Menuju konten utama

Mendikbud Ingin Guru Madrasah Diniyah Didanai BOS

Mendikbud Muhadjir akan mengubah aturan untuk penyaluran dana BOS sehingga dapat digunakan untuk membiayai guru-guru madrasah diniyah.

Mendikbud Ingin Guru Madrasah Diniyah Didanai BOS
Sejumlah guru mengaji dan Madrasah Diniyah se-Kabupaten Serang mengantre pembagian santunan di Kantor BAZNAS Serang, Banten, Selasa (20/6). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy akan mengubah aturan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) agar dapat digunakan untuk membiayai guru-guru di madrasah diniyah yang bekerja sama dengan sekolah formal. Hal tersebut sebagai implementasi dari kebijakan lima hari sekolah atau full day school yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017.

"Kalau mau bekerja sama lah, nanti ustaznya akan ditanya sudah dapat uang harian atau belum? Kalau belum nanti akan kita ambilkan dari bos. Nanti saya akan ubah Permen(dikbud) untuk dana BOS antara lain juga untuk membantu ustaz-ustaz madrasah diniyah yang bekerja sama dengan sekolah," ungkapnya di LPMP DKI Jakarta, Jakarta Selatan, Senin (7/8/2017).

Tak hanya madrasah diniyah yang berhak dapat dana dari BOS. Muhadjir mengatakan, gereja-gereja yang bekerja sama dengan sekolah formal untuk pendidikan agama Kristen juga akan mendapat hal yang sama. "Supaya siswa-siswanya diasuh oleh pendeta atau pastur," imbuhnya.

Muhajir menegaskan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tidak dibuat untuk mengesampingkan pelajaran agama di luar sekolah, tapi untuk memperkuat pendidikan karakter melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Karena itulah, dia mengatakan, sekolah lima hari tidak dimaksudkan untuk menjauhkan anak-anak dari masyarakat.

Sepulang sekolah mereka tetap dibebaskan untuk belajar agama di madrasah diniyah serta dapat membantu orang tuanya di rumah. Hanya saja hal tersebut akan dimasukkan sebagai penilaian kokurikuler di sekolah sekolah formal.

"Kita enggak bisa menghilangkan itu, kalau misalkan anaknya harus membantu orang tuanya sepulang sekolah ya, itu kan dia bisa jadi pengusaha. Pak JK (Jusuf Kalla) dulu seperti itu kami sepulang sekolah dia ikut orang tuanya berjualan, ternyata jadi pengusaha sukses."

Muhadjir juga kembali menegaskan bahwa kebijakan sekolah lima hari dengan delapan jam per hari hanya berlaku untuk guru, bukan murid. "Jadi nanti gurunya yang dapat diambil sekolah, gak boleh tugas-tugas diselesain bawa pulang ke rumah," katanya menjelaskan.

Seperti diketahui, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 menuai polemik di kalangan masyarakat salah satunya karena dikhawatirkan dapat mematikan madrasah diniyah. Pada 19 Juli lalu, Presiden Joko Widodo sempat mengundang Muhadjir Effendy ke Istana Negara untuk membahas kelanjutan dari implementasi peraturan tersebut.

Hasilnya Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 akan ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) tentang penguatan pendidikan karakter. Namun, untuk sementara peraturan tentang Hari Sekolah masih tetap berlaku sampai Perpres sebagai pengganti peraturan tersebut keluar.

"Intinya peraturan menteri itu tetap jalan, cuma ditingkatkan status hukumnya menjadi Peraturan Presiden sebagai pengganti. Itu jadi otomatis nanti tidak berlaku lagi. Itulah penjelasan dari Pak Johan Budi (Juru Bicara Kepresidenan) setelah saya klarifikasi lagi," ungkap Muhadjir di Gedung Kemdikbud, Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2017).

Menurutnya, keputusan tersebut diambil Presiden untuk mengokohkan program Penguatan Pendidikan Karakter (P2K) yang menjadi salah satu implementasi dari janji nawacita di bidang pendidikan.

Sebab dari empat janji dalam bidang pendidikan, yang belum dilakukan oleh Kemdikbud hanya satu yakni perbaikan budi pekerti atau yang Muhadjir sebut sebagai program P2K.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yuliana Ratnasari