Menuju konten utama

Mengapa Liverpool Gagal Mengalahkan Barcelona Meski Tampil Dominan?

Liverpool mendominasi bola dan menembak lebih banyak, tapi banyak faktor yang pada akhirnya bikin mereka takluk 3-0 dari Barcelona.

Mengapa Liverpool Gagal Mengalahkan Barcelona Meski Tampil Dominan?
Barcelona Lionel Messi, kanan kedua, menggiring bola antara Liverpool Joe Gomez, kanan, Liverpool Fabinho, kiri kedua, dan Liverpool Andy Robertson selama semifinal Liga Champions, leg pertama, pertandingan sepak bola antara FC Barcelona dan Liverpool di stadion Camp Nou di Barcelona, ​​Spanyol, Rabu, 1 Mei 2019. Emilio Morenatti / AP

tirto.id - Pertandingan leg pertama semifinal Liga Champions Eropa antara Barcelona vs Liverpool di Stadion Camp Nou, Kamis (2/5/2019) dini hari tadi, berakhir dengan skor telak 3-0. Gol dari Luis Suarez dan sepasang gol Lionel Messi memberikan keunggulan signifikan yang bisa jadi modal berharga bagi Blaugrana dalam lawatan ke Stadion Anfield pekan depan.

Setelah pertandingan, pelatih Liverpool, Jurgen Klopp sama sekali tidak kecewa dengan skuatnya. Klopp menyebut Liverpool sudah tampil sesuai rencana awal.

"Saya benar-benar bahagia dengan penampilan para pemain. Tentu saja saya tidak bahagia dengan hasil akhir, tapi kami harus menerimanya, seperti inilah sepakbola [..] saya rasa kami tidak bisa menunjukkan yang lebih baik dari ini," ujar Klopp kepada BT Sport.

Sebelum pertandingan, Klopp sempat mengingatkan para pemainnya untuk siap ‘menderita’ oleh dominasi Barcelona. Namun, menurut pengamat sepakbola sekaligus mantan pelatih legendaris Arsenal, Arsene Wenger, fakta yang terjadi justru sebaliknya.

"Ini jelas hasil yang buruk untuk Liverpool. Tapi, malam ini Barcelona sempat mengalami banyak penderitaan. Terutama sejak awal babak kedua sampai pada akhirnya mereka bisa mencetak gol kedua," ujar Wenger saat mengisi acara di beIN Sports.

Apa yang dimaksud Wenger dengan ‘penderitaan Barcelona’ tergambar dari statistik pertandingan. Berdasarkan hitung-hitungan Whoscored, Liverpool mendominasi penguasaan bola, yakni 52,4 berbanding 47,6 persen.

The Reds juga lebih agresif mengkreasikan tembakan. Sepanjang 90 menit, Liverpool bisa melepaskan 15 tembakan dan delapan di antaranya tepat sasaran. Sebaliknya, Barca beroleh 12 kali tembakan dan lima di antaranya yang mengarah ke gawang.

Namun pada akhirnya, papan skor menunjukkan hasil yang berbanding terbalik. Mengapa bisa begitu?

Barca: Menyerap Pressing dan Solid Bertahan

Keberhasilan Liverpool mengkreasikan banyak peluang ini tidak lepas dari inovasi Jurgen Klopp. Juru taktik asal Jerman itu mencadangkan striker Roberto Firmino dan menggantinya dengan Georginio Wijnaldum yang berposisi murni sebagai gelandang tengah. Alih-alih melakukan perubahan bentuk, Klopp malah memasang Wijnaldum sebagai false-nine dalam skema 4-3-3.

Selama berada di atas lapangan, Wijnaldum diberi tugas spesifik: mem-pressing kreator ulung Barcelona, Sergio Busquets.

Dia menjalankan tugas itu dengan 'tidak buruk'. Terbukti, beberapa kali dia berhasil mencuri bola dari kaki Busquets. Hanya saja, bagaimanapun sebagai false-nine Wijnaldum tetap punya tugas lain untuk membantu serangan. Namun untuk tugas kedua ini, Wijnaldum belum bisa berperan optimal. Sepanjang pertandingan, pemain asal Belanda itu bahkan tidak membuat satu pun tembakan ke gawang.

Buruknya peran Wijnaldum sebagai penyerang dibanding seorang presser juga tercermin dari kegagalannya menjadi alternatif tandem buat membantu tugas Sadio Mane dan Mohamed Salah.

Situasi ini disikapi dengan baik oleh pertahanan Barcelona. Duet bek tengah Clement Lenglet dan Gerard Pique pada akhirnya benar-benar lebih banyak berhadapan dengan Salah serta Mane. Dan walau Salah, Mane, atau pemain Liverpool lain bisa menciptakan peluang, semua diimbangi dengan baik pula oleh penampilan kiper Marc-Andre ter Stegen.

Sepanjang 90 menit, penjaga gawang asal Jerman itu tampil paling cemerlang di sektor pertahanan. Whoscored bahkan mengganjar ter Stegen dengan nilai 7,8/10 alias tertinggi dibanding pemain belakang lain. Nilai ini tak muluk-muluk menimbang performa gemilang ter Stegen. Selain mengunci rapor cleansheet Barca, dia juga mencatatkan dua claims, dua kemenangan duel udara, serta tiga penyelamatan.

Performa konsisten lini belakang Barcelona juga tidak lepas dari kepiawaian pelatih Ernesto Valverde membaca dan merespons situasi di atas lapangan.

Salah satu keputusan penting Valverde terjadi pada menit 60. Saat dikurung dominasi Liverpool sejak awal babak kedua, Valverde menarik keluar Philippe Coutinho dan memasukkan Nelson Semedo. Semedo lantas dipasang di posisi bek kanan dan bek kanan sebelumnya, Sergi Roberto didorong untuk menjadi gelandang.

Menurut Arsene Wenger, keputusan ini punya andil penting, khususnya ketika beberapa menit berselang di kubu Liverpool, Jurgen Klopp memasukkan Roberto Firmino dan Divock Origi untuk menambah daya gedor. Dengan keberadaan Semedo sebagai tenaga baru dan ditambah versatilitas Sergi Roberto, pertahanan Barcelona, terutama di tepi lapangan, jauh lebih solid dan mampu mengimbangi serangan cepat tim tamu.

"Ini sangat membantu mereka mengatasi ancaman tenaga-tenaga baru Liverpool," kata Arsene Wenger.

Peran Gomez Kurang Optimal

Selain memakai Wijnaldum sebagai tukang pressing Busquets, keputusan bagus Jurgen Klopp di awal pertandingan adalah mencadangkan Trent Alexander-Arnold dan memasang Joe Gomez sebagai penggantinya di sektor full-back kanan. Langkah ini punya tujuan sangat jelas: mereduksi kontribusi Jordi Alba dan Philippe Coutinho dalam pola serangan Barcelona.

"Itu mengindikasikan kalau Klopp merisaukan keberadaan Jordi Alba di Barcelona. Alba selalu jadi pusat permainan, apalagi saat tampil di Camp Nou. Dia selalu jadi pembangun serangan bagi tim," ujar pengamat sepakbola Rio Ferdinand di BT Sport, beberapa menit jelang kickoff.

Jika memilih Arnold di leg pertama, Liverpool jelas akan kelimpungan. Untuk menangani Alba, Klopp butuh full-back yang disiplin bertahan dan tidak terlalu sering naik meninggalkan posisinya. Gomez jelas merupakan pilihan paling mungkin.

Sayangnya, Klopp terkesan kurang mempertimbangkan aspek kebugaran. Sejak mengalami cedera dalam laga kontra Burnley pada 5 Desember 2018, Gomez tidak mendapat banyak menit bermain. Hitung-hitungan transfermarkt bahkan menyebut Gomez belum pernah jadi starter sejak pulih dari cedera, durasi bermainnya (sebagai pemain cadangan) sejak insiden itu bahkan baru 30 menit.

Minimnya jam terbang membuat Gomez tampil lebih kikuk ketimbang rekan-rekannya. Ini jelas terlihat ketika Barcelona langsung bisa mencetak gol pertama pada menit 26. Gol yang dicetak Luis Suarez itu berawal dari umpan akurat Jordi Alba dari sisi sayap. Ironisnya, Alba mengirim umpan dari posisi yang seharusnya bisa dikover dengan baik oleh Gomez.

Redaktur sepakbola The Times, Oliver Kay menyayangkan gol tersebut. Dia tidak menampik kalau kejeniusan dan visi jempolan Alba punya andil besar, namun bagaimana pun faktor kelalaian Gomez tidak bisa dilepaskan dari konteks terciptanya gol.

"Ketika Arturo Vidal pertama memberikan bola ke Coutinho yang berlanjut kepada Alba, Gomez barangkali berpikir sudah cukup rapat melakukan marking. Padahal sebenarnya tak serapat itu, Coutinho tetap punya celah memainkan bola dengan Alba," tulis Kay.

Faktor Messi

Sampai menjelang sepertiga terakhir waktu normal, Liverpool sebenarnya punya kans untuk pulang dengan hasil lebih menggembirakan. Angka pada papan skor masih menunjukkan 1-0, dan hasil itu tidak terlalu buruk karena The Reds sangat mungkin membalikkannya pada leg kedua di Anfield.

Akan tetapi, momen memuaskan yang sudah di depan mata itu lenyap hanya dalam belasan menit. Penyebabnya adalah alien, eh dewa, eh pesepakbola bernama Lionel Messi.

Musim lalu pelatih Osasuna, Petar Vasiljevic pernah melontarkan argumen menarik soal Lionel Messi. Diwawancara Marca menjelang laga kontra Barca, Vasiljevic berkata: "saat kesulitan Messi akan memutus diri dari skema permainan tim, seperti menghilang, tapi tidak lama berselang dia tiba-tiba akan muncul. Mungkin hanya dalam waktu 10 menit, tapi dia akan merampungkan segala urusan yang perlu dia tuntaskan."

Komentar Vasiljevic itu benar-benar menggambarkan signifikansi Messi dalam menentukan hasil akhir pertandingan dini hari tadi. Hingga memasuki awal menit 70-an, Messi seperti menghilang. Pada suatu titik para penonton akan mulai mencari dan mempertanyakan kejeniusannya. Lalu tepat pada menit 75, dia tiba-tiba muncul di kotak penalti dan membuat seisi Camp Nou bergemuruh.

Sontekan Suarez yang membentur mistar dia tuntaskan dengan sebuah penempatan posisi yang baik. Messi seperti bisa meramal ke mana bola akan jatuh dan dengan mudah menceploskannya ke gawang. Saat Messi tiba di kotak penalti untuk mencetak gol, bek tangguh Liverpool, Virgil van Dijk bahkan cuma berdiri mematung tanpa bisa berbuat banyak.