Menuju konten utama

Misi Mustahil Liverpool Meredam Messi di Kandang Barca

Bahkan ketika berlari kecil, Messi selalu memindai posisi lawan dan memetakan seisi lapangan. Liverpool butuh keberuntungan dan kontribusi 11 pemain untuk menghentikan magis Lionel Messi.

Misi Mustahil Liverpool Meredam Messi di Kandang Barca
Messi Barcelona terlihat saat pertandingan sepak bola La Liga antara Betis dan Barcelona di stadion Benito Villamarin di Seville, Spanyol, Minggu, 17 Maret 2019. Miguel Morenatti / AP

tirto.id - Sepanjang sejarah tampil di Camp Nou, Barcelona hanya pernah kalah dari satu klub asal Inggris: Liverpool. Kekalahan itu terjadi dua kali, yakni pada Piala UEFA 1976 dan Liga Champions 2006-2007. Maka, wajar kalau mereka tak ingin main-main saat menghadapi Liverpool dalam leg pertama semifinal Liga Champions, Kamis (2/5/2019) dini hari nanti.

Pelatih Ernesto Valverde menggaransi Barca bakal tampil dengan komposisi terbaik, termasuk megabintang Lionel Messi.

"Liverpool bermain dengan intensitas pressing tinggi dan irama yang bagus. Mereka akan jadi lawan yang sulit dikalahkan. Tujuan kami adalah meraih kemenangan, tapi tidak lupa kami juga harus mencegah mereka bikin gol tandang," ucap Valverde seperti diwartakan BBC Sport.

Jurgen Klopp, pelatih Liverpool, sudah mengingatkan anak asuhnya untuk siap 'menderita'. Klopp yakin Barcelona bakal tampil 'gila-gilaan' saat main kandang, sehingga ia berharap skuatnya tak hilang kesabaran walau bakal dipaksa jarang menguasai bola.

Juru taktik asal Jerman itu juga mengingatkan para penggawa The Reds untuk tak luput memperhatikan gerak-gerik Lionel Messi. Klopp yakin sejak awal musim, Messi punya ambisi memenangkan trofi Liga Champions lebih dari pemain mana pun.

"Kami juga ingin melaju ke final [...] Benar, pertandingan ini bukan cuma soal Messi, tapi tentu saja segalanya juga soal Messi," tutur Klopp seperti dilansir ESPN.

Musim ini, Messi memang sedang berada di puncak karier. Hingga menjelang semifinal, Messi sudah mengemas 10 gol dan tiga assist dari 657 menit penampilan di Liga Champions. Rasio kontribusinya menyentuh satu gol per 50,5 menit, paling tinggi ketimbang seluruh pemain lain yang tersisa di Liga Champions musim ini.

Jurnalis The Times, Paul Joyce bahkan yakin 100 persen, kalau berhasil tidaknya Liverpool dalam pertandingan nanti sangat bergantung pada seberapa bisa mereka 'menjinakkan' Lionel Messi.

"Melawan Barcelona secara tim, Liverpool bisa memetik pengalaman dari duel melawan tim yang cukup identik: Manchester City. Tapi dalam konteks bertemu Lionel Messi, mereka akan melawan pemain yang tak punya replika dan bisa mengatur pertandingan semaunya," tulis Joyce.

Zonal-Marking

Saat menundukkan Barcelona di Camp Nou, 12 tahun silam, Rafael Benitez, pelatih Liverpool kala itu, berhasil mengamputasi peran Messi sebagai pemain sayap kanan. Benitez menginstruksikan Alvaro Arbeloa, fullback kiri Liverpool saat itu, untuk tidak gegabah melakukan overlap dan fokus bertahan di areanya. Alhasil, Messi yang diberi tugas bermain di kanan oleh pelatih Frank Rijkard, tak banyak berkutik.

Namun, pendekatan semacam ini diprediksi tidak relevan lagi untuk dijadikan senjata. Meski masih ditempatkan di sayap kanan dalam skema 4-3-3 Valverde, Messi telah mengalami evolusi peran yang signifikan.

Dalam dua hingga tiga musim terakhir, dia punya daya jelajah jauh lebih luas. Tidak hanya berada di kanan, Messi juga rajin mencari ruang di depan kotak penalti lawan atau menjemput bola dari kaki Jordi Alba di sayap kiri.

Untuk itu, tidak hanya fullback Andrew Robertson, Jurgen Klopp bakal menginstruksikan seluruh pemain bertahannya dalam posisi siap jika berhadapan langsung dengan Messi. Liverpool akan menerapkan zonal-marking dan menjaga Messi secara fleksibel. Strategi ini sempat diungkap Virgil van Dijk pada konferensi pers sehari sebelum kickoff.

"Saya rasa dia [Messi] adalah pemain terbaik di dunia. Tapi Anda harus melihat bagaimana kami bertahan. Kami tidak bertahan dengan satu lawan satu. Kami bertahan bersama dan begitu pula saat menyerang. Mari lihat akhirnya, yang jelas kami sudah siap," ujar van Dijk.

Langkah bertahan kolektif dan mengandalkan zonal-marking adalah pilihan bijak. Terbukti pada leg pertama perempat final lalu, Manchester United yang fokus melakukan marking satu-lawan-satu untuk menangkal Messi di babak pertama, malah kesulitan sendiri. United tetap kecolongan lantaran aksi brilian Messi yang bisa bebas berkeliaran di kotak penalti berujung assist bagi gol bunuh diri Luke Shaw.

Tapi, apakah menerapkan zonal-marking bisa serta merta meningkatkan kans The Reds mematikan peran Messi?

11 Pemain Harus Berkontribusi

Menurut pengamat sepakbola ESPN, Craig Burnley, Liverpool tak bakal cukup mampu mematikan Messi dengan hanya mengandalkan kinerja pemain belakang. Bahkan jika Messi dijaga dengan empat bek secara bergantian, itu masih belum cukup.

"Mereka [Liverpool] harus mempekerjakan gelandangnya. Tiga gelandang tengah harus responsif turun, memastikan jarak antara sektor pertahanan dan lapangan tengah tidak terlalu jauh. Karena ruang sekecil apa pun bisa dimanfaatkan Messi untuk turun dan mengatur ritme di tengah," ujarnya.

Kontribusi pemain-pemain depan seperti Mohamed Salah dan Roberto Firmino pun tak kalah penting. Bukan hanya bersiap menyerang balik, keduanya harus berada di lapangan tengah dan menutup kemungkinan Messi mengirim backpass.

Argumen Burnley tidak beda jauh dengan apa yang dikatakan Darren Fletcher, eks gelandang MU. Ia adalah bagian dari skuat MU yang mengalahkan Barcelona pada semifinal Liga Champions 2007-2008. Di balik kemenangan itu, dia menyebut kunci strategi United bukan semata bagaimana meredam Messi ketika menyerang, tapi juga mewaspadai setiap langkahnya selama satu pertandingan penuh.

Fletcher berkata, Sir Alex Ferguson, pelatih MU saat itu, memberi pesan spesifik kepada 11 pemain MU guna berjaga-jaga apabila Messi berada di sekitar mereka.

"Saya diberi tugas seperti sebuah katalis. Seperti sebuah energi, memancing lawan melakukan pressing. Untuk pemain tertentu [termasuk Messi], kami dituntut terus membaca tujuan dari setiap gerakannya," ujar Fletcher.

Bagi Fletcher, Messi adalah mesin pemindai yang tak pernah berhenti bekerja selama 90 menit. Messi selalu mengukur setiap jengkal gerakannya dan tidak cuma memikirkan bagaimana ia harus keluar dari tekanan. Oleh sebab itu, menghadapi Messi jadi pekerjaan yang paling sulit.

"Bahkan ketika tidak menguasai bola dan hanya berlari-lari kecil, Messi selalu memindai posisi lawan dan memetakan seisi lapangan. Ketika melihat dia turun dan memainkan umpan kecil ke belakang, Anda mungkin berpikir dia membuang waktu, tapi sebenarnya Messi sedang menggerakkan pertahanan musuhnya untuk mencari celah yang kemudian bisa dieksploitasi," tulis Fletcher dalam sebuah kolom di BBC Sport.

Fletcher tak mengada-ada. Testimoni hampir sama dituturkan Kevin Wilson, mantan bek Glasgow Celtic.

"Bisa jadi, Anda kesulitan membaca pergerakannya. Tapi bahkan jika Anda bisa memaksa Messi bergerak ke suatu titik yang Anda harapkan, dia akan tetap sulit dihentikan," ujarnya kepada The Times.

Berposisi sebagai bek sayap, Wilson merupakan salah satu sosok kunci di balik kemenangan 1-2 Celtic atas Barcelona pada fase grup Liga Champions 2012. Seperti kata Fletcher, menurut Wilson, Liverpool benar-benar butuh kontribusi 11 pemain yang sedang berada di level terbaiknya untuk menghentikan pengaruh Messi.

"Melawan Messi dan Barcelona, Anda tentu perlu keberuntungan, tapi selain itu Anda juga perlu 11 pemain yang benar-benar berada di performa terbaik mereka. Saat itu segalanya sedang memihak ke kami, seluruh pemain sedang di performa terbaik," tegas Wilson.

Tanpa dua hal itu--keberuntungan dan 11 pemain yang tampil di level terbaiknya--menurut Wilson, secanggih apa pun taktik atau strategi yang dipakai Liverpool bakal sia-sia belaka.

Baca juga artikel terkait LIGA CHAMPIONS 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih