tirto.id - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengklaim angka pengangguran terbuka di Indonesia menunjukkan tren penurunan.
Menurut Hanif, penurunan itu bisa dilihat dari data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) setiap Agustus. Pada Agustus 2015, angka pengangguran tercatat sebesar 6,18 persen.
Lalu pada Agustus 2016 dan Agustus 2017, berturut-turut angkanya tercatat sebesar 5,61 persen dan 5,5 persen. Dalam laporan terbaru BPS yang dirilis pada Senin (5/11/2018) lalu, angka pengangguran pada Agustus 2018 tercatat sebesar 5,34 persen.
“Memang capaian belum sepenuhnya seperti yang diharapkan. Namun trennya terus menurun. Pada tahun-tahun sebelum ini selalu tinggi,” kata Hanif di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta pada Kamis (8/11/2018).
Lebih lanjut, Hanif tak menampik apabila angka pengangguran di desa malah meningkat tipis. Pada Agustus 2018, BPS menyebutkan bahwa jumlah pengangguran di desa secara year-on-year naik dari 4,01 persen menjadi 4,04 persen. Adapun data tersebut berbanding terbalik dengan jumlah pengangguran di kota yang malah tercatat menurun dari 6,79 persen menjadi 6,45 persen.
Hanif mengatakan kenaikan tipis itu sebagai imbas dari banyaknya pekerja di sektor pertanian yang bekerja secara informal di desa. Sebagai pekerja di sektor pertanian, Hanif mengungkapkan bahwa mereka jadi bergantung pada musim tanam dan musim panen agar bisa bekerja.
Dengan demikian, masih menurut Hanif, kondisi pun jadi tidak akan sama apabila kedua musim itu belum tiba. Salah satunya saat Agustus ketika proses pendataan BPS dilakukan.
“Sehingga meski terjadi kenaikan angka pengangguran di pedesaan, namun situasinya tidak permanen. Intervensi dari dana desa juga membantu dalam hal ini,” ucap Hanif.
Masih dalam kesempatan yang sama, Hanif membenarkan apabila lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih memberikan kontribusi terbesar bagi angka pengangguran di Indonesia. Untuk itu, Hanif pun menekankan bahwa terobosan yang bisa dilakukan semestinya mencakup pada tiga hal, yakni kualitas, kuantitas, dan persebaran.
“Namun memang profil tenaga kerja di Indonesia secara keseluruhan itu masih menantang. Dari sebanyak 131 juta angkatan kerja, sekitar 58 persennya itu lulusan SD-SMP,” ungkap Hanif.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yantina Debora