tirto.id - Kementerian Perdagangan saat ini tengah melakukan pendekatan ke sejumlah negara yang berpotensi menjadi tujuan ekspor otomotif. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bilang Australia, sebagian Eropa sampai beberapa negara di kawasan Afrika seperti Maroko dan Tunisia akan menjadi target baru negara dengan tujuan ekspor.
“Indonesia-Australia (IA-CEPA) tanpa dirasa nanti, mungkin kita setelah memperbaharui bahan bakar mobil kita yang kita ekspor ke Australia dari Euro 2 menjadi Euro 4, investasinya enggak besar, saya jamin itu. Tapi mobil kita jenis Xpander akan menguasai pasar Australia dengan besar,” kata dia dalam diskusi 'Strategi Pemulihan Ekonomi,' Rabu (27/1/2021).
Selain Australia, Lutfi juga menyebut sebagian Eropa akan menjadi tujuan baru Indonesia untuk mengekspor mobil dan motor. Proses tersebut sudah dilakukan melalui perjanjian dagang European Free Trade Association (EFTA) yang terdiri dari Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.
“Kita juga sudah tanda tangan EFTA jadi negara kecil di Eropa, Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss. Jadi ini posisinya lagi on going sekarang,” kata dia.
Kemudian ada pula perjanjian dagang yang dilakukan Indonesia dengan Turki yang tengah didorong. Ada pula Bangladesh, Tunisia, Iran, dan Maroko yang akan berpotensi menjadi tujuan ekspor baru untuk produk jadi kendaraan asal RI.
“Indonesia-Turki sekarang kita lagi push dan ini merupakan bagian yang penting. Kami lagi negosiasi dengan Bangladesh, Tunisia, Iran, Maroko ini adalah negara yang menurut kami adalah negara nontradisional dan ini kami ingin jual kendaraan roda 4 dan 2 kita ke sana. Dengan adanya perjanjian dagang ini sangat simpel hanya 8-10 tarif line gak lebih dari 100 tarif line, tapi kita bisa jual barang kita yang mulai statsficated,” jelas dia.
Selain kendaraan, pemerintah Indonesia juga tengah menggenjot beberapa jenis barang seperti besi baja, furnitur ke beberapa negara yang berpotensi konsumsi dan perekonomiannya mulai pulih. Lutfi memetakan, beberapa negara di antaranya adalah Cina, Jepang sampai Amerika.
“Konsumsi RRT menuju normal, US menuju normal, Jepang karena vaksin sudah tersedia akan mulai normal di April-Mei 2021, kemudian yang jadi masalah adalah India, Thailand dan mungkin Filipina. Kalau vaksin tersedia, negara tujuan ekspor kita ini juga akan kembali jadi normal,” kata dia.
Meski neraca dagang RI pada 2020 surplus $21,7 miliar, namun kondisi tersebut berpotensi membuat perekonomian RI di 2020 memburuk. Pasalnya impor bahan baku produksi yang menyokong industri di dalam negeri turun, hal tersebut bisa memicu deindustrilisasi yang berdampak pada mundurnya perekonomian RI.
Lutfi bilang pada 2021 ini, kondisi terebut harus segera diperbaiki. Salah satu target utamanya adalah memperbaiki defisit neraca dagang dengan Cina.
“Cina ini adalah negara tujuan ekspor kita, jadi kita mengekspor lebih dari $29 miliar, tapi impor kita ke Cina $39 miliar. Jadi kita defisit $9,4 miliar ini adalah defisit terbesar yang kita alami daripada seluruh negara. Pada saat yang bersamaan AS, kita ekspor di 2020 itu adalah $18 miliar dan impor kita $7,5 miliar dengan surplus dan ini membuat AS menjadi negara salah satu yang besar untuk surpus ekspornya. Jadi ini adalah dua negara itu yang akan kita lakukan perbaikan,” jelas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz