Menuju konten utama

Menolak Terbuka Berdalih Rahasia Negara

Klaim rahasia negara digunakan sebagai dalih untuk menutupi informasi yang seharusnya diketahui pubik. Apa sebenarnya rahasia negara itu?

Menolak Terbuka Berdalih Rahasia Negara
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna menjawab pertanyaan wartawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/1/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - “Rahasia ya. Jadi, alat pertahanan sistem senjata untuk militer. Pengguna pengelolanya itu pasti prajurit.”

Kalimat tersebut diucapkan Marsekal (purn) Agus Supriatna kepada wartawan usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus korupsi helikopter Agusta Westland 101 pada Rabu (3/1/2018).

Tidak hanya kepada wartawan saja Agus merahasiakan informasi mengenai helikopter yang disebut AW-101 itu. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, saat pemeriksaan berlangsung, Agus tidak mau memberi tahu detail helikopter. Agus beralasan, itu adalah informasi rahasia.

"Saksi (Agus Supriatna) tidak bersedia memberikan keterangan dengan alasan saat kejadian saksi menjabat KSAU dan merupakan prajurit aktif, sehingga (keterangannya) terkait dengan rahasia militer," kata Febri.

Bersembunyi di Balik Rahasia Negara

Pernyataan Agus tersebut membuat polemik soal rahasia negara, yang sudah mengalun sejak jauh hari, menjadi hangat dalam beberapa waktu ke belakang.

Pasal 37 ayat 1 Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan bahwa prajurit TNI berkewajiban menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan bangsa dan negara untuk melakukan usaha pembelaan negara sebagaimana termuat dalam sumpah prajurit.

Salah satu kalimat yang termaktub dalam sumpah prajurit menyebutkan, “Saya akan memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.”

Ketentuan untuk memegang segala rahasia tentara pun, menurut pasal 37 ayat 2 peraturan yang sama, berlaku untuk prajurit yang telah berakhir menjalani dinas keprajuritan atau prajurit siswa yang karena suatu hal tidak dilantik menjadi prajurit. Alasannya tunggal, yakni untuk keamanan negara.

Dengan melihat segala aturan tersebut, tindakan Agus untuk tidak memberi tahu KPK terasa wajar. Namun, kewajaran itu bisa punya maksud lain, sebab Agus tengah memberi kesaksian kasus korupsi kepada KPK.

Menurut peneliti hukum sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo, keterangan mengenai spesifikasi helikopter, termasuk lokasi penempatan dan pilotnya, bisa tergolong rahasia. Namun, harga dan proses pembelian helikopter bukan rahasia.

“Kalau soal spesifikasi bisa rahasia, tetapi harga harus transparan. Misalnya beli helikopter, tidak perlu diberi tahu penempatannya di mana dan pilotnya siapa. Namun, kalau soal harga, itu kan dibiayai APBN, pajaknya dari rakyat. Rahasia negara tidak bisa jadi dalih. Tidak ada yang kebal hukum di Indonesia,” ujar Heru kepada Tirto.

Institusi TNI dan Polri memang tidak lepas dari ancaman korupsi. Laporan Tahunan KPK menyebutkan ada 6 pengaduan masyarakat mengenai korupsi yang terjadi di TNI dan 26 pengaduan di lembaga kepolisian pada 2016.

Rahasia Negara atau Rahasia Siapa?

"Ini aneh, kami dijerat dengan pasal membocorkan rahasia negara, dengan undang-undang perbankan dan TPPU. Ini contoh kekonyolan yang kita hadapi. Ini saatnya kita membela apa yang kita bela selama 17 tahun dalam kebebasan pers.”

Kalimat tersebut diucapkan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli pada Maret 2015 kepada Kompas. Arif menyayangkan sikap kepolisian yang menganggap laporan Tempo bertajuk "Rekening Gendut Perwira Polisi" melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, khusus soal kerahasiaan data bank.

Laporan yang dilansir dalam edisi 28 Juni-4 Juli 2010 majalah tersebut berisi data rekening atau kekayaan para perwira polisi yang mencurigakan atau tidak sesuai profil. Itu kemudian jamak menjadi rujukan berita-berita semasa Januari-Februari 2015 karena salah satu perwira polisi yang disebut memiliki rekening gendut, Komjen Budi Gunawan, diajukan Presiden Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri.

infografik rahasia negara

Ini juga bukan pertama kali sebuah lembaga dipermasalahkan karena diklaim telah menyebarkan informasi rahasia. Laporan yang disusun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebutkan, pada 2001, pihak kepolisian menggeledah kantor Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis yang dipimpin Suripto. Menurut Komisaris Besar Anton Bachrul Alam yang saat itu menjabat Kepala Dinas Penerangan Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, ada dokumen rahasia negara di kantor itu.

Kemudian, pada 2005, Komisi I DPR menegur Menhan Juwono Sudarsono telah membocorkan rahasia negara atas pernyataannya tentang penyediaan dana pemerintah sejumlah Rp5,4 triliun untuk operasi Ambalat.

Namun, meski kerap menyebabkan polemik, ihwal rahasia negara sebenarnya belum diatur dalam sebuah perundangan di Indonesia. Pembahasan terkait dengannya mengendap dalam sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU). DPR telah mencanangkannya sejak awal 2000-an, namun RUU tersebut tidak kunjung disahkan dan masih masuk Prolegnas periode 2015-2019.

“Kita sampai sekarang belum punya Undang-undang rahasia negara. Lantas bagaimana mendefinisikan rahasia negara? Yang ada adalah UU ITE, UU TNI, UU Kearsipan, atau UU Intelijen Negara,” ujar Heru.

Dalam RUU Rahasia Negara didefinisikan bahwa rahasia negara adalah informasi, benda, dan/atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapat perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan.

Alasannya, apabila dokumen tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak, dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan negara, maupun mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, dan/atau ketertiban umum.

Sementara itu, setidaknya ada pasal dalam tiga undang-undang, yakni pasal 17 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Pasal 44 UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, dan Pasal 25 ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, yang turut mengatur mana informasi yang sifatnya berbahaya dan tertutup akesnya untuk publik.

Kategori tersebut ditetapkan kepada informasi yang berkaitan dengan penegakan hukum, pertahanan dan keamanan, kekayaan alam Indonesia, ketahanan ekonomi nasional, hubungan luar negeri, rahasia pribadi, hak atas kekayaan intelektual, serta perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.

Lantaran sifat dan definisinya yang belum pasti, soal rahasia negara bisa dijadikan dalih bagi pejabat manapun untuk menutupi tindakan lancungnya. Karena itu, ketimbang terus berlarut-larut tanpa ada kejelasan, memang lebih baik definisi Rahasia Negara harus segera ditetapkan dan disosialisasikan seluas-luasnya kepada publik.

Baca juga artikel terkait RAHASIA NEGARA atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Hukum
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan