tirto.id - Rumah adat banua tada adalah rumah adat masyarakat Sulawesi Tenggara. Rumah adat ini bisa diidentifikasi melalui ciri khas dan keunikannya.
Banua tada pertama kali dikenal pada masa kepemimpinan raja Buton pertama bernama Rajaputri atau Ratu Wa Kaa Kaa.
Kasdar dalam Arsitektur Benteng dan Rumah Adat di Sulawesi (2018) menyatakan bahwa banua tada dulunya dibuat sebagai bentuk penghormatan seluruh warga terhadap raja mereka.
Zaman dahulu, banua tada masih dibuat menggunakan bahan-bahan sederhana tanpa dihiasi ornamen khusus. Namun, sejak pemerintahan berganti menjadi Kesultanan Buton, masyarakat setempat mulai menghias banua tada dengan berbagai ornamen.
Ornamen-ornamen yang digunakan untuk menghias banua tada umumnya berupa corak flora dan fauna. Selain itu ada juga bentuk hewan mitologi seperti naga.
Sejak 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menetapkan banua tada sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Bentuk rumah adat banua tada bisa disaksikan dengan mengunjungi Istana Malige yang terletak di Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara.
Ciri Khas Arsitektur Banua Tada Sulawesi Tenggara
Kata banua tada berasal dari bahasa Wolio, yaitu "banua" yang artinya rumah dan "tada" yang artinya siku. Sehingga, jika diartikan secara harafiah banua tada berarti rumah siku.
Kiki Ratnaning Arimbi dalam Berselancar Ke-34 Rumah Adat, Yuk! (2017) rumah adat ini merupakan rumah panggung yang dibangun dengan bahan kayu, bambu dan daun.
Bagian struktur rumah adat dibangun dengan kayu pohon nangka, jati, dan bayem. Ketiganya merupakan jenis kayu yang banyak tumbuh di Sulawesi Tenggara. Bagian sendi dan pondasi rumah memanfaatkan batuan yang diambil dari sungai dan gunung.
Bagian dalam rumah, yaitu lantai dan dinding, dibuat menggunakan bambu dan papan kayu. Sementara, bagian atap dibuat dari daun rumbia atau nipa. Namun, seiring berkembangnya zaman, atap rumbia tidak lagi diguakan dan diganti dengan atap seng yang lebih tahan lama.
Atap banua tada adalah bagian yang umumnya menggambarkan status sosial penghuninya. Ciri-ciri atap banua tada milik penduduk biasa dengan bangsawan memiiki bentuk yang berbeda.
Menurut Bonnieta Franciska dan Laksmi Kusuma Wardani dalam "Bentuk, Fungsi, dan Makna Interior Rumah Suku Tolaki dan Suku Wolio di Sulawesi Tanggara" terdapat tiga jenis banua tada berdasarkan bentuknya.
Pertama adalah banua tada kamali atau mulige (mahligai), yaitu tempat tinggal raja. Kedua adalah banua tada tare pata pale yang ditinggali oleh pejabat atau pegawai istana. Sementara, yang terakhir adalah banua tada tare talu pale yang ditinggali oleh orang biasa.
Berikut ciri-ciri yang membedakan ketiganya:
1. Banua Tada Kamali atau Malige
- Atap tersusun atas 2 malige;
- bangunan biasanya memiliki 3 tingkat;
- jumlah jendela menyesuaikan besar ruangan.
2. Banua Tada Tare Pata Pale
- Memiliki atap bersusun;
- terdiri dari 3 tiang penyangga;
- memiliki dua jendela kiri dan kanan setiap ruangan.
3. Banua Tada Tare Talu Pale
- Memiliki atap simetris dengan tiap penyangganya hanya 3;
- terbuat dari papan kayu yang dilapisi tikar dari anyaman rotan;
- hanya memiliki 1 jendela di setiap ruangan.
Keunikan Banua Tada Sulawesi Tenggara
Bangunan banua tada dibangun tanpa menggunakan paku. Masyarakat Buton membangun rumah adat ini menggunakan teknik khusus dalam menyatukan bagian-bagian rumah sehingga menjadi struktur yang kokoh.
Meskipun tidak menggunakan paku, rumah banua tada dipercaya tahan gempa. Hal ini karena banua tada memiliki pondasi yang kuat serta dibuat menggunakan bahan-bahan ringan seperti kayu dan papan.
Selain itu, menurut Franciska dan Wardhani, bentuk atap segitiga pada banua tada dianggap oleh masyarakat setempat sebagai kedua tangan yang sedang salat. Hal ini menyimpan pesan religius antara manusia dan Tuhan yang ditunjukkan dengan beribadah.