Menuju konten utama
Periksa Data

Mengintip Kebiasaan Bermedia dan Berbelanja Tatkala Ramadan

Ramadan menciptakan pola baru dalam berbelanja dan bermedia, termasuk mengunjungi situs belanja daring.

Mengintip Kebiasaan Bermedia dan Berbelanja Tatkala Ramadan
Warga berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan di Kota Batam, Kepulauan Riau, Rabu (11/8/2021). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/wsj.

tirto.id - Ramadan punya banyak makna bakal setiap individu. Bagi sebagian orang, Ramadan adalah kesempatan untuk berefleksi atau beribadah. Sementara menurut beberapa yang lain, Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk berbagi kepada sesama. Mengawali Ramadan juga berarti memulai kebiasaan baru, salah satunya bangun lebih awal untuk menunaikan sahur.

Terlihat dari survei Facebook yang bekerja sama dengan YouGov pada 2021, kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap paruh pertama Ramadan sebagai momen adaptasi dengan rutinitas anyar, disusul dengan momen pembersihan diri dan pikiran (37 persen), pengembangan diri (35 persen), dan beribadah (31 persen). Persepsi itu kurang lebih sama bagi muslim di Malaysia, Arab Saudi, atau Turki.

Berbeda ketika memasuki paruh kedua—yakni jelang hari raya Idul Fitri, penilaian mengenai Ramadan lebih bervariasi. Masih dari survei Facebook, sebagian besar muslim Indonesia mengasosiasikan periode waktu ini dengan aktivitas berbelanja, baik secara langsung di toko atau melalui aplikasi belanja daring. Sementara penduduk Amerika Serikat dan Saudi Arabia merasa paruh kedua Ramadan adalah saat untuk berefleksi ihwal spiritual.

Sementara saat puasa Ramadan belum dimulai, terdapat serangkaian aktivitas yang jamak dilakukan para umat Muslim. Mereka kerap membersihkan rumah atau mencukupi stok makanan dan minuman, berdasarkan survei Populix yang dilakukan Maret 2022. Bahkan, sejumlah 43 persen partisipan Muslim dalam survei Populix menghabiskan biaya sebanyak 25-50 persen lebih besar ketimbang anggaran bulanan biasa. Populix melibatkan 1.492 responden yang didominasi kelompok usia 18 -25 tahun dan banyak berdomisili di DKI Jakarta.

Bagi pemeluk agama Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha, mereka mengaku seringkali turut berburu menu berbuka di tengah Ramadan. Meski tak merayakannya, menurut survei Populix tersebut, tercatat 97 persen dari 235 partisipan menikmati makanan buka puasa serupa kolak, gorengan, dan jajanan tradisional. Selain itu, mereka juga gemar membeli jus buah, es cendol, dan air kelapa di sekitar tempat tinggalnya.

Lantas bagaimana dengan pengalaman bermedia dan berbelanja saat Ramadan?

Konten Hiburan Bertengger Unggul

Merujuk studi Facebook yang sama, sebanyak 37 persen dari 1.513 orang berusia di atas 18 tahun memainkan Instagram selama Ramadan dan Idul Fitri untuk belajar hal baru. Di samping itu, kaum Muslim juga memanfaatkan Instagram untuk menonton video siaran langsung dari selebriti dan menjaga agar tetap tersambung dengan orang terdekat. Keduanya memperlihatkan persentase yang seiras, yakni sebesar 33 persen.

Namun demikian, fungsi keterhubungan itu lebih banyak dicari orang ketika menggunakan aplikasi perpesanan WhatsApp. Studi Facebook tersebut mencatat, 40 persen responden menggunakan WhatsApp dalam rangka berhubungan dengan satu sama lain. Untuk memberikan konteks, Instagram dan WhatsApp, bersama dengan Facebook merupakan platform di bawah kepemilikan Meta. Oleh karenanya kedua aplikasi tersebut masuk dalam rilis survei Facebook.

Lebih lanjut, di tengah masih berlangsungnya pandemi COVID-19, bulan Ramadan memang menyediakan kemungkinan lebih besar untuk berselancar di media sosial. Laporan Twitter berjudul "#RamadandiTwitter 2022" mengungkap, sekitar 74 persen responden percaya akan menghabiskan waktu bermain media sosial lebih banyak ketimbang biasanya. Mereka juga berpikir untuk menyaksikan film atau serial TV online dengan durasi yang lebih panjang dari hari-hari biasa. Laporan tersebut dibikin dari hasil survei terhadap 1.590 pengguna Twitter.

Akan tetapi, kebiasaan tersebut nampaknya berbeda dengan saat sebelum pandemi. Kala itu mayoritas masyarakat Indonesia justru memilih berkunjung ke kampung halaman daripada bermain media sosial, menurut studi Twitter pada 2019. Dalam memainkan Twitter sepanjang Ramadan tahun 2018, publik lebih menyukai konten Twitter berbau makanan, dilanjutkan dengan konten reliji (60 persen).

Pada Ramadan tahun ini, tren konten unggulan di Twitter nampak tersegmentasi secara umur. Hal itu bisa dilihat dari perbedaan pola konsumsi media di antara kalangan 18 - 29 tahun dan kelompok usia di atas 30 tahun. Kebanyakan Gen Z doyan dengan konten ringan seperti komedi dan budaya populer. Sedangkan, kalangan usia 30 ke atas gemar dengan konten reliji dan berita politik atau isu-isu terkini.

Secara umum, orang banyak memanfaatkan media sosial Twitter untuk berinteraksi dengan pengguna lain, menuangkan emosi dan perasaannya, mencari hiburan, serta mencari inspirasi untuk merayakan Ramadan termasuk ide tentang barang-barang yang dapat dibeli.

Temuan tentang konten hiburan sebagai kategori terfavorit juga dijumpai di kalangan pengguna aplikasi berbagi video, TikTok. Selama Ramadan, warganet TikTok banyak mengonsumsi video hiburan dan konten seputar belanja, mengutip rekapitulasi TikTok dalam kurun waktu 5 April – 18 Mei 2021. Konten perayaan Ramadan, misalnya momen berbuka dan sahur juga termasuk kategori yang diminati.

Kapan Situs Belanja Padat Dikunjungi?

Perhelatan Ramadan identik pula dengan berbelanja baik untuk keperluan selama sebulan atau menyambut lebaran Idul Fitri. Menurut studi Ramadan di Indonesia oleh iPrice bersama Jakpat pada 23-7 Mei 2020, sekitar 45 persen responden menghabiskan sekira Rp500 ribu sampai Rp1,9 juta untuk membeli kebutuhan lebaran. Data iPrice tahun 2021 pun menunjukkan minat beli pakaian, seperti kaftan, gamis, dan sarung meroket dibanding tahun sebelumnya.

Lain halnya dengan Indonesia, selama bulan Ramadan, kenaikan minat belanja penduduk di Singapura justru ada di kategori parfum (6.078 persen), suplemen (2.090 persen), dan kompor (1.974 persen). Lalu di Malaysia, kebanyakan masyarakatnya lebih menggrandungi produk perawatan kulit (8.140 persen). Data iPrice tersebut diperoleh dengan menggabungkan halaman produk dari sejumlah toko belanja online melalui iPrice Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

Pada pukul 2-5 pagi kala waktu sahur, iPrice memaparkan adanya kenaikan signifikan dalam kunjungan situs belanja daring. Sedangkan di Malaysia dan Singapura tidak menunjukkan peningkatan pada jam yang sama. Selain waktu sahur, jam makan siang dan selepas berbuka pun menjadi pilihan orang Indonesia dalam berselancar di situs tersebut. iPrice menaksir tren lalu lalang konsumen itu berdasarkan sesi kunjungan per jam di platform iPrice.

Dalam studi iPrice yang lain, penawaran promo seperti Ramadan Sale rupanya menarik perhatian lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki. Dari data tersebut, sekitar 52 persen perempuan tercatat melakukan transaksi belanja saat Ramadan Sale. Pada akhirnya, Ramadan menciptakan pola baru dalam berbelanja dan bermedia, termasuk mengunjungi situs belanja daring.

Baca juga artikel terkait BULAN RAMADAN atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Nuran Wibisono