tirto.id - Delirium adalah gangguan mental, dengan dampak cukup serius. Gangguan mental ini diakibatkan oleh perubahan yang cepat dalam fungsi otak, dan bisa terjadi bersamaan dengan penyakit fisik.
Penyakit Delirium mengakibatkan penderitanya mengalami penurunan kemampuan berpikir, fokus, mengingat, dan berkosentrasi. Para penderita Delirium juga dapat mengalami masalah sulit tidur, dan kebingungan.
Hasil riset tim peneliti Universitat Oberta de Catalunya (UOC) yang diterbitkan di Journal of Clinical Immunology and Immunotherapy pada September 2020, menyimpulkan bahwa gangguan Delirium bisa menjadi salah satu gejala awal Covid-19.
Para peneliti UOC menemukan, bahwa sejumlah pasien Covid-19 mengalami Delirium saat mereka juga kehilangan indera perasa maupun penciuman dan merasakan sakit kepala pada beberapa hari sebelum gejala lebih berat muncul, yakni batuk dan kesulitan bernapas.
Hasil penelitian yang sama menunjukkan bahwa mereka yang mengalami kebingungan (akibat dari Delirium), dengan disertai demam tinggi, patut diduga menunjukkan gejala awal Covid-19. Pola ini disebut banyak terjadi pada lansia yang terinfeksi virus corona.
"Delirium adalah keadaan kebingungan di mana orang tersebut merasa tidak berhubungan dengan kenyataan, seolah-olah mereka sedang bermimpi," kata peneliti UOC, Javier Correa, seperti dikutip dari eurekalert.org.
Menurut Javier, yang mengerjakan riset tersebut di Universitas Bordeaux, Prancis, para dokter kini perlu mewaspadai gejala Delirium, terutama berupa kebingungan pada pasien, sebagai tanda awal dari Covid-19.
Bersama peneliti dari Laboratorium Cognitive NeuroLab UOC, Diego Redolar Ripoll, Javier Correa telah menyigi sejumlah hasil riset tentang dampak Covid-19 terhadap kondisi sistem saraf pusat di otak.
Berdasarkan analisis yang dikerjakan dua peneliti UOC itu, meski mayoritas riset yang dikerjakan selama pandemi virus corona berlangsung, terfokus untuk melacak dampak Covid-19 terhadap paru-paru, ginjal, jantung, dan sejumlah organ tubuh lainnya, ditemukan pula indikasi kuat bahwa penyakit baru ini mempengaruhi sistem saraf pusat.
Menurut Javier, sudah ada sejumlah bukti yang memperlihatkan bahwa Covid-19 mengakibatkan perubahan neurokognitif, dengan gejala seperti sakit kepala, delirium, dan gangguan psikotik.
Javier menjelaskan Covid-19 bisa mempengaruhi fungsi otak kemungkinan karena tiga penyebab. Kata dia, ketiga penyebab itu adalah: Hipoksia atau defisiensi oksigen saraf; radang pada jaringan otak akibat badai sitokin; dan kemampuan virus corona melintasi darah sehingga bisa "langsung menyerang" otak.
Menurut Javier, salah satu dari tiga penyebab tersebut bisa menjadi faktor yang memicu Delirium pada pasien positif Covid-19.
Dia juga mencatat, sudah ada bukti bahwa gejala hipoksia bisa memicu kerusakan otak, sesuai hasil otopsi terhadap pasien Covid-19 yang sudah meninggal dunia.
Selama ini, para dokter bisa mendiagnosa kondisi Delirium dengan memakai Confusion Assessment Method (CAM). Dengan metode ini, dokter akan memeriksa kemampuan pasien berpikir, berbicara, bergerak normal, dan memperhatikan orang lain.
Mengutip informasi dari laman healthline, pengobatan terhadap pasien yang mengalami gangguan Delirium dilakukan berdasarkan penyebabnya.
Misalnya, jika pasien mengalami Delirium akibat asma yang parah, ia dipulihkan dengan pemberian alat batu pernapasan. Sedangkan jika penyebabnya adalah infeksi bakteri, pasien akan mendapat terapi pemberian antibiotik.
Penulis: Devi Putri Aji
Editor: Addi M Idhom