Menuju konten utama

Menko Persiapkan Rancangan Perpres Keuangan Inklusif

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan, upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal tidak cukup dengan membuka akses keuangan inklusif. Untuk itu tengah disiapkan rancangan Perpres untuk mengatur hal itu.

Menko Persiapkan Rancangan Perpres Keuangan Inklusif
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Gubernur BI Agus Martowardojo (kiri) menyimak paparan Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan). (Antara Foto/Yudhi Mahatma)

tirto.id - Guna meningkatkan akses masyarakat yang berpendapatan rendah terhadap layanan keuangan formal, pemerintah kini tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

"Kita tidak cukup hanya membuka akses keuangan inklusif, tapi juga harus ada aksi yang jelas untuk merangkul rakyat," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai memimpin rapat koordinasi di Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Darmin mengatakan rancangan Perpres SNKI ini memiliki manfaat untuk mengakomodasi program sertifikasi aset yang bermanfaat bagi penjaminan serta mendorong pengembangan aplikasi digital ke sistem keuangan inklusif.

"Kalau orang punya sertifikat, akses ke pendanaan akan lebih terbuka. Jadi program sertifikasi ini akan memperkuat penjaminan," jelasnya.

Ia memastikan program layanan inklusi keuangan ini akan bersinergi antara pemerintah dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar dapat berjalan lebih efektif dari sebelumnya.

"Bank Indonesia pilar utamanya ada di pembiayaan, OJK pilarnya di keuangan, maka pemerintah kita pilarnya ada di sertifikasi aset," kata Darmin.

Dokumen SNKI pernah dimulai pembahasannya sejak 2012 hingga 2014. Namun, harus mengalami revisi pada 2015 sesuai arahan Presiden dalam Nawacita.

Perubahan peraturan ini dirasakan mendesak karena posisi Indeks Keuangan Inklusif (IKI) Indonesia pada 2014 sebesar 36 persen cukup tertinggal dibandingkan IKI beberapa negara ASEAN seperti Thailand 78 persen, Malaysia 81 persen, meski lebih besar dari Filipina dan Vietnam yang masing-masing 31 persen.

SNKI akan memuat beberapa indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan yakni akses (antara lain jumlah layanan keuangan formal per 1000 penduduk dewasa), penggunaan (antara lain jumlah rekening tabungan di lembaga keuangan formal per 1000 penduduk) dan kualitas (antara lain indeks literasi keuangan).

Selain membahas visi, misi dan indikator SNKI, rapat koordinasi juga menyepakati pembentukan Tim Pengarah Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang dipimpin Presiden dengan Wakil Ketua adalah Wakil Presiden.

Sementara itu, Ketua Harian dijabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan Wakil Ketua I Gubernur Bank Indonesia dan Wakil Ketua II Ketua DK Otoritas Jasa Keuangan.

Para anggotanya antara lain Menko PMK, Menko Polhukam, Menko Kemaritiman, Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Koperasi dan UKM serta Menteri Sosial.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan strategi inklusi keuangan ini dibutuhkan, karena masih banyak masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya memiliki akses terhadap sistem keuangan.

Untuk itu, Agus mengharapkan strategi yang sedang dirumuskan pemerintah ini dapat mendorong peningkatan jumlah masyarakat yang memiliki akses kepada sistem jasa keuangan, terutama penduduk miskin, hingga 90 persen pada 2023.

"Masyarakat Indonesia yang sekarang baru 36 persen memiliki akses ke jasa keuangan, kita harapkan di 2023 itu 90 persen punya akses ke jasa keuangan. Dan itu bukan berarti program bantuan sosial secara tunai. Tapi dengan cara disiapkan fasilitas tabungan atau akses keuangan, itu bisa membuat masyarakat lebih sejahtera," jelasnya.

Baca juga artikel terkait INKLUSI KEUANGAN

Sumber: Antara & Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari