tirto.id - Sebagai sosialisasi menjelang Pilpres 2019, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) meluncurkan arsip naskah sumber sejarah berjudul Demokrasi Pemilu 1955. Ini adalah pemilu pertama pasca-kemerdekaan RI dan dianggap demokratis serta berjalan lancar. Namun, ada beberapa gangguan di Jawa Barat yang disebabkan ulah orang-orang Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Dipaparkan dalam naskah arsip tersebut, tahun 1955 menjadi titik awal bagi bangsa Indonesia untuk melaksanakan pemilihan umum secara nasional. Namun, bukan pemilihan presiden dan wakil Presiden, melainkan untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Tercatat, sebanyak 43.104.464 pemilih dari total 77.987.879 penduduk berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini.
Ada dua tahap pemilihan dalam Pemilu 1955. Tahap pertama diadakan pada 29 September untuk memilih anggota DPR. Sementara, tahap kedua dilangsungkan tanggal 15 Desember untuk menentukan anggota Konstituante. Dua tahap ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953.
Pemilu 1955 menelan biaya besar untuk ukuran waktu itu, yakni Rp.479.891.729,00. Dana dari Kementerian Dalam Negeri dan disalurkan melalui Bank Indonesia ini digunakan untuk membiayai honor panitia, sosialisasi pemilu, pencetakan surat suara, pembuatan TPS, serta distribusi surat suara ke seluruh Indonesia. Sayangnya, belum diketahui biaya pemilu yang dikeluarkan oleh para kontestan kala itu.
Peserta Pemilu 1955 tidak hanya berasal dari partai politik saja, melainkan juga dari berbagai macam organisasi massa, perorangan, bahkan calon tidak berpartai. Sebanyak 36 partai politik, 34 organisasi massa, dan 48 calon perorangan akan dipilih untuk mengisi 260 kursi di DPR.
Terungkap dari sumber yang sama, adapun pemilihan untuk mengisi 520 kursi Konstituante diikuti oleh tidak kurang dari 39 partai politik, 23 organisasi massa, dan 29 calon perorangan.
Sempat Mendapat Gangguan
Buku naskah sumber arsip Demokrasi Pemilu 1955 juga memperlihatkan harmonisasi yang terekam dalam suasana pemilihan umum pertama waktu itu. Selain menggunakan hak pilihnya, masyarakat juga berperan sebagai kader partai politik atau organisasi massa.
Warga bergotong-royong memasang alat peraga kampanye dan membangun TPS tanpa melihat aliran politik, ras, suku, atau agama. Semuanya turut menyukseskan jalannya Pemilu 1955. Secara umum, Pemilu 1955 berjalan kondusif. Selama dua hari, masyarakat menyalurkan hak pilihnya dengan antusias dan tertib.
Kendati demikian, masih ada gangguan keamanan yang datang dari kelompok DI/TII di Jawa Barat. Gerakan yang dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo ini merusak TPS, membakar rumah, bahkan terlibat kontak senjata dengan aparat keamanan. Akibatnya, partisipasi pemilih di Jawa Barat dalam pemilihan anggota DPR hanya sebesar 70 persen.
Di bagian penutup naskah sumber arsip, dijabarkan pula hasil hasil Pemilu 1955. Data perolehan suara DPR dan Konstituante dikumpulkan melalui arsip gambar dan dokumen. Partai Nasional Indonesia (PNI) tampil sebagai pemenang, diikuti berturut-turut oleh Masyumi, Partai Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), di jajaran 5 besar.
Kendati dinilai demokratis, Pemilu 1955 belum mencapai tujuan yang disasar, yakni memperbaiki keadaan politik Indonesia. Arsip Demokrasi Pemilu 1955 menyebutkan, hasil Pemilu 1955 menimbulkan banyak masalah. Pada prakteknya, anggota DPR dan Konstituante terpilih tidak mampu menjalankan fungsi pemerintahan yang dikehendaki rakyat.
Editor: Iswara N Raditya