Menuju konten utama

Menlu: Pengakuan Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel Memicu Instabilitas

Menlu Retno Marsudi mengakui, pihaknya telah mencoba melakukan pembicaraan dengan para menteri luar negeri negara-negara muslim terkait pengakuan Trump atas Yerusalem ini.

Menlu: Pengakuan Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel Memicu Instabilitas
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Presiden AS Donald Trump hari ini, Kamis (7/12/2017) WIB, resmi mengumumkan pengakuan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Pemerintahannya juga berencana memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke kota bersejarah tersebut dalam waktu dekat.

Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menyayangkan keputusan Trump. Dikhawatirkan, pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu akan membahayakan proses perdamaian yang belum mencapai sepakat.

"Pengumuman [pengakuan Yerusalem] itu akan membahayakan perdamaian itu sendiri dan menciptakan instabilitas di kawasan Timur tengah, jadi posisi kita sangat jelas," kata Menlu Retno.

Sejak Rabu (6/12/2017) kemarin, Retno mengakui, pihaknya telah mencoba melakukan pembicaraan dan komunikasi dengan para menteri luar negeri negara-negara muslim, terutama anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Ia juga berusaha untuk mengirimkan pesan dan mencoba komunikasi dengan AS mengenai rencana pengakuan Yerusalem itu.

“Tadi saya berbicara, antara lain dengan Menlu Jordania, Menlu Turki. Dan kita juga, saya juga membicarakan mengenai perlunya negara-negara OKI untuk segera duduk dan membahas masalah ini,” ujarnya sebagaimana dilansir laman Sekretariat Kabinet.

Trump menyatakan, pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel ini dilakukan setelah lebih dari dua dekade mengalami penundaan.

“Kita tidak lagi mendekati kesepakatan damai antara Israel dan Palestina," paparnya dari Ruang Penerimaan Diplomatik Gedung Putih sebagaimana dikutip CNN.

Ia berketetapan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari pendekatan baru terhadap konflik Israel-Palestina yang telah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu, dan AS masih berkomitmen terhadap perdamaian di wilayah tersebut.

"Keputusan ini tidak dimaksudkan, dalam cara apapun, untuk mencerminkan hilangnya komitmen kuat kami untuk memfasilitasi sebuah kesepakatan damai yang abadi. Kami menginginkan kesepakatan yang sangat baik bagi Israel dan juga untuk rakyat Palestina," kata dia.

Meski begitu, keputusan ini tetap mendapat pertentangan keras dari para pemimpin Arab yang sebelumnya telah memperingatkan agar AS tidak memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud mengatakan kepada Trump bahwa relokasi kedutaan atau pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel "akan merupakan provokasi mencolok umat Islam, di seluruh dunia."

Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas memperingatkan tentang "konsekuensi berbahaya keputusan [pemindahan] itu terhadap proses perdamaian, keamanan, serta stabilitas kawasan dan dunia."

Sementara itu, Raja Yordania Abdullah mengatakan bahwa keputusan tersebut akan "melemahkan upaya untuk melanjutkan proses perdamaian" dan "memprovokasi umat Islam."

Baca juga artikel terkait YERUSALEM atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari