tirto.id - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai haram hukumnya bagi umat Muslim untuk menggunakan atribut di luar agama Islam dinilai merupakan bentuk toleransi umat beragama tanpa meleburkan diri dengan keyakinan agama lain.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Jumat (16/12/2016). "Jadi semangatnya adalah toleransi itu tidak harus ditunjukkan dengan cara masing-masing pihak meleburkan diri," katanya, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Prinsip dari fatwa tersebut, lanjut Lukman, adalah toleransi, saling menghargai dan menghormati keyakinan serta kepercayaan agama lain. "Semangat itulah menurut saya harus kita tangkap," katanya
Ia mengatakan, fatwa tersebut agar dipatuhi umat Islam tanpa harus mengurangi rasa hormat pada lingkungan sekitar dan rasa menghargai keyakinan agama lain. "Tidak harus masing-masing dari kita menggunakan atribut keagamaan yang bukan dari keyakinan kita," jelas Lukman.
Terkait Hari Natal yang segera jatuh pada 25 Desember, Lukman berharap umat Islam dan saudara sebangsa untuk menghargai dan menghormati perayaan itu, sebab tidak sedikit warga Indonesia yang memeluk agama Kristiani.
Sebelumnya pada hari Rabu, MUI telah mengeluarkan fatwa haram penggunaan atribut non-Muslim seiring dengan fenomena adanya umat Islam yang menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan di luar Islam di saat peringatan hari besar agama di luar Islam.
"Menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin di Jakarta. Dia mengatakan ajakan dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan di luar Islam juga tergolong haram.
Dalam menyikapi hal tersebut Hasanuddin berharap umat Islam tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan beragama tanpa menodai ajaran agama serta tidak mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
Umat Islam, kata dia, agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
Ia juga meminta pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya dan tidak memaksakan kehendak kepada jajarannya untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim.
Menurut dia, saat ini terdapat fenomena di mana untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam, ada sebagian pemilik usaha seperti hotel, supermarket, department store, restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan, yang mengharuskan karyawan Muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari di luar agama Islam.
Hasanuddin mengatakan pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syariat agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.
"Pemerintah wajib mencegah, mengawasi dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan yang sifatnya memaksa dan menekan pegawai Muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim," kata dia.
Bagi umat Islam, dia meminta agar memilih jenis usaha yang baik dan halal serta tidak memproduksi, memberikan dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-Muslim.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara