tirto.id - Tanpa sepengetahuan sang ayah, pemuda yang kelak dikenal sebagai Alex Komang kabur ke Jakarta untuk mengikuti saudaranya berjualan tenda. Musababnya, ia berselisih dengan sang gurunya di SMA karena ketahuan merusak ban motor lantaran menyukai perempuan yang sama.
Dikisahkan oleh kerabatnya, Akhmad Sahal, sebenarnya ayah Alex ingin memasukkan anaknya itu mondok di Pesantren Sarang, Jawa Tengah. Menurut Sahal. ayah Alex merupakan Kiai Shohib yang terkenal sebagai ahli fiqh dan faraidl. Namun, batal, karena Alex keburu pergi ke Jakarta.
Alex Komang kemudian menjadi aktor. "Mungkin karena suka nongkrong di Bulungan, Alex Komang lalu tertarik seni peran. (Tapi) Bapaknya enggak dikasih tahu," kata Sahal, seperti dilansir Antara.
Menurut Sahal, Alex baru menceritakan ke bapaknya bahwa ia menggeluti dunia seni peran setelah berhasil meraih Piala Citra pada tahun 1985. Namun, sang bapak justru marah dan kecewa.
Bapak Alex bahkan tak mau mengajak dirinya berbicara selama dua tahun. "Alex pernah cerita, bahkan di forum pengajian ayahnya pun Alex dilarang. Bapaknya minta ke ibunya untuk menyampaikan pesan itu ke Alex," tambah Sahal.
Tak hanya menggeluti dunia film yang membuat bapaknya berang, hal lain yang dipersoalkan adalah perubahan nama dari Saifin Nuha menjadi Alex Komang.
Alex Komang Berguru pada Teguh Karya
Kisah tentang Alex Komang ini juga pernah disampaikan oleh sahabatnya, Slamet Raharjo. Kakak Eros Djarot itu bahkan masih ingat betul saat Alex pertama kali datang dari desa ke Jakarta, lalu memberanikan diri bertemu sutradara terkenal Teguh Karya. Sebuah nyali yang tidak biasa.
"Kamu siapa orang desa datang ke Jakarta?" kata Slamet menirukan ucapan Teguh Karya, seperti dilansir dari Tempo.
Slamet, sebagaimana juga murid Teguh Karya, merasakan betul kesungguhan Alex Komang belajar teater, tak heran bila Teguh menerimanya untuk belajar di Teater Populer.
Dari sana pertualangan Alex dimulai, kemampuannya semakin terasah. Bahkan ia sempat berkolaborasi bersama sang guru, Teguh Karya dalam beberapa film seperti, Secangkir Kopi Pahit (1985) dan Doea Tanda Mata (1985), yang membuat dirinya mendapatkan pemeran utama pria terbaik di Festival Film Indonesia (1985).
Uniknya, dalam film Secangkir Kopi Pahit, Alex Komang berperan sebagai Togar yang merantau ke Jakarta dari sebuah desa di Sumatra Utara. Sementara di film Doea Tanda Mata, ia berperan sebagai Gunadi, pemuda asal Klaten, Jawa Tengah.
Setahun setelah kepergian Teguh Karya, Alex Komang bertekad untuk menghidupkan kembali Tearter Populer, warisan sang guru.
Ia pun mengumpulkan para alumni teater tersebut, sebagai langkah yang bukan hanya balas budi terhadap Teguh, yang telah membesarkan namanya saja, tetapi untuk kemajuan dunia teater.
Menurut Alex, sayang bila tidak diteruskan karena dia telah meninggalkan markas kesenian yang berlingkungan sehat.
Alex Komang Kritik Televisi
Alex Komang pernah mengeluarkan kritik keras terhadap dunia televisi, karena menilai tayangan-tayangan televisi tak "beraroma" teater dan menyesatkan penonton.
"Kita banyak disesatkan program-program televisi hari ini karena tak ada aroma teaternya," kata Alex seperti dilansir Antara.
Menurut dia, prosedur produksi sinetron dan film sebenarnya sama dengan mempersiapkan pertunjukan teater. Akan tetapi, cara itu tidak pernah dilakukan sehingga kualitas tayangannya buruk.
"Kalau itu dilakukan dengan prosedur yang sama maka sinetron akan punya kualitas produk yang sama dengan teater, toh proses kreatifnya sama kok," lanjut dia.
Dunia teater, kata Alex, sudah seharusnya mulai dikenalkan ke sekolah, bahkan sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP), seperti Korea Selatan yang sudah mengajarkan teater kepada anak sejak kecil
"Teater itu tak semata-mata soal panggung. Teater perlu dijelaskan pada masyarakat, kalau perlu dari SMP. Ya nantinya dia tidak harus jadi aktor atau apa, tapi setidaknya kita membangun tradisi itu," kata dia.
Alex Komang terlahir dengan nama Saifin Nuha, ia lahir pada 17 September 1961 di Jepara, Jawa Tengah. Ia tertarik menggeluti dunia peran sejak masih muda.
Berdasarkan penuturan sahabatnya, Alex Komang sudah sering bermain drama sejak masih duduk di PGA (Pendidikan Guru Agama) setingkat SMA. Barangkali, kegemaran ini yang membuatnya menjadi aktor handal.
Sejumlah film yang telah diperankannya antara lain: Laskar Pelangi (2008), hingga yang terakhir Gunung Emas Almayer (2014).
Namun, pada Februari empat tahun lalu, Alex Komang menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Kariadi, Semarang. Usai berjuang melawan kanker hati yang dideritanya.
Tiga bulan setelah ia meninggal, Alex Komang masuk dalam nominasi Pemeran Utama Pria Terfavorit di ajang Indonesian Movie Awards 2015.
Akan tetapi, ia gagal meraihnya karena pemenangnya adalah Chicco Jerikho. Namun, Indonesian Movie Awards memberi penghargaan Special Awards kepadanya.
Hari ini, tepat 17 September 2019, Alex Komang berulang tahun dan dunia film kembali mengenangnya.
Editor: Agung DH