tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menyatakan bahwa persiapan Indonesia untuk masuk dalam Financial Action Task Force (FATF) sudah cukup matang. Menurutnya, Indonesia sudah siap untuk masuk dalam organisasi pengawas tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme dunia tersebut.
Hal ini diujarkan Wiranto ketika rapat koordinasi di Gedung PPATK, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2017). Dalam rapat ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin tampak hadir bersama Menkopolhukam.
Sekitar September-Oktober mendatang, Wiranto menjelaskan, tim Asia Pacific Group (APG) yang merupakan perpanjangan tangan dari FATF akan datang ke Indonesia untuk melakukan Mutual Evaluation Review (MER) ke Indonesia.
Tim inilah yang akan meninjau Indonesia untuk dipertimbangkan masuk ke dalam FATF. APG akan menilai sejauh mana kepatuhan rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia dapat memenuhi standarisasi dari FATF Recommendation. Menurut Wiranto, penting bagi Indonesia untuk memenuhi penilaian dari APG ini.
“Mereka akan menjajaki Indonesia dengan persyaratan-persyaratan yang sudah ditentukan untuk kita nantinya. Kalau memang sudah lolos dari MER itu maka kita akan lebih leluasa untuk dipertimbangkan masuk menjadi anggota FATF,” paparnya.
Wiranto mengklaim bahwa PPATK dan kementerian lembaga terkait lainnya sudah mempunyai data yang cukup untuk menunjang pertemuan dengan APG mendatang. PPATK juga dirasa sudah mempunyai laporan kemajuan yang lengkap terkait dengan apa yang dimiliki Indonesia dalam usaha Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Bagi Wiranto, yang penting dalam rapat hari ini adalah menjadikan keikutsertaan Indonesia dalam FATF menjadi sebuah tugas yang penting bagi lembaga terkait. Sampai saat ini, Menkopolhukam itu mengklaim Indonesia selalu berada dalam posisi tidak menguntungkan dalam FATF. Baru pada 2015 lalu saja Indonesia keluar dari daftar negara yang memiliki catatan buruk dalam hal transaksi pencucian uang dan pendanaan bagi teroris. Hal ini menjadi modal untuk memantapkan Indonesia masuk dalam FATF setelah sekian lama.
“Kita juga sudah memiliki jadwal lengkap kapan mereka datang dan apa yang akan ditanya kira-kira. Jadi kita sudah bisa mengantisipasi. Jadi kita juga sudah mempunyai tim MER Indonesia itu 57 orang dari gabungan lembaga, instansi, dan kementrian terkait yang sudah mempersiapkan diri tentang masalah ini. Jadi kita sudah punya kesiapan yang cukup prima,” tegas Wiranto.
Ketua PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin juga berpendapat hal yang sama. Ia percaya bahwa Indonesia bisa memenuhi standar penilaian FATF dalam kunjungan APG mendatang. Hal ini lantaran Indonesia sekarang sudah mempunyai aturan ketat soal TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) dan juga elemen-elemen yang diatur dalam FATF. Tergabungnya Indonesia menjadi anggota FATF pun dinilai Kiagus akan menjadi suatu keuntungan tersendiri.
“Apalagi yang kita harapkan? Tentu kita semakin menyempurnakan peraturan-peraturan infrastruktur hukum. Kemudian lembaga-lembaga juga kita akan perbaiki. Kemudian kita lebih aktif lagi dan memberikan sumbangsih yang sangat baik terhadap kegiatan-kegiatan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di dunia,” terangnya.
Sampai sekarang, Indonesia diakui sudah membuat usaha baik dalam usaha pencegahan TPPU dan TPPT. Indonesia sudah berhasil membuat National Risk Assessment (NRA) sebagai usaha pencegahan, dan juga Regional Risk Assessment (RRA) sebagai usaha pencegahan TPPU dan TPPT di kawasan Asia Tenggara. Kiagus mengaku bahwa Indonesia dan Australia bertindak sebagai pemrakarsa pembentukan RRA tersebut.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari