Menuju konten utama

Menangkap Penjarah dan Membebaskan Tudingan ke Korban Gempa Palu

"Kami tidak menjarah, tapi hanya berupaya bertahan hidup sebab sangat membutuhkan makanan dan air minum"

Menangkap Penjarah dan Membebaskan Tudingan ke Korban Gempa Palu
Tim Basarnas dibantu warga mengangkat jenazah saat evakuasi pascagempa di Kompleks Perumahan Nasional Kelurahan Bala Roa, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10/2018). ANTARA FOTO/Darwin Fatir/pras/18.

tirto.id - Pasokan kebutuhan pokok para pengungsi tsunami, gempa, dan likuifaksi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) tak merata. Dampaknya sebagian dari mereka menjarah pertokoan dan meminta logistik dari mobil-mobil yang melintas. Sudah dua hari berlalu beredar berbagai foto dan video terkait aksi kriminal yang dilakukan sekelompok warga. Mereka mengambil barang-barang di luar kebutuhan pokok. Beberapa di antaranya seperti televisi di toko elektronik, toko handphone, hingga ban motor.

Sejauh ini belum bisa dikonfirmasi, kelompok penjarah tersebut pengungsi korban bencana alam Sulteng atau bukan.

Dalam siaran pers yang diterima Tirto, Selasa (2/10/2018), Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan ada 45 orang yang ditangkap kepolisian. Mereka ditetapkan sebagai tersangka pencurian dengan pemberatan. Ancaman hukuman maksimalnya ialah kurungan penjara tujuh tahun.

Puluhan orang itu dicokok sekitar pukul 08.22 WIT di lima lokasi. Rinciannya 28 orang ditangkap di Mal Tatura, tujuh orang di ATM Center di daerah Jalan Pue Bongo, satu orang di kantor PT Adira Finance, tujuh orang di butik-butik sekitar Anjungan Nusantara, dua orang di dekat Palu Grand Mall karena mencuri BBM. Seluruh lokasi itu berada di Kota Palu.

Barang bukti yang disita polisi yakni sound system, LCD, printer, salon speker, amplifier, mesin ATM BNI, linggis, obeng, sepeda motor, AC, kunci T, kunci inggris, palu, selang, botol, kompresor AC, dispenser, microphone, satu karung sandal, satu karung sepatu, satu dus pakaian dan celana.

Para pelaku dalam penanganan Tim Penegakan Hukum (Gakkum) gabungan Direktorat Reserse Kriminal Polda dan Satuan Reserse Kriminal Polres Palu. Mereka dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang Pencurian.

Menurut Wakapolri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan pelaku pencurian akan diproses sesuai hukum. “Seperti biasa, kalau orang mencuri dan ditangkap dan ada bukti, maka kita akan bawa ke pengadilan,” kata Ari Dono di Polda Metro Jaya, hari ini.

Dugaan sementara Ari Dono, para tersangka tersebut merupakan warga sekitar lokasi bencana, bukan dari luar Palu. Sebab siapapun yang berasal dari luar Palu, tidak bisa masuk karena semua akses jalanan dan transportasi lumpuh.

“Kalau mengambil makanan dan pakaian, kami memang masih toleran. Mereka perlu makan dan pakaian tidak ada. Tapi kalau yang diambil laptop atau uang, kami lakukan penindakan hukum,” terangnya.

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri itu menceritakan, pencurian mulai marak sejak tiga hari usai bencana di Sulteng. Menurutnya di hari-hari sebelumnya banyak toko tampak tutup dan sepi.

Untuk memulihkan lokasi terdampak bencana, Polri akan menambah 2000 personel untuk diterjunkan ke Sulteng dalam waktu dekat. Pagi tadi, 500 personel dari Brimob Kelapa Dua Depok dan Banten sudah diberangkatkan, disertai dengan tambahan truk dan 70 sepeda motor dari Korps Lalu Lintas Polri.

Mencari Jalur Alternatif

Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) paling mutakhir, bantuan lewat darat dikawal Polri melalui Pasangkayu, Mamuju, Sulawesi Barat. Sebab sebelumnya menurut Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kendaraan pemasok logistik dicegat oleh warga. Warga tersebut meminta logistik dibagikan untuk mereka.

"Di daerah Mamuju itu, mereka yang menuju ke Palu pasti melewati situ, bantuannya terbatas sehingga kendaraan logistik disetop. Diambil barang-barangnya. Oleh karena itu harus dikawal Polri. Dikawal aparat. Ini ada menjadi prioritas untuk logistik dikawal oleh pihak keamanan," kata Sutopo, kemarin.

Sedangkan TNI dan Polri mengawal iringan truk BBM menuju Palu dan Donggala. Sejauh ini ada 3.169 pasukan TNI dan 2.033 personel Polri.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan, pagi tadi telah memerintahkan 500 personel militer ke daerah terdampak bencana di Sulteng. Para personel itu dari tiga batalion divisi lintas udara.

“Pasukan yang kedua ini dalam rangka memberikan keamanan, akan menjaga SPBU, ATM, pertokoan, pasar, bandara dan pelabuhan,” ujar Tjahjanto pagi tadi.

Pengiriman pasukan susulan ini karena viralnya video dugaan pencurian. Ia menjamin keamanan para pelaku usaha untuk menggerakkan perekonomian di Palu dan Donggala.

TNI juga mengawal pengiriman logistik dari Parigi. “Penjagaan distribusi untuk jalan darat kami kawal dari pintu utara dan selatan. Sehingga pendistribusian ini bisa sampai ke korban dengan aman,” tuturnya.

Untuk memaksimalkan pemerataan pembagian logistik, Kepala Polrestabes Makassar Kombes Polisi Irwan Anwar menyatakan logistik juga dikirim melalui jalur udara. Langkah tersebut diambil usai rentetan peristiwa pengadangan. Selain itu jalur darat yang buruk memperlambat penyaluran.

“Biar dikawal kepolisian, tetap rawan pengiriman bantuan lewat darat. Jadi bantuan dari Makassar untuk Sulsel dikirim lewat jalur udara dan laut. Di Makassar akan ada kapal dan pesawat yang ke Kota Palu mengirimkan bantuan,” kata Irwan seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa (2/10/2018).

Jangan Sebut Korban Penjarah

Warga Palu, Sulawesi Tengah, yang memilih menetap tak sudi disebut sebagai penjarah. Seperti yang diungkap Darmen, warga kampung Nelayan di Sulteng, Senin, yang selamat dari gempa dan tsunami. Ia mengaku, hingga tiga hari pascagempa belum makan nasi bahkan tidak memiliki pakaian ganti.

"Beruntung, puteri saya satu-satunya selamat meski kami tidak lagi memiliki rumah dan harta benda," ujar Darmen seperti dikutip dari Antara, Senin, 1 September 2018.

Isteri Darmen pun selamat sebab saat musibah terjadi berada di rumah keluarga di wilayah pantai Timur. Darmen mengaku, hingga saat ini belum mandi dan ganti pakaian, sedangkan makanan yang dimakan adalah roti dan minuman ringan yang diambil bersama warga lainnya di salah satu supermarket.

"Kami tidak menjarah, tapi hanya berupaya bertahan hidup sebab sangat membutuhkan makanan dan air minum," ujarnya yang ikut mengantre bensin di SPBU agar secepatnya keluar dari Kota Palu. Sementara itu, Misna warga yang bermukim di Kelurahan Tondo, mengaku tidak memiliki rumah dan harta benda.

Saat musibah terjadi, saya hanya mengenakan selembar handuk sebab akan mandi.

"Saya hanya memikirkan keselamatan ibu mertua yang berusia 70 tahun, makanya tidak sempat mengenakan pakaian agar secepatnya menyelamatkan beliau," ujarnya.

Ia mengaku, air laut saat itu begitu cepat menghantam rumah mereka dan seperti mukjizat mereka lari satu langkah lebih cepat dari sapuan air laut. Ibu berusia 55 tahun ini mengaku hanya memiliki satu orang putera yang sedang berada di Toli-toli saat musibah itu.

Kini ia dan suaminya, menumpang di rumah orang di kawasan perumahan BTN Polda, Mamboro Jalan Soekarno-Hatta.

Misna dibantu warga mendapatkan bantuan pakaian dalam dan pakaian seadanya. Ia bahkan mengaku, baru mendapat tambahan bantuan pakaian dari warga lainnya yang mencari pakaian di kawasan pertokoan yang sudah porak poranda.

"Tapi mereka tidak menjarah, hanya membantu kami yang sudah tidak memiliki apa-apa," ujarnya.

Ia berharap, bantuan juga menyisir kawasan pemukiman sebab banyak pengungsi yang menumpang di halaman rumah warga, seperti di daerah Mamboro yang berada di ketinggian. Mereka membangun tenda darurat seadanya sebab takut tidur didalam rumah, khawatir gempa susulan.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dieqy Hasbi Widhana