Menuju konten utama

Mengurai Kasus Carding yang Melibatkan para Artis Ibu Kota

Pelaku menjual tiket pesawat di bawah harga rata-rata. Jika dirunut, mereka dapat melakukan itu karena membeli tiket dari kartu kredit curian.

Mengurai Kasus Carding yang Melibatkan para Artis Ibu Kota
Artis Gisella Anastasia (kiri) didampingi penasehat hukumnya Sandiy Arifin (kanani) berjalan keluar gedung usai menjalani pemeriksaan di Ditkrimsus, Polda Metrojaya, Jakarta, Rabu (30/10/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Sergio chondro (26) dan Farhan Darmawan (24) merintis usaha agen perjalanan lewat akun Instagram bernama @tiketkekinian. Promosi mereka tampak meyakinkan. "100 % trusted!" demikian keterangan dalam akun tersebut. Mereka juga menyewa jasa endorse artis seperti Tyas Mirasih dan Gisella Anastasia.

Apa yang membuat usaha mereka menarik adalah para pembeli bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Potongan harga bisa 20 sampai 30 persen.

Sergio dan Farhan tidak sedang membakar uang dengan memberikan diskon besar-besaran kepada para pelanggan. Mereka ternyata bisa membanting harga sedemikian miring karena menggunakan cara-cara ilegal.

Sergio dan Farhan tidak langsung membeli tiket dari penyedia resmi, tapi dari pelaku carding, salah satunya Mira Deli Ruby Permata (23). Carding, ringkasnya, adalah berbelanja menggunakan kartu kredit orang lain yang diperoleh secara ilegal seperti mencuri lewat internet. Mira memakai kartu kredit milik orang Jepang.

Mira membeli data kartu kredit dari orang lain via Facebook. Harga satu data kartu kredit curian berkisar antara Rp150 ribu sampai Rp200 ribu.

Harga jual tiket dari Mira sekitar 40-50 persen dari harga normal. Sergio dan Farhan lantas menjualnya ke konsumen akhir sebesar 70 persen dari harga asli.

Dalam setahun, Sergio dan Farhan bisa melakukan 500 transaksi dengan keuntungan mencapai Rp400 juta. Sementara Mira, yang menjadi carder sejak Maret 2019, untung Rp20 juta per bulan.

Aksi mereka terendus Satgas Patroli Cyber Polda Jawa Timur, dan Jumat (14/2/2020) lalu ketiganya akhirnya ditangkap Unit I Subdit V Cyber Polda Jawa Timur. "SG dan MFD ditangkap di Jakarta, MD di Bali," kata Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko kepada reporter Tirto, Jumat (28/2/2020).

Kini mereka sudah resmi jadi tersangka dengan jeratan Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, dan/atau Pasal 56 KUHP. "Ancaman hukumannya pidana 10 tahun penjara, kemudian denda Rp5 miliar," tambahnya.

Bagaimana Bisa?

Ahli digital forensik Ruby Alamsyah mengatakan "secara umum teknik pencurian data pribadi ada dua." Pertama adalah skimming, yaitu menduplikasi data yang terdapat pada kartu menggunakan alat pembaca yang dipasang di mesin seperti ATM. Kedua, dengan memanfaatkan virus atau malware, yang ditanamkan baik di perangkat calon korban, atau di situs-situs yang menyimpan data penting seperti e-commerce.

Teknik yang disebutkan terakhir yang kemungkinan besar dipakai pelaku kasus ini, kata Ruby.

Virus yang tertaman diperangkat calon korban memungkinkan pelaku mengetahui data-data penting, termasuk kartu kredit. Virus tersebut juga dapat menghimpun tiap-tiap transaksi si korban. "Asalkan memang ada virus atau malware yang spesifik untuk menarik data," sambung Ruby kepada reporter Tirto.

Untuk mengantisipasi pembobolan data, masyarakat dapat membiasakan diri menggunakan antivirus pada telepon atau komputernya. "Yang banyak kejadian, komputer korban tidak cukup aman, tidak ada perangkat penangkal."

Cara lain adalah dengan memanfaatkan fitur keamanan perbankan seperti notifikasi pada setiap transaksi. "Kalau pengguna cepat mengetahui notifikasi transaksi ilegal, maka bisa segera diblokir," katanya.

Artis Harus Paham

Guru besar bidang hukum acara pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menyoroti peran artis dalam kasus ini. Menurutnya, jika artis-artis itu tidak paham aliran dana, maka mereka tak bisa dijerat. Di sinilah peran penyidik untuk "bisa mengungkap aliran tersebut."

Terlepas dari hukum positif itu, menurutnya para artis tetap salah, setidaknya dilihat dari kacamata kepatutan dan kewajaran.

"Tidak bisa menerima [iklan] begitu saja. Harus sadar, harus paham, waspada," katanya.

Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan penyidik akan meminta keterangan dari para artis. Selain yang telah disebut di atas--Tyas dan Gisel--polisi juga akan memanggil empat artis lain, mereka adalah AWK, JI, BW, dan RA. "Penyidik ingin mendalami dan menyelidiki ke mana saja aliran uang hasil pembobolan itu," katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS CARDING atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino