tirto.id - “Berapa banyak wanita hamil yang harus kehilangan bayi mereka sampai pemerintah menyadari bahwa vaksinasi tidak bisa diberikan di tengah kehamilan?” Cuitan ini diunggah di Twitter dari akun bernama ‘@RachelleManios’ pada 12 Maret 2021.
Unggahannya menyertakan dua foto tangkapan layar dari akun Facebook bernama ‘MP Voll’, diunggah 22 Februari 2021, isinya menunjukkan seorang wanita mengumumkan telah divaksinasi saat hamil dan tidak mengalami efek samping apa pun. Tapi, pada tangkapan layar selanjutnya, tampak wanita ini telah kehilangan bayinya dalam usia kehamilan 23 minggu. Ia melahirkan bayi pada 2 Maret, tak lama setelah vaksinasi. Akun ‘MP Voll’ menaruh akun yang diduga suaminya, ‘Jake Voll’ pada unggahan tersebut.
Dari kedua tangkapan layar tersebut, ‘@RachelleManios’ mengambil kesimpulan bahwa keguguran yang dialami oleh MP Voll disebabkan oleh vaksinasi. Unggahan Rachelle telah dibagikan 526 kali dan mendapat 884 likes.
Akun ‘@RachelleManios’ ini juga membuat utas dari unggahan pertama, dengan melengkapinya dengan unggahan kedua, mengutip data dari Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS), atau sistem pelaporan kejadian tidak diinginkan dari vaksin, yang menunjukkan daftar keguguran sebagai akibat dari vaksin. Cuitan ini juga dikomentari oleh akun berbahasa Indonesia bahwa wanita hamil tidak seharusnya divaksin.
Lantas, bagaimanakah fakta dari klaim-klaim ini?
Penelusuran Fakta
Tirto menelusuri akun ‘@RachelleManios’ di Twitter dan menemukan sering me-retweet cuitan-cuitan anti vaksin dan mendiskreditkan usaha pengendalian pandemi pemerintah. Akun tersebut memiliki sekitar 1,9 ribu pengikut.
Tim riset Tirto juga menelusuri akun 'MP Voll' di Facebook, tapi tidak menemukan akun yang disebutkan. Barangkali akun Facebook ini sudah dihapus atau berganti nama. Namun, secara samar, tangkapan layar dari foto yang dibagikan Rachelle menunjukkan tulisan 'Mary'. Bisa jadi, MP Voll merupakan singkatan dari Mary Voll. Pencarian pun dilanjutkan dengan kata kunci 'Mary Voll'.
Pencarian dengan kata kunci 'Mary Voll' di Google mengarahkan kami pada situs klinik anak, Altamonte Pediatric Associates, di mana 'Mary Pat Voll' merupakan salah satu suster yang bertugas. Mary berasal dari Orlando; ia menamatkan master Thomas Jefferson University di Philadelphia, negara bagian Pennsylvania.
Untuk memastikan Mary Pat Voll merupakan orang yang sama dengan foto di unggahan Rachelle, tim riset memastikan dengan menggunakan fitur pencarian foto Google Reverse Image. Penelusuran ini mengarahkan kami pada 'Mary Pat Voll' di Altamonte. Selain itu, foto Mary dalam unggahan Rachelle dan situs Altamonte juga mirip. Tim Tirto menyimpulkan keduanya merupakan orang yang sama.
Kami melanjutkan pencarian di Facebook dengan kata kunci 'MP Voll Baby' dan menemukan banyak foto yang juga dibagikan Rachelle. Namun, ada satu unggahan yang dibagikan secara publik oleh akun bernama ‘Jake Voll’. Dalam unggahannya, Jake menyatakan kekesalannya karena seorang kawan menyandingkan foto Mary setelah menerima vaksinasi dengan foto ketika bayinya tiada. Padahal, Mary sendiri hanya mengunggah foto di lingkaran pertemanan saja. Jake juga menuturkan kematian bayinya disebabkan oleh komplikasi, bukan vaksinasi seperti yang diklaim oleh akun Twitter tersebut.
Keamanan Vaksin Bagi Ibu Hamil
Dalam laman Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dari Amerika Serikat, vaksinasi tetap ditawarkan pada wanita hamil dan menyusui. Menurut CDC, secara umum, wanita hamil memang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit parah akibat COVID-19, selain risiko melahirkan secara prematur karena virus tersebut.
Masih dari CDC, data mengenai keamanan vaksin COVID-19 bagi ibu hamil memang masih terbatas karena belum banyak diteliti dampaknya. Namun, menurut Dr. Benjamin Neuman dari Texas A&M University-Texarkana, dalam wawancaranya dengan Agence France-Presse (AFP), menyatakan: “Tidak ada kaitan antara vaksinasi dan aspek apa pun terkait reproduksi.”
Kemudian, terkait data VAERS yang disebut sebagai daftar keguguran karena vaksinasi terhadap ibu hamil, VAERS menyebutkan dalam website mereka bahwa laporan-laporan saja tidak bisa digunakan untuk menentukan apakah vaksinasi telah menyebabkan atau berkontribusi terhadap penyakit atau kejadian tertentu.
Dalam konteks Indonesia, menurut dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG(K)-Obginsos lewat Antara, secara teoretis kehamilan tidak mengubah efikasi suatu vaksin, tapi hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Studi keamanan vaksin Sinovac di Indonesia dan Turki tidak melibatkan ibu hamil, sehingga data yang tersedia mengenai dampaknya pada ibu hamil masih terbatas.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) hingga saat ini belum merekomendasikan vaksinasi untuk ibu hamil karena penelitian yang ada belum melibatkan ibu hamil, sedangkan ibu menyusui diperbolehkan vaksinasi sepanjang tidak ada kontraindikasi, seperti dilansir oleh Antara.
Meski demikian, dr. Ari menegaskan tidak menutup kemungkinan terdapat perubahan rekomendasi di kemudian hari, karena perkembangan yang dinamis dari COVID-19 dan ditemukan bukti-bukti ilmiah baru.
Hal senada disampaikan Kementerian Kesehatan dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi. Hal ini dikarenakan uji klinis atau riset mengenai efektivitas dan keamanan vaksin COVID-19 pada ibu hamil dan ibu menyusui masih sangat terbatas, bukan karena vaksin ini berbahaya bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui.
Patut dicatat International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), atau organisasi ginekolog dan obstetri internasional, telah menyatakan tidak ada risiko dari vaksinasi untuk wanita hamil, baik secara aktual maupun teoritis. FIGO mendukung vaksinasi COVID-19 terhadap wanita hamil dan menyusui.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta ini, unggahan foto dari akun Twitter @RachelleManios bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading). Anak dari pasangan Voll tidak meninggal karena vaksinasi dan hingga saat ini belum ada bukti konklusif yang menunjukkan vaksin COVID-19 menyebabkan keguguran.
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id. Apabila terdapat sanggahan ataupun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Farida Susanty