Menuju konten utama
Deputi Gubernur Senior BI:

Melemahnya Mata Uang Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Mirza menyampaikan sudah banyak pihak yang memperkirakan pelemahan nilai tukar ini, salah satu penyebabnya adalah rencana Presiden AS Donald Trump yang akan menurunkan besaran pajak di Amerika.

Melemahnya Mata Uang Tidak Hanya Terjadi di Indonesia
Teller BNI merapikan lembaran mata uang rupiah dan dolar amerika di jakarta, rabu (15/4). antara foto/puspa perwitasari.

tirto.id - Bank Indonesia mengatakan, melemahnya nilai tukar mata uang terhadap rupiah tidak hanya terjadi pada rupiah melainkan secara global. Hal itu terjadi karena reaksi pelaku pasar terhadap rencana penurunan pajak di Amerika Serikat dan sinyalemen kebijakan pengetatan moneter Bank Sentral AS Federal Reserve di akhir tahun dan 2018.

Menurut keterangan Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, per hari ini kurs rupiah melemah 0,27 persen terhadap dolar AS, atau masih lebih baik dibanding kurs rupee India yang melemah 0,4 persen, yen Jepang 0,33 persen dan dolar Singapura yang melemah 0,32 persen. Nilai tukar rupiah per hari ini hanya lebih buruk dibanding renmimbi Cina yang melemah 0,24 persen.

"Itu artinya apa? artinya terjadi (pelemahan) secara global," ujar Mirza Adityaswara usai Rakernas Kadin di Jakarta, Selasa (3/10/2017), seperti dikutip Antara.

Mirza menyampaikan sudah banyak pihak yang memperkirakan pelemahan nilai tukar ini. Penyebab pertama adalah rencana Presiden AS Donald Trump yang akan menurunkan besaran pajak di Amerika.

Apabila kebijakan itu disetujui Senat dan Kongres AS maka diyakini akan memompa pertumbuhan ekonomi AS lebih cepat, sehingga investor-investor terpancing untuk mengalihkan dananya ke AS.

"Dengan pemulihan ekonomi itu ada kemungkinan suku bunga di AS akan naik lebih cepat dan kemudian, di global itu, dolar jadi menarik kembali," ujar Mirza.

Penyebab kedua adalah pernyataan Gubernur The Fed Jannet Yellen pekan lalu yang bernada "hawkish" dan dikaitkan pelaku pasar dengan potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed pada Desember 2017 mendatang.

Sementara penyebab ketiga, kata dia, adalah spekulasi pelaku pasar tentang suksesi kepemimpinan Gubernur The Fed pada 2018. Terdapat spekulasi yang beredar di kalangan pelaku pasar bahwa salah satu kandidat pengganti Jannet Yellen adalah ahli ekonomi yang condong pada kebijakan moneter ketat, yakni Kevin Warsh.

"Itu selalu jadi topik di pasar keuangan," ujar dia.

Mirza mengatakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa pagi, bergerak melemah sebesar 30 poin menjadi Rp13.570 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.540 per dolar Amerika Serikat (AS).

Kurs Refrensi Jakarta Interbank Spot Dolar AS BI pada Selasa pagi ini juga dibuka melemah di Rp13.582 per dolar AS. Selasa siang, di pasar spor rupiah berada di Rp13.540 per dolar AS.

Sementara itu, Analis dari Monex Investindo Futures, Putu Agus mengatakan bahwa tingginya probabilitas kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate) kembali mendorong menguatnya dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.

"Outlook kenaikan suku bunga AS itu membuat peralihan minat investor ke aset mata uang berkategori safe haven, seperti dolar AS," kata Putu Agus.

Baca juga artikel terkait MATA UANG

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto