tirto.id - Putus cinta merupakan kejadian paling ditakuti oleh setiap pasangan dalam menjalin hubungan. Berdasarkan data sebuah penelitian, kebanyakan orang akan mengalami rata-rata tiga kali putus cinta hingga usia 30. Setidaknya, satu di antaranya bisa berpengaruh pada penurunan kualitas hidup.
Memutuskan hubungan dengan orang yang dikasihi tidaklah mudah, apa pun itu alasannya. Salah satu hal yang akan terdampak adalah perasaan seseorang. Rasa sedih, kecewa, kehilangan, dan lainnya akan muncul.
Namun, setiap orang memiliki reaksi yang berbeda dan tidak semua orang merasakan perasaan yang sama. Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi perbedaan reaksi pada putus cinta adalah gender. Sejumlah hasil riset menunjukkan ada perbedaan cara merespons putus cinta pada pria dan perempuan.
Melanie Schilling, konsultan dan pakar hubungan dari Australia, mengatakan perempuan maupun laki-laki sebenarnya sama-sama bisa merasakan kesedihan dan rasa kehilangan saat putus cinta.
"Riset menunjukkan pria maupun wanita memperoleh harga diri dalam hubungan, jadi kedua jenis kelamin menderita rasa kehilangan dan konflik identitas ketika hubungan romantis berakhir," kata Melanie, dikutip dari HuffPost.
Meski begitu, tipe kehilangan atau rasa kecewa yang dialami perempuan dan laki-laki tidak sama. Berdasarkan sebuah penelitian terbitan Journal of Social and Personal Relationships, para laki-laki umumnya mendapatkan harga diri dari status sosial saat sedang berpasangan. Adapun perempuan mendapatkan hal itu dari koneksi atau rasa keterkaitan dengan pasangan.
Perbedaan itu dapat memengaruhi cara perempuan dan laki-laki bersikap saat mengalami putus cinta. Cara mengatasi perasaan kecewa akibat putus cinta pun bisa berbeda.
Riset tersebut menemukan bahwa dalam mengatasi perasaan negatif akibat putus cinta, wanita cenderung perlu merasa terhubung dengan orang-orang terdekatnya secara perasaan. Sedangkan, para laki-laki mencoba melupakan perasaan kecewanya dengan melakukan aktivitas baru.
"Tidak jarang perempuan yang habis putus berada bersama teman-teman perempuannya berbagi cerita dan informasi detail tentang kejadian putusnya," ujar Melanie.
"Hal tersebut sama umumnya jika melihat pria yang habis putus cinta, memulai olahraga baru, pergi berlibur, aktif di online, atau mencari pasangan baru," dia menambahkan.
Sementara itu, sebuah penelitian lainnya yang dilakukan peneliti dari Universitas Binghamton dan laporannya terbit di jurnal Evolutionary Behavioral Sciences pada 2015, menemukan perbedaan dampak putus cinta pada perempuan dan laki-laki.
Hasil riset itu menunjukkan perempuan cenderung lebih terluka oleh putus cinta daripada laki-laki. Namun, perempuan lebih mampu untuk melupakan mantan pasangan secara sepenuhnya.
Sebaliknya, para pria cenderung tidak merasakan luka sedalam yang dirasakan perempuan. Akan tetapi, banyak laki-laki sulit untuk benar-benar melupakan mantan pasangannya.
Peneliti utama dalam riset dari Universitas Binghamton tersebut, Craig Morris menjelaskan bahwa perempuan berpotensi merasakan kecewa yang mendalam saat putus karena cenderung mencari pasangan berkualitas tinggi atau yang ingin berhubungan serius, tidak main-main.
Meskipun begitu, perempuan cenderung dapat benar-benar pulih dan melupakan mantan pasangan setelah merasakan kekecewaan mendalam. Sejumlah perempuan juga menjadi lebih kuat secara emosional setelah mengalami hal itu.
Sebaliknya, kata Morris, banyak pria cenderung lebih berfokus mendapatkan perhatian dari wanita pasangannya saat berhubungan. Oleh karena itu, saat hubungan hancur, laki-laki berpotensi tidak terlalu merasakan kekecewaan yang begitu mendalam, pada awalnya.
"Laki-laki kemungkinan akan merasakan kekecewaan yang mendalam untuk jangka waktu sangat lama karena merasa harus 'mulai bersaing' lagi untuk menggantikan apa yang telah hilang, atau lebih buruk lagi, muncul kesadaran bahwa kerugian yang ia alami tidak tergantikan," ujar Morris.
Kecenderungan itu, menurut Morris, membuat sejumlah laki-laki sulit untuk benar-benar pulih dan melupakan mantan pasangan secara sepenuhnya.
Penulis: Fatimah Mardiyah
Editor: Addi M Idhom