Menuju konten utama

Menguji Keabsahan Data Ahok-Djarot Saat Debat

Debat perdana cagub dan cawagub DKI Jakarta sudah berjalan. Masing-masing kandidat mengeluarkan jurus untuk bisa merebut hati masyarakat Jakarta. Pasangan Ahok-Djarot mencoba memaparkan data dan fakta untuk menunjukkan kinerjanya. Apakah angka-angka tersebut sudah sesuai fakta?

Menguji Keabsahan Data Ahok-Djarot Saat Debat
Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memaparkan gagasan tentang pembangunan SDM masyarakat Jakarta saat Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (13/1). Tirto.ID/Andrey Gromico

tirto.id - Dalam debat calon Pilgub DKI Jakarta masing-masing pasangan calon beradu visi misi dan saling menyerang satu sama lain. Mereka pun saling mengklaim data dan juga masalah yang terjadi di Ibukota.

Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat yang merupakan incumben dalam debat pertama ini lebih banyak memamerkan hasil kerjanya selama menjabat. Klaim data dan masalah yang diumbar oleh Ahok di antaranya soal angka Indeks Pembangunan Manusia di Jakarta, angka pengangguran hingga indeks Gini.

Tirto pun mencoba melakukan penelusuran terhadap omongan serta klaim Ahok dalam debat tersebut. Pada segmen pertama, Ahok memaparkan visi misinya dalam pembangunan manusia di Jakarta. Ahok mengklaim jika saat ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jakarta sudah sangat baik.

“Misalnya, 2015 Jakarta sudah mencapai IPM 78.99. Artinya kita kurang dari 1.01 telah menyamai tingkat dunia yang tinggi. Nah untuk mencapai visi itu, misi yang utama adalah birokrasi harus melayani dengan konsep bersih, transparan, dan professional,” kata Ahok.

Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menunjukan bahwa IPM DKI Jakarta dari tahun 2013 hingga tahun 2015 terus meningkat lebih baik. Pada tahun 2013, IPM DKI Jakarta 78,08, tahun 2014 IPM 78,39 dan tahun 2015 IPM 78,99. Data yang disampaikan oleh Ahok itu sudah sesuai dengan data yang ada.

Ahok juga memaparkan data tentang rasio Gini di DKI Jakarta. Menurutnya pada tahun 2013 rasio Gini DKI Jakarta 0,43 sedangkan Nasional 0,41. “Nah sekarang kita sudah 0,41 dan 0,4,” tutur Ahok.

Berdasarkan data Statistik DKI Jakarta indeks Gini Jakarta pada Maret 2016 yakni 0,41. Sedangkan nasional rasio Gini 0,397. Ini berarti ketimpangan di ibukota masih lebih tinggi dibandingkan secara rata-rata nasional, meski angkanya terus membaik. Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Gini berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna. Semakin besar angkanya, maka semakin besar ketimpangannya.

Dalam sesi selanjutnya, pasangan Agus Yudhoyono dan Sylviana Murni mengajukan pertanyaan kepada Ahok terkait dengan penggusuran yang banyak dilakukan Ahok dengan alasan normalisasi bantaran sungai. Menjawab serangan Agus, Ahok pun berkilah dengan menyatakan bahwa selama ini pihaknya tidak pernah melakukan penggusuran di luar bantaran sungai.

“Ini memang pasangan calon 1 hanya melihatnya satu tempat tertentu sepertinya. Kami ini tidak pernah menggusur daerah yang berada didaerah aliran sungai sebenarnya,” klaim Ahok.

Pernyataan Ahok tersebut memang hanya sebatas klaim. Dari penelusuran Tirto, terbukti Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok pernah melakukan penggusuran di luar bantaran sungai. Dua di antaranya yakni penggusuran di Lebak Bulus pada Juni 2015 dan Pasar Minggu pada Juni 2015.

Pasangan calon Gubernur nomor 3, yakni Anies Baswedan dan Sandiaga Uno juga memberikan pertanyaan terkait dengan masalah kemacetan dan transportasi di Jakarta. Menjawab pertanyaan itu, Djarot sempat memaparkan data jumlah kendaraan bermotor yang semakin banyak di Jakarta. Menurut Djarot, setiap hari ada penambahan 4.500 motor dan 1.600 mobil.

Berdasarkan data BPS DKI Jakarta pada tahun 2013 ada 11.949.280 motor. Pada tahun 2014 meningkat menjadi 13.084.372 motor. Sedangkan mobil, pada tahun 2013 ada 3.010.403 dan meningkat pada 2014 menjadi 3.266.009 mobil.

Klaim lain yang diumbar oleh Ahok adalah pembangunan ruang publik terpadu ramah anak. Ahok mengklaim selama masa dia menjabat sudah menyelesaikan 188 lokasi ruang publik terpadu ramah anak lengkap dengan pusat olahraganya. Dari penelusuran Tirto, per Oktober 2016, baru ada 71 ruang publik ramah anak yang diresmikan oleh Pemda DKI Jakarta. Bisa jadi klaim Ahok-Djarot memang berdasarkan yang sudah diselesaikan, tetapi belum diresmikan. Bisa juga angka itu adalah per Desember, sebelum Ahok-Djarot nonaktif. Dalam debat, Ahok tidak menyebutkan datanya per kapan.

Tidak hanya itu, Ahok juga sempat mengklaim bahwa berdasarkan laporan Bank Indonesia harga beras dalam lima tahun terakhir stabil. Faktanya dalam lima tahun terakhir sebenarnya terjadi kenaikan harga beras. Berdasarkan statistik pertanian tahun 2016, harga beras pada tahun 2012 Rp8.387 per kilogram, pada tahun berikutnya naik menjadi Rp 8.927, tahun 2014 menjadi Rp 9.523, tahun 2015 Rp 10.338 dan tahun 2016 menjadi Rp 10.827.

Klaim terakhir Ahok dan Djarot adalah terkait angka pengangguran di Jakarta. Mereka mengklaim angka kemiskinan turun dari 8,3 persen jadi 6 persen. Menurut Ahok penurunan itu lebih baik dari angka pengangguran secara nasional yang tidak berubah dan tetap 5 persen.

Ahok dan Djarot mungkin silap dalam menyebutkan angka. Sebab berdasarkan data BPS DKI Jakarta tahun 2016, angka pengangguran nasional tahun 2015 6,18 persen. Angka itu menurun pada tahun 2016 menjadi 5,61 persen. Sedangkan di DKI Jakarta angka pengangguran pada tahun 2015 yakni 7,23 persen dan menurun pada tahun 2016 menjadi 6,12 persen.

Baca juga artikel terkait AHOK-DJAROT atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti