yaitu unsur yang dilakukan secara online.
“Sekarang tidak lagi pengusulan datang ke Jakarta karena take time. Kalau sesuai evaluasi aspek dosen lolos, maka kita siapkan untuk aspek non dosennya lewat LLPT (Lembaga Layanan Perguruan Tinggi),” ucapnya.
Meskipun meminta agar waktunya lebih diminimalisir, Menristekdikti meminta agar LLPT tidak boleh tergesa-gesa dengan langsung menyetujui prodi baru tersebut tanpa melakukan peninjauan kembali.
“Kalau ada salah, langsung saya panggil lembaganya. Jadi cepat tepat, enggak boleh cepat ngawur. Nanti kalau ada yang cepat ngawur, nanti kami tindak lewat dirjen kelembagaan, harus dilihat kecepatan dan keakuratan,” pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Dhita Koesno