tirto.id - Menjelang peringatan Hari Buruh 1 Mei, atau lebih dikenal dengan May Day, beredar sejumlah meme yang diproduksi kepolisian. Isinya: ajakan agar para buruh merayakan peringatan tersebut dengan kegiatan di luar demonstrasi di jalanan.
Gambar tersebut diketahui berasal dari akun Instagram @kapolrestatangerangofficial, milik Kepolisian Resort Kota Tangerang. Salah satunya berisi saran agar para buruh mengisi hari libur nasional 1 Mei 2018 dengan memancing, bukan demonstrasi.
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Kapolresta Tangerang, AKBP Sabilul Afif membenarkan bahwa meme tersebut produksi instansinya yang sengaja disebar melalui akun resmi mereka di Instagram bernama @kapolrestatangerangofficial. Hal itu sebagai langkah persuasi agar buruh tidak melakukan demonstrasi.
Namun, Afif berdalih gambar-gambar tersebut bukan murni ide kepolisian, melainkan juga atas usul elemen-elemen buruh. “Mereka yang mengadakan bersama. Kami support saja,” kata Afif pada Tirto, Minggu (22/4/2018).
Saat ditanya serikat buruh mana yang terlibat dalam pembuatan meme tersebut, Afif enggan menjawabnya. Hingga artikel ini ditulis, pesan yang dikirimkan redaksi Tirto tidak dibalas, bahkan telepon pun tidak diangkat.
Upaya Menggembosi Gerakan Buruh?
Menanggapi meme tersebut, Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menilai, tindakan kepolisian itu merupakan salah kaprah memahami Hari Buruh sekaligus usaha menggembosi gerakan buruh pada 1 Mei nanti.
Menurut pria yang akrab siapa Boing, kepolisian seharunya memahami Hari Buruh sebagai bentuk perjuangan kaum buruh dan rakyat untuk menyikapi persoalan-persoalan ekonomi dan sosial dengan tuntutan-tuntutannya, seperti penghapusan kerja kontrak dan pengurangan jam kerja kepada pemerintah. Bukan malah digembosi dan disalahartikan sebagai keributan yang harus dihalangi.
"Harusnya polisi sadar bahwa banyak yang bisa dia nikmati hari ini karena perjuangan kaum buruh itu sendiri," kata Boing kepada Tirto.
Pernyataan Afif bahwa elemen buruh terlibat dalam pembuatan meme tersebut merupakan tuduhan serius. Ia berkata, pihaknya dan gerakan buruh progresif lainnya tidak mungkin terlibat dalam hal itu.
Kalaupun ada serikat buruh yang terlibat, kata Boing, merupakan serikat-serikat yang secara sengaja dibentuk pemerintah untuk melemahkan gerakan buruh sebagai sebuah bentuk ketakutan terhadap gerakan-gerakan saat ini.
"Jadi upaya-upaya untuk memoderasi adalah upaya memecah-belah yang mereka lakukan secara masif dan mereka pasti menggelontorkan banyak uang untuk itu. Ini adalah cermin negara anti terhadap gerakan buruh," kata Boing.
Pada peringatan May Day tahun ini, kata Boing, pihaknya telah mempersiapkan aksi bernama Gerakan Buruh Untuk Rakyat. Aksi tersebut, menurutnya, tidak sekadar menuntut hal-hal yang menjadi pakem tuntutan Hari Buruh selama ini, seperti upah, penghapusan outsourcing dan pengurangan jam kerja, melainkan juga isu-isu ketahanan pangan, demokrasi dan jaminan sosial bagi rakyat dan buruh.
"Kami akan mengutarakan problem demokrasi saat ini dan menguatnya watak-watak militeristik pada pemerintah. Pencabutan lembaga teritorial secara sepihak harus tetap dikumandangkan," kata Boing.
Selain itu, KPBI akan menuntut penguatan indusrri dalam negeri agar tidak tergantung pada investasi asing dalam menciptakan lapangan pekerjaan. “Kami baru saja selesai menyelenggarakan konferensi gerakan rakyat yang difasilitasi KPBI, KASBI, KSN, Seda, dan SGBN. Lima unsur serikat ini sudah bersepakat menyatukan diri,” lanjut Boing.
Hal senada diungkapkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Menurut dia, penyebaran meme ajakan merayakan Hari Buruh sebagai hari libur belaka merupakan tindakan yang kebablasan dari kepolisian.
Alasannya, kata Iqbal, karena sesuai dengan UU Polri, tugas kepolisian adalah mengamankan jalannya demonstrasi dan menjaga ketertiban. Bukan bertindak aktif dalam menggembosi gerakan tersebut, bahkan sejak sebelum dimulai.
"Juga di UU unjuk rasa Nomor 9 tahun 1998 [UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum] itu, kan, tugas kepolisian adalah mengamankan dan mengatur ketertiban. Tidak perlu sampai proaktif sosialisasi semacam itu,” kata Iqbal kepada Tirto.
Lagi pula, kata Iqbal, Hari Buruh bukanlah semata hari libur nasional, tapi menjadi hari perjuangan buruh untuk menyuarakan tuntutan atas kesejahteraannya kepada pemerintah. Bahkan, menurut dia, di negara yang pemerintahnya disokong buruh, pemimpin negara ikut terlibat dalam aksi May Day.
“Jadi saya minta teman-teman pengusaha dan pemerintah enggak usah khawatir. May Day, kan, sudah diakui oleh negara dengan ditetapkannya sebagai hari libur,” kata pria yang juga pengurus pusat ILO Indonesia ini.
Iqbal membantah elemen buruh yang turut serta dalam pembuatan meme tersebut adalah KSPI. "Saya pastikan tidak ada dari kami (KSPI)” kara Iqbal.
Rencananya, pada 1 Mei nanti KSPI akan menggelar demonstrasi serempak di 25 provinsi di Indonesia dengan estimasi massa sebanyak 600 ribu orang. Sementara di Jabodetabek akan tersentral di Istana Negara dengan terlebih dulu melakukan long march dari Patung Kuda sejak pukul 09.30 sampai pukul 01.00 siang. Kemudian akan dilanjutkan dengan acara peringatan Hari Buruh di Istora Senayan sampai Pukul 18.00.
"Untuk di Istana 100 ribu-150 ribu anggota KSPI siap bergabung," kata Iqbal.
Iqbal menyatakan, KSPI akan menyampaikan tuntutan yang terhimpun dalam Tritura Plus. Pertama, turunkan harga beras dan BBM. Kedua, tolak upah murah dan cabut PP Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Ketiga, tolak tenaga kerja asing serabutan atau unskillworker asal Cina. Keempat, hapus outsourcing. Kelima, pilih presiden Indonesia yang pro-buruh.
“Pada May Day di Istora, kami akan mendeklarasikan presiden yang pro-buruh. Namanya akan kami sebut di deklarasi,” kata Iqbal.
Sementara Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan, Abdul Hamim Jauzie menyatakan, tindakan persuasi kepolisian melalui meme tidak bertentangan dengan UU Kebebasan Berekspresi ataupun UU Demonstrasi. Karena, menurutnya tidak ada unsur penggembosan secara fisik dan bersifat represif.
"Hanya saja secara moral, itu tidak patut dilakukan oleh institusi kepolisian. Diliburkannya 1 Mei, itu sebagai penghargaan negara kepada buruh," kata Hamim kepada Tirto.
Hamim khawatir, tindakan-tindakan persuasi semacam itu justru bisa membuka peluang ke arah tindakan yang lebih lanjut, seperti represi bila dibiarkan. Sebaiknya, kata dia, kepolisian menjaga saja berlangsungnya demonstrasi buruh sesuai dengan tupoksi mereka. Hal ini agar para buruh memiliki waktu untuk melakukan demonstrasi tanpa harus direpotkan berurusan dengan birokrasi di perusahaan dan izin kepolisian.
"Jadi seyogyanya institusi kepolisian mendukung apa yang menjadi tujuan diliburkannya 1 Mei itu. Kepolisian sepantasnya mendukung buruh untuk melakukan aksi," kata Hamim.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz