tirto.id - Darah diklasifikasi dalam tiga golongan, yaitu ABO, MN, dan Rhesus (Rh). Ketiga klasifikasi tersebut ditemukan oleh Karl Landsteiner dan tiga ilmuan lainnya sepanjang 1901 hingga 1940. Penggolongan ABO ditemukan pertama kali oleh Landsteiner, seorang ahli imunologis dan patologis asal Austria pada 1901.
Pada 1927, bersama dengan Philip Levine, Landsteiner kembali menemukan penggolongan darah berdasarkan faktor M, MN, dan N. Lalu, pada 1940 sistem penggolongan darah dengan Rhesus (Rh) ditemukan bersama Alexander Wiener. Rangkaian penemuannya itu, membuat Landsteiner menjadi penerima Penghargaan Nobel pada 1930.
Ketiga penggolongan ini digunakan untuk membedakan tipe darah antara satu individu terhadap individu lain. Penggolongan darah berguna untuk berbagai tindakan medis, salah satunya transfusi darah. Melansir laman Rumah Belajar Kemdikbud, transfusi darah hanya dapat dilakukan pada pendonor dan penerima yang memiliki kecocokan golongan darah.
Jika individu mendonorkan darah pada penerima (resipien) yang golongan darahnya cocok, maka transfusi dapat berjalan sebagaimana mestinya. Namun, jika golongan darah antara pendonor dan penerima tidak sama, maka penerima akan mengalami reaksi penggumpalan darah atau reaksi serologi yang dapat berakibat fatal.
Penggumpalan darah terjadi karena adanya reaksi antara antigen dan antibodi. Hal ini menyebabkan antigen dianggap sebagai benda asing oleh antibodi.
Penggolongan darah sistem ABO
Sistem klasifikasi ABO menggolongkan darah menjadi empat jenis, yaitu A, B, AB, dan O. Penggolongan ini didasari pada keberadaan antigen dan antibodi A dan B dalam darah. Menurut BPMPK Kemdikbud, penggolongannya adalah sebagai berikut:
- Golongan darah A, memiliki genotipe IAIA atau IAIO. Golongan darah ini eritrositnya mengandung antigen A (aglutinogen A), dan plasma darahnya mampu membentuk antibodi β (aglutinin β).
- Golongan darah B memiliki genotipe IBIB atau IBIO. Golongan darah ini eritrositnya mengandung antigen B (aglutinogen B), dan plasma darahnya mengandung antibodi α (ataglutinin α)
- Golongan darah AB memiliki genotipe IAIB. Golongan darah ini eritrositnya mengandung antigen A dan Antigen B. Namun, golongan darah AB tidak memiliki antibodi atau aglutinin, baik α maupun β
- Golongan darah O memiliki genotipe IOIO. Golongan darah ini tidak memiliki antigen baik A maupun B dalam eritrositnya. Namun, golongan darah O plasma darahnya memiliki antibodi α dan β.
Penggolongan darah sistem MN
Penggolongan darah sistem MN didasari pada penemuan dua macam antigen yang disebut dengan antigen M dan antigen N. Terdapat tiga macam penggolongan darah sistem MN, yaitu golongan darah M, N, dan MN. Ketiga golongan darah tersebut tidak membentuk antibodi yang disebut zat anti-M maupun anti-N.
Zat anti-M dan anti-N didapat melalui serum tubuh kelici, di mana mengandung antibodi yang disuntikkan ke tubuh manusia. Zat Anti-M dan zat anti-N tersebut dapat menimbulkan penggumpalan.
Oleh karena itu, penggolongan sistem MN diuji dengan tes antiserum dari kelinci, sebagai berikut:
- Jika dites dengan antiserum mengandung anti-M ditemukan adanya penggumpalan, sementara pada antiserum mengandung anti-N tidak tidak penggumpalan, maka orang yang diujikan bergolongan darah M.
- Jika dites dengan antiserum mengandung anti-N ditemukan adanya penggumpalan, sementara pada antiserum yang mengandung anti-M tidak terjadi penggumpalan, maka orang yang diujikan bergolongan darah N.
- Jika dites dengan antiserum mengandung anti-M dan anti-N mengalami penggumpalan, maka orang yang diujikan bergolongan darah MN.
Penggolongan darah sistem Rhesus (Rh)
Penggolongan darah sistem Rhesus (Rh) berdasarkan pada penemuan jenis antigen rhesus dalam eritrosit manusia. Penggolongan darah sistem Rh ini dibagi menjadi dua golongan, yaitu orang dengan rhesus positif (Rh+) dan orang dengan rhesus negatif (Rh–).
Rh+ adalah orang yang memiliki antigen rhesus dalam darahnya. Sementara yang tidak memiliki rhesus disebut sebagai rhesus negatif (Rh–). Baik golongan Rh+ maupun Rh– membentuk antibodi rhesus dalam plasma darahnya.
Situasi penggumpalan dapat terjadi apabila orang dengan Rh– menerima transfusi dari golongan darah rhesus positif (Rh+). Namun, jika orang Rh+ menerima darah dari orang Rh– maupun Rh+ tidak akan terjadi penggumpalan darah. Hal ini terjadi karena antibodi terhadap rhesus akan terbentuk pada orang yang bergolongan darah rhesus negatif (Rh–).
Kondisi perbedaan rhesus ini berpengaruh besar pada perkawinan. Apabila pria dengan Rh+ menikah dengan wanita Rh– ada kemungkinan anaknya akan menderita eritroblastosis fetalis (penyakit kuning bayi).
Selain itu, perkawinan beda rhesus juga dapat meningkatkan kasus inkompatibilitas rhesus antara ibu dan janin. Hal ini dapat menyebabkan sel antibodi ibu mencoba menghancurkan sel darah merah janin yang mengakibatkan anemia pada janin.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Alexander Haryanto