tirto.id - Age-related macular degeneration (AMD) merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai khususnya pada populasi lanjut usia. Penyakit mata ini menjadi penyebab kebutaan nomor wahid.
AMD merupakan kerusakan makula, yaitu pusat fokus penglihatan pada retina mata.
Kondisi ini mengakibatkan perubahan anatomi makula yang berakibat pada gangguan fungsi penglihatan, mulai dari distorsi bentuk, buram, hingga buta pada penglihatan sentral.
“Akibatnya pasien tidak dapat membaca, menulis, bahkan melihat wajah orang di hadapannya,” papar Gitalisa Andayani, dokter spesialis mata konsultan RSCM-FKUI dalam diskusi virtual World Sight Day 2021 bersama PERDAMI, organisasi profesi dokter spesialis mata dan Bayer Indonesia.
Prevalensi AMD tahap awal pada rentang usia 45-85 tahun berkisar 8 persen di seluruh dunia, sementara pada tahap lanjut populasinya mencapai 0,4 persen.
Indonesia berada di lima besar negara yang memiliki penduduk dengan gangguan penglihatan terbanyak, termasuk Cina, India, Pakistan, dan Amerika Serikat.
Macam-macam AMD
Berdasarkan tingkat keparahan gejala, AMD terbagi menjadi 2 jenis, yaitu AMD kering (dry AMD) dan AMD basah (wet AMD). Berikut perbedaannya:
- AMD Kering (dry AMD)
Meski AMD kering biasanya tidak mengakibatkan kehilangan penglihatan total, namun hingga saat ini belum ada terapi yang efektif untuk pengobatan.
Sekitar 10-15 persen orang dengan AMD kering mengembangkan gejala lebih parah menjadi AMD basah.
“Biasa pada tipe ini terapi yang diberikan berupa suplemen vitamin antioksidan untuk memperlambat derajat keparahan,” lanjut Gitalisa.
- AMD Basah (wet AMD)
AMD basah adalah kondisi ketika terdapat pertumbuhan pembuluh darah abnormal ke dalam makula, sehingga terjadi perdarahan atau akumulasi cairan di makula.
Ketika pendarahan tersebut hilang, maka akan timbul jaringan parut pada makula yang menyebabkan kerusakan total pada penglihatan sentral (kebutaan). Gambarannya seperti keloid pada luka luar, tapi ini terjadi di mata.
AMD basah sering berkembang dengan sangat cepat dan menyebabkan kehilangan daya lihat yang sangat signifikan.
Namun kabar baiknya sudah ada terapi yang mengakomodir tipe AMD basah. Dalam dua dekade terakhir ditemukan satu obat, yakni Aflibercept.
Terapi ini dapat memperlambat pertumbuhan pembuluh darah abnormal dan mencegah kerusakan makula lebih lanjut, sehingga mencegah kebutaan.
“Terapi Aflibercept dilakukan dengan cara injeksi ke dalam bola mata (intravitreal). Jarak terapinya setiap 2-4 bulan sekali, tergantung kondisi pasien,” papar Gitalisa.
Faktor Risiko
Gitalisa menjelaskan, fator risiko utama seseorang bisa terkena AMD adalah usia. Kelompok usia di atas 60 tahun berisiko besar terkena AMD
Namun ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi peluang risiko AMD terjadi lebih awal, di antaranya:
- Faktor genetik
- Merokok, baik secara aktif, maupun hanya pasif
Bahkan memengaruhi kesehatan mental seperti risiko depresi dan isolasi sosial yang lebih tinggi.
Sebagai langkah pencegahan, sesuai juga dengan imbauan Hari Penglihatan Sedunia 2021, deteksi AMD dapat dilakukan sedini mungkin.
Minimal lakukan pemeriksaan mata sekali dalam setahun, terutama ketika usia mulai menginjak 40 tahun.
“Perlu ada deteksi menyeluruh terkait berbagai gangguan mata degeneratif termasuk AMD,” pungkasnya.
Editor: Dhita Koesno