tirto.id - Malam itu, Boy (bukan nama sebenarnya) fokus menatap layar ponsel pintarnya. Jarinya terus menggeser slot virtual, jantungnya berdebar setiap simbol berputar dan berhenti. Sensasi degup itu bagai candu, meski ia tahu hasil akhirnya hampir selalu mengecewakan.
"Setiap main itu, kalau melihat slotnya gerak-gerak itu, ada deg-degan-nya. Entah mau menang atau enggak, tapi yang bikin nagih yang kayak gitu. Nyari sensasinya itu,” kisah pria usia 24 tahun tersebut.
Pada suatu titik, dengan emosi yang campur aduk, ia memutuskan: “Ini permainan terakhir.” Tapi kenyataannya, itu bukan akhir. Itu hanya satu dari ribuan permainan yang terus menghisapnya ke dalam lubang gelap kecanduan.
Kisah Boy bermula di tahun 2020. Saat itu, ia hanyalah pemuda biasa yang dipenuhi rasa penasaran. Ajakan teman-temannya untuk mencoba “keberuntungan” di platform judi online (judol) awalnya terdengar seperti tantangan iseng belaka. Bermodal Rp200 ribu, ia mencoba peruntungan di permainan slot.
"Dari Rp200 ribu itu saya main seharian, tapi tidak membuahkan hasil," ceritanya mengenang kejadian empat tahun lalu.
Dirinya sempat kapok, tetapi dorongan dari teman-temannya membuatnya mencoba kembali. Apalagi ketika dia berhasil menang besar. "Itu tahun 2021, bulan Juli tanggal 9, saya masih ingat. Itu saya main Rp50 ribu, iseng-iseng saja. Saya (kemudian) beli untuk game bonus-nya Rp240 ribu dan habis itu saya menang Rp10 juta," Boy berkisah.
Kemenangan itu tidak hanya memberinya euforia sesaat tetapi juga keyakinan palsu: judi online adalah cara cepat menjadi kaya. Namun, kenyataan membuktikan sebaliknya.
Kemenangan besar itu menjadi satu-satunya kenangan manis di antara ribuan kekalahan berikutnya. Dalam waktu tiga tahun, Boy menghabiskan tabungannya, merusak relasi sosial, dan hampir kehilangan keseimbangan mental.
"Yang saya rasakan waktu itu ya, pas titik rusak-rusaknya. Makan gak pernah, begadang terus, merokok terus, jadi unstable juga mentalnya. Tiba-tiba suka marah, padahal lagi nongkrong biasa suka tiba-tiba marah, gampang tersinggung lah," pungkasnya.
Boy akhirnya menyadari betapa berbahayanya perjudian daring setelah mencapai titik terendah. Ia kehilangan teman karena ledakan emosinya yang tak terkendali dan harus berjuang keras untuk membangun kembali hidupnya.
Kini, dengan dukungan teman-teman dekatnya, ia berhasil berhenti. Namun, Boy adalah satu dari sedikit orang yang bisa keluar dari lingkaran ini. Bagi banyak korban lain, kisahnya berakhir lebih tragis seperti yang sering kita temukan di berbagai pemberitaan.
Ancaman Meluas
Cerita Boy merupakan salah satu realitas suram Ibu Pertiwi yang sedang menghadapi ancaman judol yang berkembang begitu pesat. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam konferensi pers di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Selasa (3/12/2024) membeberkan jumlah pemain judi daring yang teridentifikasi kini mencapai 8,8 juta orang.
Jumlah ini meningkat lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang hanya 3,4 juta orang. PPATK bahkan memprediksi, pemain judol pada akhir tahun dapat menyentuh lebih dari 11 juta orang.
Asumsi ini tampaknya benar, karena berdasarkan penelusuran Tirto.id terkait perilaku pencarian daring penduduk Indonesia melalui situs ahrefs, kami menemukan keyword ‘judi online’ dicari sebanyak 26.000 dalam sebulan.
"Online search behavior mencerminkan rasa ingin tahu yang lebih otentik dibandingkan survei. Hasil penelusuran ini membuktikan bahwa sekelompok masyarakat masih penasaran atas judi daring dengan tingkat pencarian cukup tinggi", jelas Rachmadin Ismail, Pimpinan Redaksi Tirto pada Senin (9/12/2024).
Seiring dengan peningkatan jumlah pemain, data transaksi judi online hingga September 2024 juga masih sangat tinggi, nilainya mencapai ratusan triliun.
"Untuk perputaran sampai dengan kuartal III sebesar Rp283 triliun," ucap Pelaksana Tugas Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, dalam konferensi pers di Komdigi, Selasa (3/12/2024).
Bahkan, besar kemungkinan nilai transaksi riil di lapangan lebih tinggi dari laporan PPATK. Hal ini mengingat bahwa pada kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Pulkam), Budi Gunawan, menyampaikan jumlah perputaran dana dalam aktivitas perjudian daring di Tanah Air telah mencapai Rp900 triliun pada tahun ini.
“Perputaran judi online di Indonesia sudah mencapai kurang lebih Rp900 triliun pada tahun 2024,” katanya dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian Komunikasi Digital pada Kamis (21//11/2024).
Judol makin liar dalam bermetamorfosis. Salah satu alasannya adalah inovasi tiada henti dari para pelaku. Mereka terus beradaptasi dan menyalahgunakan beragam metode pembayaran, mulai dari perbankan, dompet elektronik (e-wallet), hingga QRIS..
Pada 2023, deposit uang judi daring paling banyak adalah lewat perbankan. Selanjutnya, deposit berangsur-angsur bergeser ke e-wallet. Ketika pemerintah gencar memberantas akun-akun e-wallet, pelaku menggeser sarana deposit ke QRIS.
”Kami menemukan puluhan ribu QRIS buat bermain judi daring. QRIS seperti itu mengatasnamakan akun usaha kecil menengah, seperti penjual soto dan pengemudi ojek, tetapi nilai depositnya hingga miliaran,” ujar Danang dalam kesempatan terpisah pada gelar wicara bertema ”Memutus Mata Rantai Judi Online demi Ekosistem Digital yang Sehat”, Jumat (29/11/2024).
Pelaku bahkan sudah mulai menggunakan metode pengiriman ke luar negeri menggunakan valuta asing yang berganti-ganti, serta aset kripto. Inilah yang kemudian menyulitkan PPATK dalam mendeteksi aliran dana.
”Memakai aset kripto untuk bermain judi daring sudah ada meskipun relatif kecil. Itu pun dilakukan oleh pelaku layer ketiga dan keempat, belum sampai ke bandar. Memang, tujuan mereka (bandar) menyulitkan pemerintah menelusuri dan menegakkan hukum,” jelas Danang.
RI Darurat Judol
Liarnya perkembangan perjudian daring mengakibatkan Indonesia kini berstatus “darurat judol”. Risiko paparannya bahkan masih sangat tinggi, mengingat konsumsi internet masyarakat yang setidaknya dalam sehari menghabiskan waktu 3 jam di media sosial.
Platform seperti Instagram, TikTok, Facebook, dan YouTube yang mendominasi aktivitas digital acapkali digunakan sebagai media penyebaran iklan judol yang manipulatif. Terlebih lagi, kampanye masif melibatkan influencer untuk menjaring partisipasi publik.
“Influencer segitu gampang banget untuk mempromosikan judi online,” ungkap Ferry Irwandi, Pendiri Malaka Project pada gelar wicara bertema ”Memutus Mata Rantai Judi Online demi Ekosistem Digital yang Sehat”, Jumat (29/11/2024).
Ferry menjelaskan dirinya beberapa kali melihat figur terkenal mempromosikan nama situs judi online saat live. Kampanye ini bahkan menjerumuskan anak-anak karena promosi banyak ditemukan di aplikasi game online favorit mereka.
Berdasarkan informasi terakhir, pemerintah menyebut sekitar 80 ribu anak berusia di bawah 10 tahun telah menjadi pemain judi online.
Kemudian, yang juga patut menjadi perhatian adalah kebanyakan orang yang tergoda adalah mereka di kelompok menengah ke bawah dan kondisi rentan. Kelompok ini terjaring karena nilai deposit untuk sekali bermain semakin kecil.
Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Perjudian Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Digital Menhariq Noor menyebut nilai nominal paling rendah ialah Rp500.
“Depo paling kecil itu ternyata sampai di bawah Rp500. Makanya, ini menjadi kekhawatiran pemerintah. Uang yang seharusnya digunakan untuk makan dan kebutuhan sehari-hari habis untuk judi online,” ungkapnya.
Lebih lanjut, judi daring juga menjebak kelompok rentan, seperti para pengangguran. Sebuah studi dari Tiina Latvala bersama rekannya mendapati keterkaitan antara pengangguran dengan masalah judi seseorang.
“Temuan utama dari penelitian ini adalah masalah berjudi lebih umum terjadi di kalangan pengangguran atau mereka yang menerima tunjangan jaminan sosial. Oleh karena itu, masuk akal untuk menyimpulkan bahwa orang-orang yang kurang beruntung secara sosial lebih mungkin mengalami masalah perjudian,” begitu bunyi bagian simpulan jurnal tersebut.
Merujuk laporan PPATK sebelumnya, kebanyakan pemain judol berasal dari Pulau Jawa, dengan Jawa Barat mencatatkan jumlah lebih dari 500 ribu orang. Disusul oleh DKI Jakarta, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur.
Menariknya, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, yang secara statistik memiliki jumlah pelaku judi online terbanyak secara nasional, adalah daerah-daerah yang juga masuk lima tertinggi tingkat pengangguran secara nasional.
Pakar keamanan siber, Dr. Pratama Persadha, menjelaskan tantangan teknis dalam mendeteksi dan memblokir situs atau aplikasi judi online karena penggunaan teknologi terbaru untuk menyembunyikan aktivitas mereka.
“Teknik canggih seperti, enkripsi data, domain generation algorithms (DGA), atau VPN,” jelas Pratama kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Situs-situs judi menggunakan algoritma pintar untuk menargetkan korban potensial. Dengan memanfaatkan data demografis dan preferensi pengguna, iklan-iklan judi online dirancang untuk terlihat menarik, bahkan menggoda.
“Beberapa algoritma yang memanfaatkan data pengguna untuk mendorong partisipasi dalam judi online antara lain targeted ads atau algoritma iklan memanfaatkan data demografis atau preferensi pengguna,” tambahnya.
Selain itu, pelaku judi online memanfaatkan celah hukum yang ada. Hingga kini, regulasi yang mengatur larangan perjudian daring belum cukup spesifik untuk mengatasi kompleksitas sistem digital. Ambil contohnya, tidak adanya kewajiban transparansi algoritma platform digital, terkait iklan dan promosi.
Penindakan hukum kepada para pelaku juga belum maksimal. Mereka yang sudah pernah terjaring, masih berani untuk membuka kembali situs baru dengan identitas palsu.
“Hukuman untuk pelaku judi online cenderung belum memberikan efek jera yang signifikan, terutama karena pelaku dapat berpindah platform atau menggunakan identitas palsu,” ungkap Pratama.
Butuh Kolaborasi Holistik
Merebaknya permainan judi online adalah permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi lintas sektor antara regulator, pemain ekosistem digital, hingga masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah kunci. Edukasi yang meluas tentang bahaya judi online bisa menjadi fondasi awal untuk menciptakan masyarakat yang lebih sadar. Program pemberdayaan bisa dimulai di komunitas lokal, melalui pelatihan tentang literasi digital dan pengelolaan finansial.
“Peran pendidikan keamanan siber tentu saja akan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa aktivitas judi online adalah ilegal, karena pendidikan keamanan siber akan dapat mencegah penipuan karena akan membantu masyarakat mengenali modus operandi yang digunakan pelaku judi online untuk menipu,” tegas Pratama.
Inisiasi edukasi ini telah dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) bersama mitra dengan meluncurkan Gerakan Bersama Perlindungan Konsumen (GEBER PK) pada awal tahun 2024. Program ini bertujuan untuk mengakselerasi edukasi perlindungan konsumen terkait anti-perjudian yang melibatkan asosiasi, kementerian/lembaga, dan industri.
“Edukasi dilakukan melalui berbagai kanal, termasuk media elektronik dan media sosial, yang berhasil menarik atensi 35 juta viewers. Mitra juga berperan aktif dengan melakukan kampanye anti-judi online di media sosial dan menyelenggarakan seminar nasional untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas bahaya perjudian daring,” jelas Fitri Ismi Triswati, Direktur Kebijakan Sistem Pembayaran BI, kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Dari sisi hilir, penyelenggara sistem elektronik (PSE), termasuk platform teknologi yang menjadi tuan rumah aktivitas daring, memiliki peran sentral dalam solusi pemberantasan judi online. Mereka harus memastikan platformnya bebas dari aktivitas ilegal dengan meningkatkan kontrol internal terhadap konten dan iklan yang muncul.
Hal ini mencakup penyaringan otomatis iklan judi, penutupan akun pengguna yang terdeteksi mempromosikan judi online, hingga pelaporan langsung ke pihak berwenang.
Irmi menyebut bahwa BI akan mengenakan sanksi yang yang tegas apabila ditemukan fasilitasi dalam transaksi ilegal termasuk perjudian daring. BI akan melakukan pemblokiran akun maupun penutupan hubungan usaha dengan merchant.
Pratama mengingatkan untuk memperkuat upaya pencegahan teknis ini dibutuhkan pendekatan yang lebih holistik, termasuk penguatan sistem deteksi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan big data.
“Patroli siber berteknologi tinggi, jika dilakukan dengan alat yang tepat seperti AI dan big data, sangat efektif untuk mendeteksi situs judi online,” ujarnya.
Sebagai salah satu penyedia layanan dompet digital, DANA Indonesia, telah memperkuat sistem keamanannya untuk mencegah dan mendeteksi transaksi mencurigakan.
Chief of Legal and Compliance DANA Indonesia, Dina Artarini, menjelaskan pihaknya telah melakukan blokir terhadap lebih dari 30 ribu akun pengguna dan lebih dari 500 merchant yang menggunakan sistem pembayaran internal yang terdaftar melalui aplikasi yang terdaftar melalui aplikasi.
“Pada satu titik, kami sudah melaporkan lebih dari 30 ribu pengguna yang terindikasi judi online dan sudah meng-off board (menonaktifkan) atau melaporkan pengusaha dengan sekitar 500 merchant yang terdaftar dalam aplikasi,” ujar Dina pada Jumat (29/11/2024).
Namun, perlu digarisbawahi bahwa angka ini hanyalah gambaran pada periode tertentu, yang akan terus berubah seiring perkembangan modus judi online.
Lalu melalui fitur Scam Checker pada DANA Protection, perusahaan mengajak pengguna untuk melaporkan akun media sosial, nomor dan tautan yang mencurigakan. Fitur ini membantu pengguna mendeteksi potensi penipuan saat melakukan transaksi.
Fitur ini menganalisis nomor rekening atau informasi penerima untuk memeriksa apakah pernah dilaporkan terkait aktivitas penipuan. Jika terdeteksi risiko, pengguna akan menerima peringatan sebelum melanjutkan transaksi.
Dina menambahkan, saat ini pihaknya juga telah mengedukasi 3,6 juta pengguna melalui gamifikasi Waspada Online di aplikasi DANA. Melalui pendekatan berbasis permainan, fitur ini memberikan kuis, simulasi, atau tantangan yang mengedukasi pengguna tentang berbagai jenis modus penipuan dan cara menghindarinya. Pengguna dapat mempelajari tips keamanan dengan cara yang menyenangkan dan mendapatkan poin atau penghargaan sebagai insentif untuk menyelesaikan tantangan
Lebih lanjut, solusi-solusi ini baiknya disajikan dalam bentuk kampanye masif yang menyerupai skala pemberantasan narkoba. Kampanye ini menargetkan seluruh lapisan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti remaja dan pekerja muda.
Ketika masyarakat diberdayakan, pelaku industri aktif terlibat, aturan ketat diterapkan dan kampanye masif digelar, rantai ekosistem judi online akan mulai terputus. Pelaku tidak lagi memiliki tempat untuk menyebarkan jaringan mereka, sementara masyarakat memiliki perisai kuat untuk menolak godaannya.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis