tirto.id - Beberapa orang mengalami kesulitan saat menjawab pertanyaan seperti "Bagaimana perasaanmu?" Dalam dunia psikologi, kondisi sulit itu dikenal dengan nama alexithymia.
Alexithymia pada dasarnya adalah disfungsi dalam proses kesadaran emosional normal yang membuatnya sulit bagi orang untuk memberi label perasaan mereka.
John Richey, seorang profesor psikologi di Virginia Tech yang telah meneliti alexithymia menjelaskan bahwa alexithymia adalah konstruksi kepribadian yang ditandai oleh perubahan kesadaran emosional dan sesuatu yang berdampak negatif pada pemrosesan empatik.
Dalam praktiknya, alexithymia menyulitkan untuk mengenali perasaan Anda ketika merasakan sesuatu dan bahkan lebih sulit untuk menggambarkan dan menamakannya.
"Kami terus-menerus menerapkan label pada kondisi internal yang rumit seperti kebahagiaan dan kesedihan, dan itu membutuhkan latihan seiring waktu. Bagi sebagian orang, karena alasan yang tidak jelas, mereka mengalami kesulitan menguraikan apa yang terjadi di dalam dunia internal mereka sendiri dan memberinya nama," kata Richey seperti dilansirSelf
Alexithymia sebenarnya bukanlah suatu kondisi, dan itu tidak ada dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), buku pegangan diagnostik yang digunakan oleh para profesional perawatan kesehatan untuk mendiagnosis gangguan mental.
"Ini biasanya merupakan aspek dari fungsi seseorang dan bagaimana mereka menghadapi emosi, tetapi itu bukan diagnosis yang terpisah," jelas Kathryn Moore, psikolog di Pusat Pengembangan Anak dan Keluarga Providence Saint John di Santa Monica, California
Alexithymia telah dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan mental seperti depresi, PTSD, skizofrenia, dan gangguan spektrum autisme.
Ini juga terkait dengan bunuh diri, peningkatan angka kematian, dan masalah psikosomatik misalnya penyakit fisik yang disebabkan oleh konflik mental atau stres. Kondisi ini juga lebih umum terjadi pada pria daripada wanita.
Gejala
Medical News Today melaporkan ada beberapa gejala yang terkait dengan kondisi Alexithymia, seperti:
- Kesulitan mengidentifikasi perasaan dan emosi
- Masalah yang membedakan antara emosi dan sensasi tubuh yang berhubungan dengan emosi itu
- Kemampuan yang terbatas untuk mengkomunikasikan perasaan kepada orang lain
- Kesulitan mengenali dan merespons emosi orang lain, termasuk nada suara dan ekspresi wajah
- Kurangnya fantasi dan imajinasi
- Gaya berpikir logis dan kaku yang tidak memperhitungkan emosi
- Keterampilan koping yang buruk dalam menangani stres
- Berperilaku kurang altruis daripada yang lain
- Tampak kaku dan tanpa humor
- Kepuasan hidup yang buruk
Penyebab
Para ahli belum memahami penyebab pasti dari alexithymia. Namun beberapa penelitian menunjukkan beberapa hal berikut:
- Genetika. Penelitian pada anak kembar menunjukkan bahwa ada komponen genetik untuk alexithymia. Orang-orang lebih mungkin menderita alexithymia jika kerabat dekatnya juga memilikinya.
- Faktor lingkungan. Salah satu studi menunjukkan bahwa faktor lingkungan berperan dalam alexithymia. Contoh faktor lingkungan termasuk riwayat trauma masa kecil, adanya kondisi kesehatan fisik atau mental, atau faktor sosial ekonomi.
- Cedera otak. Penelitian melaporkan bahwa orang dengan cedera pada bagian otak yang dikenal sebagai insula anterior mengalami peningkatan kadar alexithymia.
Alexithymia bisa terjadi pada laki-laki, orang yang berusia lanjut, orang yang tingkat pendidikannya rendah, status sosial ekonomi rendah, dan kecerdasan emosi rendah
Seseorang mungkin tidak sadar mereka memiliki alexithymia.
"Orang biasanya tidak sepenuhnya sadar bahwa mereka mengalami kondisi ini," kata Richey.
Ia menambahkan, "Karena itu juga mengapa banyak orang tidak mencari pengobatan untuk itu. Bahkan jika seseorang didiagnosis menderita alexithymia, sulit untuk diobati."
Belum ada obat yang pasti untuk digunakan. Karena penelitian tentang kondisi ini pun masih langka.
Tetapi kelainan yang berhubungan atau berkembang dari alexithymia mulai dapat diatasi seperti depresi atau PTSD. Mereka bisa melakukan terapi.
"Beberapa orang melakukannya dengan baik dengan mulai menerapkan nama dan label pada emosi dalam konteks terapi mereka," kata Richey.
Penulis: Febriansyah
Editor: Yandri Daniel Damaledo