tirto.id - Wakil Sekretaris Jendral Partai Demokrat Andi Arief memandang pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Demokrat Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai hal wajar.
Andi malah melihat, sikap Megawati-SBY yang cair dalam pemakaman alm. Ani Yudhoyono menandakan ada perubahan baik dalam politik Indonesia.
"Sekarang kan 2019 sudah set up semua di-set up baru sehingga oposisi dengan yang berkuasa bisa menjadi satu. Yang dulunya mungkin saja berkuasa bisa menjadi oposisi. Sekarang sedang di-set up ulang. Menurut saya sudah kehendak sejarah pertemuan kembali untuk merajut kembali hubungan baru dalam politik," kata Andi Arief di Cikeas, Jawa Barat, Senin (3/6/2019).
Andi tidak memungkiri, PDIP dan Demokrat berbeda haluan sejak 2004 hingga 2014. PDIP sebagai oposisi sering mengkritik pemerintah yang dikomando oleh SBY dan Partai Demokrat. Aroma itu pun masih terasa hingga 2019. Namun, situasi tersebut mulai berubah. Hal ini, bagi Andi, adalah sinyal tidak ada dendam politik dan itu bagus bagi Indonesia di masa depan.
"Ini yang saya sebut politik, ini tidak ada yang personal. Jadi memang kehendak sejarah, Dia [SBY] memang orang yang keras, tapi memiliki prinsip dan ternyata ada tanda-tanda baik. Ada setitik sinar di Kalibata yang bagus buat bangsa, buat semua," kata Andi.
Ia berharap, sikap menyejukkan bisa dilakukan para tokoh senior dan bisa disampaikan kepada generasi berikutnya. Selain itu tokoh senior juga diharapkan bisa memberikan nilai positif kepada tokoh muda di masa tuanya.
"Kita harap para elit politik ini mempertontonkan hal baik buat generasi pengganti,karena Pak SBY, Bu Mega, Pak Habibi, tokoh-tokoh tua di partai lain bisa dikatakan dalam usia sun set, dalam artian karena usia, sehingga dalam politik mereka pelan-pelan berkurang. Ini contoh bagi generasi muda," kata Andi.
Kedatangan Megawati Soekarnoputri dalam pemakaman alm. Ani Yudhoyono mendapat sorotan. Megawati sebelumnya disebut terlibat "perang dingin" dengan SBY sejak 2004.
Perang dingin disebut berawal ketika SBY diisukan maju sebagai calon presiden pada tahun 2004. Padahal, Megawati kala itu ingin maju untuk periode kedua. Namun, SBY akhirnya mundur sebagai menteri Kabinet Mega dan maju dalam Pilpres 2004.
Purnawirawan TNI ini pun berhasil memenangkan Pemilu 2004 bersama Jusuf Kalla. Ia pun mengalahkan Megawati yang berduet dengan alm. Hasyim Muzadi ketika itu.
Sejak saat itu, PDIP menjadi oposisi pemerintah. Kritik keras sering dilontarkan PDIP kepada pemerintahan SBY. PDIP, yang maju bersama Partai Gerindra pun gagal merebut kursi presiden di tahun 2009. Pasangan Megawati-Prabowo masih belum bisa mengalahkan pasangan SBY-Boediono. Seteru tersebut pun terus berlanjut hingga Pilpres 2019.
Sejak 2004 hingga saat ini, sejumlah upaya dilakukan SBY untuk rekonsiliasi dengan Megawati. Beberapa kali pertemuan kenegaraan maupun diskusi kenegaraan seringkali tidak mampu mempertemukan antara Mega dan SBY.
Namun, pada saat pemakaman alm. Ani Yudhoyono, Minggu (2/6/2019), Megawati hadir didampingi anaknya Puan Maharani serta Seskab Pramono Anung.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irwan Syambudi