Menuju konten utama

Menhub Ungkap Penyebab Kecelakaan Maut Travel Gelap di Km 58

Kecelakaan travel gelap di jalur contraflow Tol Jakarta-Cikampek Km 58 yang menewaskan 12 orang terjadi lantaran sang sopir terlalu letih.

Menhub Ungkap Penyebab Kecelakaan Maut Travel Gelap di Km 58
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat konferensi pers di Kantor Jasa Marga Transjawa Tol, Jalan Tol Jakarta Cikampek Km 70, Kamis (11/4/2024). tirto.id/Muhammad Naufal

tirto.id - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyatakan, kecelakaan travel gelap di jalur contraflow Tol Jakarta-Cikampek Kilometer (Km) 58 yang menewaskan 12 orang terjadi lantaran sang sopir terlalu letih saat mengemudi. Penyebab kecelakaan ini merupakan hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

"KNKT rilis tentang kemdaraan travel tidak resmi dan itu bukan kita mencari kambing hitam tapi fakta dari apa yang dilakukan kendaraan itu berkesimpulan bahwa pengendara itu letih," kata Budi di Kantor Jasa Marga Transjawa Tol, Jalan Tol Jakarta Cikampek Km 70, Kamis (11/4/2024).

Menurut dia, sang sopir terlampau letih setelah empat hari berkendara Ciamis-Jakarta secara bolak-balik. Kata Budi, travel gelap itu juga menampung penumpang dengan jumlah yang berlebih.

Menhub mengatakan bahwa muatan satu mobil travel diisi maksimal 8-9 orang. Sementara itu, travel tersebut mengangkut hingga 12 orang.

"Oleh karenanya, kita menghimbau bagi mereka yang akan kembali ke kota asal, cari kendaraan yang fit, cari sopir yang segar, bukan sudah empat hari nyopir terus," tuturnya.

Di satu sisi, Budi mengingatkan masyarakat agar jeli terkait informasi tentang travel yang akan ditumpanginya. Masyarakat diminta untuk menggunakan jasa travel resmi.

"Pastikan bahwa jumlah penumpang dari mobil yang digunakan itu tidak perlu banyak. Jadi ini penting untuk peringatan bagi yang kalaupun terpaksa menggunakan travel tidak resmi," ucap dia.

Sementara itu, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono turut mengonfirmasi penyebab kecelakaan maut itu disebabkan sang sopir yang terlalu letih ketika bekerja. Keletihan berlebih bisa menyebabkan micro sleep ketika mengemudikan kendaraan bermotor.

"Jika kita mengemudi dalam keadaan kurang istirahat yang baik, maka pengemudi akan berkurang kemampuannya untuk berkonsentrasi dalam mengemudikan kendaraan. Dalam situasi seperti ini pengemudi akan sangat mudah mengalami micro sleep," ucapnya dalam keterangan yang diterima.

Soerjanto melanjutkan, berdasar hasil penyidikan, sopir travel yang menewaskan belasan orang itu berangkat dari Ciamis-Jakarta sekitar pukul 19.30 WIB pada 5 April 2024 untuk menjemput penumpang.

Keesokan harinya, sopir travel berangkat dari Jakarta-Ciamis untuk mengantar penumpang. Di Ciamis, sopir travel menjemput penumpang pada hari yang sama.

Pada 7 April 2024, sopir travel berangkat dari Ciamis-Jakarta untuk mengantar penumpang. Sore harinya, sang sopir kembali ke Ciamis untuk mengantar penumpang.

"Setelah itu pada malam hari, [sopir] menuju Jakarta untuk menjemput [penumpang] dan tiba di Jakarta pukul 00.00 WIB," kata Soerjanto.

Sopir travel lalu menjemput penumpang di Depok pukul 02.00 WIB pada 8 April 2024. Pukul 03.30 WIB di hari yang sama, sang sopir menjemput penumpang di Cilebut.

Lalu, pukul 05.30 WIB, sopir itu menjemput penumpang di Bekasi. Sopir travel ini kemudian berangkat ke Ciamis pada 06.00 WIB.

"Pada kendaraan ini juga berpenumpang 12 orang. Di mana seharusnya berkapasitas sembilan penumpang dan belum lagi ditambah dengan barang bawaanya. Hal ini tentunya juga menambah ketidakstabilan kendaraan," urai Soerjanto.

Sementara itu, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo mengungkapkan, sopir travel gelap tersebut diindikasi tidak berupaya mengerem sebelum menabrak kendaraan lain. Indikasi tersebut diketahui berdasarkan pemeriksaan sementara oleh kepolisian di tempat kejadian perkara (TKP).

"Penyelidikan dan penyidikan di TKP Kilometer 58 ini, tidak didapati ada tanda tanda bekas pengereman dari kendaraan Grand Max tersebut," kata Trunoyudo di lokasi yang sama.

Ia menyebutkan, pemeriksaan terhadap kecelakaan yang menewaskan total 12 orang itu akan menggunakan metode traffic accident analysis (TAA). Metode TAA merupakan proses rekonstruksi terjadinya kasus kecelakaan.

TAA dilakukan untuk memperoleh informasi berupa kronologi, pola kejadian, informasi teknis, kondisi infrastruktur, serta kondisi fisik maupun mental pelaku kecelakaan.

"Tadi kami sampaikan, [pemeriksaan] akan didukung dengan scientific investigation, yaitu dengan TAA. Demikian ini yang dapat kami sampaikan untuk saat ini," kata Trunoyudo.

Baca juga artikel terkait KECELAKAAN atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Anggun P Situmorang