tirto.id - Serangan udara militer AS pada Kamis (6/4/2017) malam menargetkan pangkalan udara al-Shayrat di Suriah sebagai balasan dari serangan senjata kimia di Idlib pada Selasa lalu (4/4/2017). Seperti dikutip dari Al Arabiya, serangan senjata kimia mengakibatkan 100 orang meninggal dan 400 lainnya terluka akibat gas sarin.
Pangkalan udara militer al-Shayrat merupakan tempat peluncuran pesawat militer untuk menyerang Homs, Idlib dan Hama. Pangkalan udara ini terletak 30 kilometer dari selatan Homs. Pangkalan udara al-Shayrat merupakan tempat pengisian bahan bakar pesawat tempur, pangakalan pesawat Sukhoi Su 25, pesawat anti peluru SM-6, sistem pertahanan serangan udara dan radar.
Sementara, Gubernur Hom yang sangat loyal pada rezim Syria mengatakan pangkalan udara al-Shayrat merupakan penyuplai utama militer Syria.
Pengamat militer, Brigair Asaad Awad al-Zohbi menyadari jika penyerangan ini adalah pesan kuat untuk dunia yang ingin menunjukkan bahwa kebijakan Presiden Donald Trump sangat berbeda dengan pendahulunya.
Dia menambahkan, penyerangan tersebut lebih efektif jika menargetkan tiga pangkalan udara militer yang juga penting untuk rezim Syria, yaitu Dumayr, Seen, dan Hama.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden AS Donald Trump memerintahkan militernya menembakkan puluhan rudal jelajah ke pangkalan udara Suriah. Sebanyak 60 rudal Tomahawk diluncurkan oleh pasukan AS untuk menyerang pangkalan udara Shayrat di Homs, barat Suriah.
Serangan itu berasal dari dua kapal angkatan laut yang diposisikan di Laut Mediterania.
Pentagon menjelaskan pada wartawan bahwa pihaknya telah melacak pesawat yang terlibat dalam serangan kimia itu. Para pejabat AS mengatakan mereka percaya bahan kimia yang digunakan adalah gas sarin.
PBB dan para pemimpin Barat telah menyalahkan serangan kimia tersebut terhadap pemerintah Suriah, yang membantah menggunakan senjata kimia terhadap warga negaranya sendiri.
Rusia, sekutu Suriah, juga membantah pemerintah Assad bertanggung jawab atas serangan kimia mematikan itu. Paparan bahan kimia yang mematikan itu diklaim Rusia disebabkan oleh gudang senjata milik pemberontak Suriah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan Rusia bertanggung jawab atas kesepakatan pada 2013 yang seharusnya menghilangkan persediaan senjata kimia Presiden Assad.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra