tirto.id - Indonesia tidak hanya mengenal keragaman bahasa, keragaman upacara adat dan kesenian daerah, tetapi juga keragaman rumah adat.
Dikutip dari bukuIPS Paket A Setara SD/MI Tingkatan II, keragaman rumah adat tercipta karena ada perbedaan geografis.
Perbedaan geografis itu membuat suku yang tinggal di daerah pegunungan memiliki bentuk rumah yang berbeda dengan suku yang tinggal di pantai.
Tidak hanya bentuk, bahan bangunan dan bagian-bagian rumah adat juga memiliki banyak perbedaan. Hal ini mengikuti bentuk adaptasi yang dilakukan di setiap daerah.
Adapun contoh-contoh rumah adat dari berbagai daerah, mulai dari Rumah Adat Joglo dari Jawa, Rumah Lamin dari Kalimantan Timur, Rumah Adat Bolon dari Sumatra Utara, Melayu Selaso dari Riau, hingga Rumah Honai dari Papua.
Selain itu, ada pula rumah adat Papua Barat yang bernama Rumah Kaki Seribu. Lantas, apa itu Rumah Kaki Seribu?
Rumah Adat Papua Barat, Kaki Seribu
Menurut lamanRumah Belajar Kemdibud, Rumah Kaki Seribu adalah sebutan dari masyarakat suku Arfak untuk rumah adat yang mereka banggakan.
Suku Arfak tinggal di kaki Pegunungan Arfak Manokwari, Papua Barat. Rumah adat "Rumah Kaki Seribu" sekilas memang tampak sangat sederhana, tapi rumah adat ini memiliki ciri khas tersendiri.
Rumah Kaki Seribu hampir mirip dengan rumah panggung. Hal yang membedakan dari rumah adat ini ialah jumlah tiangnya yang banyak.
Selain itu, pintu Rumah Kaki Seribu juga hanya ada dua buah. Letaknya ada di depan, belakang, dan tidak ada jendela. Rumah Kaki Seribu memiliki dinding yang terbuat dari kulit pohon butska.
Kemudian, lantai rumah kaki seribu terbuat dari pohon batang bambu yang ditata rapi di lantai. Sementara atapnya terbuat dari tumpukan daun pandan.
Rumah adat panggung ini tidak memiliki penyangga besar yang pada umumnya terletak di bagian sudut-sudut rumah. Kendati begitu, penyangga besar itu digantikan oleh jumlah tiang yang banyak.
Tiang-tiang penyangga terbuat dari kayu-kayu pohon yang tersusun rapat dan berukuran kecil. Oleh karena itu, seringkali kolong rumah tidak bisa dimanfaatkan sebagai ruang.
Karena perkembangan zaman dan para transmigran dari provinsi lain yang banyak berdatangan ke Papua Barat, kini Rumah Kaki Seribu sudah sangat jarang ditemui di kota besar.
Masyarakat yang masih menggunakan rumah adat ini adalah penduduk asli Arfak dan biasanya berada jauh di pedalaman, tepatnya di sekitar Pegunungan Arfak.
Kendati begitu, Rumah Kaki Seribu tetap layak dihuni oleh siapa pun dan harus dilestarikan. Lantaran rumah adat ini memiliki nilai-nilai positif untuk kehidupan dan penting untuk dipelajari oleh generasi baru.
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Alexander Haryanto