tirto.id - Pada 2013, sineas Lina Esco membuat film berjudul Free The Nipple. Linamenjadikan film itu sebagai bagian dari gerakan sosial untuk mendobrak tabu memperlihatkan puting.
Setahun kemudian, pada 2014, gerakan itu meluas di media sosial setelah Scout Willis, putri Demi Moore dan Bruce Willis, turut bergabung. Ia bergabung dengan gerakan itu karena Instagram menghapus akunnya hanya perkara ia mengunggah fotonya bertelanjang dada.
Pada tahun yang sama, akun penyanyi RnB Rihanna juga dihapus Instagram karena dianggap melanggar Community Guidelines—Pedoman Bermasyarakat yang ada di media sosial berbasis gambar itu. Miley Cyrus dan Chelsea Handler adalah selebriti lain yang pernah bernasib serupa.
Lina, Scout, Rihanna, Miley, dan Chelsea memang nama-nama besar yang relatif sering bicara tentang kesetaraan gender. Mereka aktif menolak standar ganda pada perempuan, termasuk pelarangan terhadap perempuan untuk menampilkan putingnya.
Menurut mereka, pelarangan tersebut adalah buah objektifikasi tubuh perempuan dari budaya patriarki. Lebih-lebih, bagi mereka, tak masuk akal untuk melarang puting perempuan tampil, sementara pria bebas memamerkannya. Sebab, secara alamiah, puting perempuan lebih berjasa bagi umat manusia karena menghasilkan susu bagi bayi mereka.
“Tahukah kalian kalau seorang anak di Amerika menonton lebih dari 200 ribu tindak kekerasan dan 16 ribu pembunuhan di TV sebelum mereka 18 dan tapi tidak satu puting (perempuan) pun?” tulis Lina Esco di The Guardian. “Kenapa Anda bisa jual senjata di Instagram, tapi mereka (Instagram) akan menghapus akunmu karena mengunggah bagian tubuh wanita paling natural?”
Scout menganggap protesnya bukan ajakan kepada seluruh perempuan untuk ramai-ramai bertelanjang dada, melainkan menyebarkan isu body positivity, bahwa perempuan, dan siapa pun, berhak atas tubuhnya sendiri tanpa distigmasasi oleh siapa pun.
“Tak seorang pun perempuan harus merasa malu pada tubuhnya sendiri,” tulis Scout di xoJane.com, dilansir dari People.com.
Protes ini sempat populer dengan tagar #FreeTheNipple di Instagram. Pedoman Bermasyarakat Instagram akhirnya memperbolehkan foto perempuan menyusui dan lukisan perempuan telanjang diunggah di Instagram. Tapi pihak Instagram masih berhak merazia foto-foto puting perempuan yang dianggap tak layak dipamerkan.
Sampai akhirnya, sebuah gerakan baru menentang ketidakadilan pada puting perempuan muncul. Kali ini lebih tegas.
Evelyn Wyss, Morgan-Lee Wagner, dan Marcus Russo dari New York menggunakan Instagram sendiri untuk mengajari media sosial tentang kesetaraan gender. Mereka membuat akun @genderless_nipples, yang diisi dengan gambar-gambar puting yang diambil dari dekat. Tujuannya untuk menentang aturan dalam Pedoman Bermasyarakat Instagram yang melarang puting perempuan tampil di gambar, tapi tak melarang puting pria.
Kepada Tirto, Evelyn Wyss, ketua penggagas gerakan ini, menegaskan kalau sebenarnya tak ada yang berbeda antara puting perempuan dan pria. Jika pada perempuan bisa mengundang gairah, maka puting pria juga sama. Atau jika puting pria tak bikin bergairah, maka wanita juga begitu.
“Kita harus berpikir ulang, mengurai benang kusut di kepala kita. Bukan putingmu yang seksual, tapi caramu berpikir tentangnya yang seksual,” kata Evelyn.
Dan sebagai media sosial, menurut Evelyn, Instagram tak seharusnya menerapkan aturan standar ganda yang sangat seksis. Aturan tak adil seperti itu dianggap memperpanjang umur objektifikasi atas tubuh perempuan.
Misalnya, anggapan bahwa perempuan yang memakai rok mini akan mengundang niat jahat pemerkosa. Sebuah anggapan keliru yang banyak diadopsi masyarakat patriarkis.
Maka, melalui Instagram pula, Evelyn dan rekan-rekannya menggalang donasi foto puting di akun @genderless_nipples untuk menantang Instagram membedakan puting pria dan wanita. Akun itu kini punya 72,5 ribu lebih pengikut dengan total 83 foto diunggah yang lebih dari 50 persennya adalah foto puting. Karena sulit membedakan, Instagram membiarkan foto-foto itu tetap ada.
Pernah, sekali Instagram menghapus salah satu foto puting tersebut. Namun, yang dihapus bukanlah puting perempuan. Alter-akun Evelyn itu langsung memberikan respon: “Instagram, Anda bahkan tidak bisa membedakan antara puting laki-laki dan perempuan; Siapa yang bisa? Jadi mengapa repot-repot melarang puting perempuan kalau kenyataannya mereka bisa begitu mirip?”
Sementara Instagram masih bersikeras pada Pedoman Bermasyarakatnya dengan alasan-alasan diplomatis. “Kita perlu lebih berpikir bahwa masyarakat kita tercipta dari orang-orang dari umur, latar belakang, dan keyakinan yang berbeda. Ini adalah area yang kompleks dan tak selalu mudah untuk memuaskan semua orang, tapi kami mencoba yang terbaik sebisa kami, dan mendengarkan masyarakat,” kata salah seorang juru bicara Instagram, dikutip dari The Guardian.
Menanggapi itu, Evelyn bilang kalau harusnya kita membiarkan perempuan dan pria memiliki kemerdekaan yang sama. Tidak mengobjektifikasi tubuh wanita artinya lebih menghargai wanita, menciptakan kesempatan karier lebih baik pada perempuan. “Ini saatnya perubahan. Ini saatnya untuk setara. Dan benar, kita bisa memulainya dari puting. Sebab kita semua punya,” kata Evelyn.
Puting Pria juga Sempat ‘Terlarang’
Para pejuang kesetaraan ini juga terinspirasi dari perjuangan para pria Amerika sebelum 1930 yang juga dilarang menampilkan putingnya. Dalam situs Young Naturist America, salah satu organisasi pejuang Body Positivity di Amerika, diceritakan kalau puting pria juga sempat terlarang di negeri itu. Barulah pada 1936, New York City jadi daerah pertama yang melegalkan pria menampakkan putingnya di Amerika.
Sejarah pelarangan dimulai pada 1737, ketika pria diwajibkan memakai sepasang celana dalam panjang dan waistcoat (semacam rompi tapi untuk berenang) jika ingin mandi di pemandian umum. Aturan itu berlaku untuk pria berumur di atas 10 tahun.
Alasannya kurang lebih sama dengan yang terjadi pada perempuan di masa ini: dada telanjang seorang pria dianggap akan memicu gairah wanita. Sehingga menampilkan puting akhirnya dianggap tabu. Bahkan American Association of Park Superintendents mengeluarkan regulasi yang mengatur “semua yang di bawah ketiak tak boleh diperlihatkan”.
Ini membuat alasan Evelyn dan gerakan @genderless_nipples menjadi menarik. Jika pria berhasil memperjuangkan hak mereka menampilkan puting—sebagai bukti kalau ia berhak atas tubuhnya sendiri, maka perempuan juga bisa saja begitu.
Jika pria akhirnya berhasil membuat perempaun tidak bergairah lagi ketika melihat pria-pria bertelanjang dada (atau sebenarnya perempuan-perempuan itu kuat menahan diri), maka perempuan juga bisa membuat pria tak berpikiran mesum lagi ketika melihat dada telanjang perempuan.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Zen RS