Menuju konten utama

Mengenal Celebrity Worship Syndrome, Fanatisme kepada Artis

Mengenal Celebrity Worship Syndrome atau perilaku fanatisme berlebih terhadap idola.

Mengenal Celebrity Worship Syndrome, Fanatisme kepada Artis
Grup idola K-pop NCT 127 dalam gelaran konser "NCT 127 2ND NEO CITY: JAKARTA - THE LINK" di ICE BSD City, Tangerang, Jumat (4/11/2022). ANTARA/Lia Wanadriani Santosa/am.

tirto.id - Kemeriahan konser idol group asal Korea Selatan NCT 127 pada 4 November lalu di ICE BSD City, Tangerang telah menjadi sorotan.

Ribuan penggemar yang memadati arena konser berteriak kecewa lantaran konser tersebut dihentikan sebelum waktunya.

Alasannya, karena terjadi desakan penonton di bagian depan, hingga 30 orang pingsan. Polisi dan promotor sepakat untuk menyetop konser itu.

Selain itu, ramai juga di media sosial terkait video yang memperlihatkan kelakuan beberapa fans NCT usai konser dihentikan.

Dalam video yang beredar Twitter dan TikTok itu, memperlihatkan seorang penggemar perempuan yang meminta petugas untuk menempelkan topi miliknya di bekas sepatu salah satu personel NCT 127 di atas panggung.

Hingga kini, cuitan itu sudah di-retweet sebanyak 6.144 kali dengan 22 ribu tanda suka, dan 494 komentar.

Pada unggahan lain, ada juga foto yang memperlihatkan dua orang fans NCT 127 sedang memegang botol bekas minum, yang disebut sebagai milik personel NCT 127.

Cuitan dan unggahan tersebut mendapat beragam respons dari warganet, dan dianggap sebagai suatu hal yang berlebihan dan tidak pantas dilakukan.

Fanatisme kepada Idola

Perilaku beberapa fans NCT tersebut mungkin bisa disebut sebagai perilaku fanatisme berlebihan terhadap publik figur.

Nama besar dan popularitas sang artis memang tak pernah lepas dari peran para fansnya, namun, kehadiran penggemar ini justru bisa menjadi pedang bermata dua bagi sang idola, apabila sudah terlalu fanatik.

Di industri musik Korea Selatan, fanatisme buta dari penggemar dikenal sebagai "sasaeng" atau penggemar yang sangat obsesif terhadap idolanya.

Kesan negatif kerap disandingkan kepada sasaeng. Sebab, para penggemar tipe ini bisa bertindak nekat seperti mengikuti sang idola kemanapun hingga mencampuri ranah pribadi.

Gangguan Psikologis

Menukil Antara, Psikolog Intan Erlita mengatakan sikap fanatisme berlebihan yang ditunjukkan oleh penggemar terhadap idolanya ternyata bisa dikategorikan sebagai gangguan psikologis.

Menurut Intan, biasanya sikap fanatisme berlebihan seorang penggemar kepada idolanya dapat timbul dari hal-hal yang kecil hingga dapat berkembang menjadi hal yang besar dan parahnya sampai menyebabkan kematian.

"Beberapa kasus bahkan sampai ada yang ditembak gitu kan. Memang karena rasa memilikinya besar, tapi dia tidak bisa memiliki, ya mending dia mati aja biar enggak ada siapapun yang memiliki dia. Jadi udah enggak rasional pemikirannya," kata Intan menjelaskan.

Mengutip laman Psychology Today, salah satu gangguan psikologi yang berkaitan dengan fanatisme terhadap idola disebut Celebrity Worship Syndrome atau sindrom pemujaan selebritas.

Apa Itu Celebrity Worship Syndrome?

Sindrom pemujaan selebriti digambarkan sebagai gangguan obsesif-adiktif di mana seorang individu menjadi terlalu terlibat dan tertarik atau sepenuhnya terobsesi dengan detail kehidupan pribadi seorang selebriti.

Sementara itu menurut laman PsychCentral, sindrom pemujaan selebriti adalah jenis hubungan parasosial yang terjadi ketika kekaguman kepada seorang selebriti berubah menjadi ketertarikan obsesif.

Seperti semua hubungan parasosial, sindrom pemujaan selebriti dapat dianggap sebagai hubungan sepihak dan tidak ada timbal balik.

Tetapi sindrom pemujaan selebriti lebih dari sekadar hubungan parasosial. Ini adalah pola perilaku yang sering obsesif, kompulsif, dan adiktif.

Apa Saja Contoh Perilaku Celebrity Worship Syndrome?

Sindrom ini hadir dalam berbagai cara dan intensitas. Beberapa contoh ringan misalnya, seorang ibu menamai anaknya dengan nama idolanya, atau mungkin merubah penampilan hingga cara berpakaian agar terlihat seperti artis idolanya.

Sifat obsesif-adiktif dari sindrom ini juga dapat hadir dengan cara yang lebih intens, misalnya melakukan operasi plastik agar terlihat seperti idolanya.

Selain itu, melakukan pelecehan, penguntitan, atau upaya interaksi yang tidak pantas juga bisa menjadi salah satu bentuk sindrom ini secara ekstrem.

Mengagumi orang-orang di sekitar Anda, terutama seorang selebritas, bisa jadi hal yang wajar, menurut PsychCentral. Para selebritas ini memiliki sesuatu yang menarik dan memikat Anda.

Tapi sifat Celebrity Worship Syndrome telah melampaui kekaguman dalam beberapa kasus dan bahkan bisa menyeberang ke perilaku obsesif-adiktif.

Jika Anda merasa seolah-olah Anda, atau seseorang yang Anda kenal, menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan pemujaan selebriti, berbicara dengan profesional atau psikolog.

Fanatisme Berlebih Tak Hanya pada K-Pop

Fanatisme berlebih pada idola atau selebritas tak hanya terjadi pada industri musik K-Pop.

Melansir Antara, sejarah pun mencatat kemunculan The Sherlockian, yang dianggap sebagai komunitas penggemar loyal pertama di era modern.

The Sherlockian merupakan komunitas penggemar loyal yang peduli pada segala hal tentang Sherlock Holmes. Komunitas ini sudah ada pada awal tahun 1900, dan semakin berkembang setelah Sir Arthur Conan Doyle meninggal dunia pada tahun 1930.

Di kalangan musisi independen, para penggemar loyal juga lazim memiliki fanzine (fans magazine) atau majalah yang dikelola langsung oleh penggemar atau komunitas musik.

Kini, seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi digital para penggemar dapat dengan mudah membuat akun media sosial yang dikhususkan untuk membahas serba-serbi artis idolanya.

Para idola yang sadar akan besarnya peran penggemar biasanya sering membuat aktivitas atau kegiatan yang melibatkan mereka. Meski demikian, kehadiran para penggemar ini juga bisa menjadi pedang bermata dua bagi sang idola apabila sudah terlalu fanatik.

Salah satu Contoh fanatisme buta antara penggemar terhadap idola yang paling terkenal datang dari kisah tewasnya John Lennon.

Pentolan band The Beatles itu ditembak oleh David Chapman yang mengaku sebagai penggemar beratnya pada 8 Desember 1980 di New York, Amerika Serikat.

Sementara itu, di Indonesia kejadian yang pernah heboh adalah kasus yang menimpa Via Vallen. Mobil mewah milik penyanyi dangdut itu dibakar oleh seorang penggemar fanatik berinisial PJ.

Mella Rossa yang juga merupakan adik dari Via Vallen mengatakan kejadian terbakarnya mobil mewah berjenis Toyota Alphard itu terjadi saat menjelang subuh. Dia mengaku saat itu mendengar teriakan keras dari sang kakak yang histeris karena mobilnya terbakar.

Tak lama dari kejadian itu, pelaku pun berhasil diringkus pihak kepolisian. Dari hasil pemeriksaan diketahui motif sementara pelaku karena sakit hati tidak bisa bertemu dengan penyanyi dangdut idolanya tersebut.

Bahkan, fanatisme buta juga sering terjadi di bidang olahraga. Paling sering adalah saling serang antara supporter bola yang mengakibatkan bentrok hingga timbul korban jiwa.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Iswara N Raditya