tirto.id - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berjanji kementeriannya akan mengedepankan cara persuasif dalam menyelesaikan sengketa kepemilikan tanah anatara TNI/Kemhan dengan masyarakat.
"Kami akan selesaikan masalah sengketa antara TNI dan masyarakat ini dengan cara baik-baik. Jadi kalau misalnya yang punya rakyat, ya akan diberikan. Kalau misalnya punya TNI, ya dipertahankan," kata Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2017) seperti dikutip Antara.
Pernyataan Ryamizard itu keluar usai peresmian Perjanjian Kerja Sama (PKS) sertifikasi aset dan penanganan masalah tanah Kemhan/TNI dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada hari ini.
Ryamizard juga sempat menyinggung kasussengketa kepemilikan perumahan antara Kemhan/TNI, dengan para purnawirawan. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) ini, menyatakan bagi purnawirawan berusia lanjut dan tidak memiliki aset lain maka akan diperbolehkan untuk terus tinggal.
"Kalau ada purnawirawan tidak punya apa-apa, sudah tua hanya tinggal berdua dengan istrinya, masa diusir. (Tapi) Tunggu dulu. Kalau purnawirawan banyak uangnya, kemudian punya tanah lain, silakan pindah. Jangan nanti punya aset TNI juga. Tidak bagus," kata Ryamizard.
Rekapitulasi Kementerian Agraria mencatat Kemhan dan TNI memiliki tanah seluas 3.373.317.418 meter persegi. Tanah seluas 673.211.919 meter persegi, terdiri dari 7.547 bidang, sudah bersertifikat. Sebanyak 2.700.105.499 meter persegi, atau 3.844 bidang, belum bersertifikat. Ada tanah seluas 2.010.145.185 meter persegi, atau 724 bidang, masih bermasalah dan berpotensi memicu konflik agraria dengan masyarakat sipil.
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya akan memetakan luas tanah yang masih menjadi sengketa antara militer dan masyarakat sipil. "Kami akan selesaikan sesuai prosedur hukum yang berlaku," katanya.
Setelah sengketa selesai, Kementerian ATR/BPN akan mengeluarkan sertifikat berupa hak pengelolaan atau HPL kepada pihak Kementerian Pertahanan dan TNI.
Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemhan Marsdya TNI Hadiyan Sumintaatmadja bersama Sekjen Kemen ATR/BPN M Noor Marzuki. Perjanjian ini tindak Ianjut dari Nota Kesepahaman antara Kemhan dan Kemen ATR/BPN Nomor :MoU/a/lll/2017 yang diteken pada 31 Maret 2017.
Perjanjian Kerja Sama ini akan mempercepat proses serftifikasi dan penanganan permasalahan tanah milik Kemhan/TNI di seluruh wilayah Indonesia secara berkala setiap tahun.
Berdasar data Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), yang dirilis pada 25 Oktober 2017, selama
tiga tahun (2014-2016), telah terjadi sekitar 702 konflik agraria di atas lahan seluas 1.665.457 juta hektar. Sengketa ini mengorbankan 195.459 KK petani. Artinya, dalam satu hari rata-rata terjadi satu konflik agraria di tanah air.
Selama tiga tahun terakhir, tercatat 18 orang tewas akibat konflik agraria di Indonesia, 229 petani mengalami kekerasan atau ditembak, dan 455 petani mengalami kriminalisasi atau ditahan. Angka ini, menurut KNPA, berbanding terbalik dengan janji dan rencana reforma agraria serta penguatan hak-hak dasar petani di masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Konsorsium Pembaruan Agraria juga mencatat, sepanjang 2016 saja, konflik agraria di Indonesia mencakup luasan tanah 1.265.027,39 hektar. Konflik itu berdampak kepada korban yang terdiri dari 86.745 KK. Total jumlah konflik agraria pada 2016 ada 450 kasus. Sekitar 22,44 persen kasus ialah sengketa antara pemerintah dengan masyarakat. Selain itu, ada 5,78 persen sengketa melibatkan TNI dan Polri.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom