Menuju konten utama

Mengenal Apa Itu Terapi Wicara, Tujuan, dan Siapa yang Membutuhkan?

Terapi wicara adalah layanan kesehatan profesional dalam bidang bahasa, wicara, suara, irama/kelancaran, komunikasi, dan menelan.

Mengenal Apa Itu Terapi Wicara, Tujuan, dan Siapa yang Membutuhkan?
Ilustrasi terapi wicara foto/istockphoto

tirto.id - Terapi wicara merupakan salah satu bentuk layanan perawatan yang sudah lama dikenal dalam dunia kesehatan. Terapi ini biasanya direkomendasikan oleh ahli kesehatan untuk orang-orang yang mengalami masalah wicara, bahasa, hingga kemampuan menelan.

Terapi wicara diselenggarakan oleh tenaga profesional dan pusat layanan kesehatan yang secara sah diatur oleh negara. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 81 tahun 2014, tidak sembarang orang bisa memberikan terapi wicara.

Terapis wicara harus merupakan orang yang telah lulus pendidikan terapi wicara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terapis wicara profesional juga dikenal sebagai ahli patologi wicara/bahasa.

Apa Itu Terapi Wicara?

Berdasarkan pasal 1 PMK Nomor 81 Tahun 2014, terapi wicara adalah bentuk pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dalam bidang bahasa, wicara, suara, irama/kelancaran, komunikasi, dan menelan.

Terapi wicara ditunjukkan bagi individu, keluarga, maupun kelompok yang mengalami gangguan atau kelainan anatomis, fisiologis, psikologis, maupun sosiologis yang memengaruhi kesehatannya.

Menurut Cleveland Clinic terapi wicara dilakukan dengan cara membantu penderita menguasai keterampilan bahasa awal. Ini termasuk membantu pasien memproduksi bunyi dan suara, memahami bahasa, memiliki kelancaran dan kejelasan berbicara, hingga ekspresi.

Terapis wicara biasanya menerapkan teknik-teknik khusus dalam memberikan perawatan. Tentunya penerapan teknik tersebut bisa divariasikan secara signifikan sesuai dengan jenis gangguan bicara yang dimiliki pasien.

Tujuan Terapi Wicara

Kemampuan berbicara dan berkomunikasi diperlukan setiap orang untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Jika kemampuan tersebut terganggu, maka dapat menghambat produktivitas seseorang dan mengurangi kualitas hidupnya.

Oleh karena itu, dibutuhkan metode perawatan yang dapat mengobati permasalahan wicara dan komunikasi tersebut.

Tujuan terapi wicara tentunya beragam, mulai dari meningkatkan kemampuan berkomunikasi hingga kemampuan sosial. Berikut beberapa tujuan terapi wicara seperti yang dikutip dari Cleveland Clinic dan Pasitos Clinic:

  • Mengembangkan keterampilan percakapan yang membantu penderita berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
  • Meningkatkan kemandirian.
  • Mendorong penguasaan bahasa awal.
  • Mempersiapkan anak usia dini untuk memasuki lingkungan sekolah.
  • Mengembangkan kemampuan untuk mengungkapkan pikiran, ide, dan perasaan.
  • Mengembangkan kemampuan memahami isyarat sosial untuk mengatur percakapan sendiri.
  • Membantu fungsi menelan dengan baik.
  • Membantu dalam mengucapkan kata dengan jelas dan artikulasi yang benar.
  • Membantu memahami komunikasi non-verbal dan bahasa tubuh.
  • Meningkatkan kualitas hidup.

Siapa yang Mebutuhkan Terapi Wicara?

Terapi wicara dapat diterima orang-orang dari berbagai usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Mereka yang menerima terapi ini dianggap mengalami gangguan bicara dan menelan yang bisa disebabkan oleh keterlambatan perkembangan, cedera, hingga sakit fisik dan mental.

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gangguan bicara dan menelan seperti gangguan pendengaran (tuli), stroke, Down syndrome, cedera otak, bibir sumbing, dan kondisi lainnya.

Melansir Healthline, berikut ada beberapa gangguan bicara yang bisa diobati dengan terapi wicara:

1. Gangguan artikulasi

Gangguan arikulasi berkaitan dengan ketidakmampuan membentuk bunyi untuk kata tertentu dengan benar. Ini biasa terjadi pada anak-anak yang sering tertukar atau mengubah bunyi kata, misalnya mereka menyebut "wumah" untuk kata "rumah."

2. Gangguan reseptif

Gangguan reseptif adalah gangguan wicara yang menyebabkan penderitanya kesulitan memahami atau memproses apa yang orang lain katakan. Akibatnya, orang dengan gangguan reseptif sulit mencerna banyak kata dan memiliki kosa kata yang terbatas.

3. Gangguan kognitif-komunikasi

Gangguan kognitif-komunikasi biasa terjadi karena cedera bagian otak yang mengontrol kemampuan kognitif. Hal ini dapat memicu seseorang sulit mengontrol kemampuan untuk melakukan sesuatu, mulai dari mengingat, memecahkan masalah, mendengarkan, hingga berbicara.

Selain karena cedera, gangguan kognitif-komunikasi bisa terjadi karena masalah biologis lainnya, seperti perkembangan otak yang tidak normal, masalah sistem saraf, hingga stroke.

4. Gangguan kelancaran

Gangguan kelancaran adalah gangguan pada aliran, kecepatan, dan ritme bicara. Gangguan ini menyebabkan seseorang berbicara secara gagap, berantakan, dan kurang fasih. Beberapa kasus bahkan menyebabkan penderitanya terus mengulang-ulang sebagian atau semua kata saat berbicara.

5. Gangguan ekspresif

Gangguan ekspresif berkaitan dengan kesulitan menyampaikan atau mengungkapkan informasi menggunakan kalimat atau kata yang akurat. Gangguan ini biasa terjadi pada penderita sindrom Down dan gangguan pendengaran.

6. Gangguan resonansi

Gangguan resonansi biasanya terjadi karena adanya penyumbatan aliran udara reguler di rongga hidung atau mulut. Konidisi ini bisa disebabkan oleh amandel bengkak hingga langit-langit mulut yang sumbing.

Akibatnya, penderita dengan gangguan resonansi kesulitan mengeluarkan suara saat berbicara hingga kesulitan menelan.

7. Afasia

Afasia adalah kondisi dimana seseorang kesulitan membaca, menulis, berbicara, dan memahami bahasa. Kondisi ini dapat terjadi akibat kerusakan otak akibat stroke atau cedera.

8. Disartria

Disartria merupakan kondisi melemahnya otot-otot yang mengontrol seseorang berbicara. Disatria dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf dan stroke. Orang dengan disatria sering kali ditandai dengan cara berbicara yang lambat bahkan tidak jelas.

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora