tirto.id - Arsenio Sakha Dipantara masih berusia empat bulan ketika ibunya, Windarti, pertama kali membelikannya buku cerita. Saat buku itu dibacakan Windarti, Arsen tak menggubris dan cuek saja. Ia tak menunjukkan ekspresi apa-apa dan sibuk dengan hal lain. Melihat bukunya saja, tidak.
Windarti tak menyerah. Ia terus membacakan buku untuk Arsen setiap ada kesempatan. Saat usianya memasuki enam bulan, Arsen mulai memperhatikan dan melihat buku yang dibacakan ibunya. Semakin lama, Arsen mulai ketagihan. Ketika ibunya tidak sedang membacakan cerita, Arsen akan memegang dan membolak-balik bukunya.
Buku-buku milik Arsen adalah buku cerita bergambar. Ada yang berbahasa Indonesia, ada juga yang berbahasa Inggris. Setiap dibacakan atau sedang membolak-balik sendiri bukunya, Arsen selalu antusias ketika melihat gambar binatang. Beberapa buku Arsen bahkan mengeluarkan suara jika dipencet.
Saat mendengarkan cerita, suara binatang, dan melihat gambar sekaligus, ekspresi Arsen macam-macam, kalau dia menyukai binatang yang ada dalam cerita, ia akan ketawa dan menggerakkan badannya, pertanda senang dan kegirangan. Tetapi kalau melihat cacing, ia nyengir saja, dan menunjukkan raut muka geli.
Saat ini, usia Arsen sudah 14 bulan. Ketertarikannya akan buku semakin besar. Pilihan buku yang dibelikan Windarti pun kian banyak.
Windarti tak tahu persis, apakah upayanya mengenalkan buku sejak bayi pada Arsen akan memberi pengaruh pada minat bacanya atau tidak. Dia hanya mencoba saja.
“Aku enggak begitu suka baca, yang suka baca itu papanya, tetapi aku mau Arsen tumbuh jadi anak yang suka baca. Apalagi sekarang minat baca di Indonesia makin rendah,” kata Windarti kepada Tirto.
Windarti benar, minat baca di Indonesia memang rendah. Menurut World's Most Literate Nation, Indonesia ada di peringkat 60 dari 61 negara yang diurutkan minat bacanya pada 2016. Indonesia bahkan berada di bawah Thailand dan Malaysia.
Membacakan cerita dan mengenalkan buku sejak bayi sebenarnya sudah banyak dilakukan orang tua di masa kini. Buku-buku cerita untuk bayi juga banyak dijual di toko-toko buku. Andien Aisyah, penyanyi dan bintang iklan bahkan sudah membacakan buku kepada anaknya sejak usia satu bulan. Video-video ia membacakan ceritanya sering diunggahnya lewat akun media sosial.
Tetapi, benarkah membacakan cerita dan mengenalkan buku kepada anak sejak bayi bisa membuatnya gemar membaca ketika beranjak dewasa? Bukankah ketika masih bayi, mereka tak mengerti apa-apa? Bayi-bayi itu bahkan tak tahu apa yang sedang dibaca ibunya.
Mei lalu, Departemen Pediatri, Fakultas Kedokteran, New York University (NYU) meluncurkan riset terbaru berjudul Early Reading Matters: Long-term Impacts of Shared Bookreading with Infants and Toddlers on Language and Literacy Outcomes.Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan hasil bahwa membaca buku dengan anak yang dimulai sejak bayi dapat meningkatkan kemampuan mengenal kosa kata dan kemampuan membaca hingga empat tahun kemudian, sebelum mereka memulai sekolah dasar.
Penelitian dilakukan dengan memonitor 250 pasang ibu dan anak di Amerika. Pemantauan dimulai sejak anak berusia enam bulan hingga 4,5 tahun. Para peneliti melihat seberapa baik anak-anak itu dapat memahami kata, huruf, dan membacanya.
Selain perkembangan anak, para peneliti juga melihat jumlah buku yang ada dan kuantitas membaca buku bersama antara ibu dan anak. Interaksi antara ibu dan anak selama membacakan buku juga diteliti. Jadi bukan kuantitasnya saja, kualitasnya juga diperhitungkan.
“Apa yang mereka pelajari selama sang ibu membacakan untuknya ketika mereka bayi, masih memiliki efek empat tahun kemudian, ketika mereka mulai masuk sekolah,” ujar Carolyn B. Cates, penulis dan peneliti di Departemen Pediatri, NYU. Oleh sebab itu, Cates merekomendasikan para ibu untuk rutin membacakan buku cerita, bahkan sejak anak lahir.
Sebelum riset dari NYU ini diluncurkan pada 4 Mei lalu, ada beberapa riset terdahulu tentang membaca untuk bayi. Salah satunya riset yang ditulis oleh Dominic Massaro, profesor emeritus di bidang psikologi, University of California. Dia mengatakan, walaupun kosa kata bisa dikenalkan kepada bayi dengan cara berbicara kepada mereka, mengenalkan kata dengan membaca bersama lebih efektif.
“Membaca dengan suara keras bersama anak-anak membantu mereka mengembangkan kosa kata dan susunan bahasa yang merupakan dasar untuk belajar membaca,” ujar Massaro.
Meski membaca bersama bayi dan balita sangat disarankan, memilih buku bagi balita tentu tak bisa sembarangan. Buku yang terlalu banyak teks akan membuat bayi-bayi itu cepat bosan. Mereka butuh cerita yang sederhana dan mudah diingat. Selain persoalan konten, material buku juga harus diperhatikan. Bayi berusia empat sampai enam bulan, gemar memasukkan benda apapun ke mulutnya.
Pastikan buku yang dibeli untuk bayi memiliki kualitas kertas yang baik dan aman. Sebab jika tidak, buku-buku itu justru bisa membahayakan si bayi.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti