Menuju konten utama

Mayoritas Perusahaan di Jepang Tak Akan Naikkan Upah di 2017

Jajak pendapat Reuters baru-baru ini menyimpulkan mayoritas perusahaan di Jepang tidak akan menaikkan gaji pokok pekerjanya selama 2017. 

Mayoritas Perusahaan di Jepang Tak Akan Naikkan Upah di 2017
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe (depan c) memimpin menteri kabinetnya saat mereka bersiap untuk sesi foto di kediaman resmi Abe di Tokyo pada 24 desember 2014. Reuters /Thomas Peter.

tirto.id - Hasil jajak pendapat Reuters, yang terbit pada Senin (23/1/2017), menyimpulkan mayoritas perusahaan di jepang enggan menaikkan upah karyawannya pada tahun 2017. Sebanyak hampir dua pertiga perusahaan memiliki rencana demikian.

Kesimpulan ini, seperti dikutip Antara, berkebalikan dengan kampanye, yang sedang digencarkan oleh Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe agar perusahaan-perusahaan di negaranya menaikkan upah pekerja sehingga bisa mengakhiri deflasi dalam dua dekade belakangan.

Jajak pendapat bulanan tersebut menyasar 531 perusahaan besar dan menengah di Jepang. Tapi, hanya 240 perusahaan yang memberikan jawaban. Sekitar 63 persen perusahaan responden jajak pendapat itu menyatakan tidak berencana menaikkan gaji pokok karyawannya pada 2017.

Survei pada (4-17/1/2017) tersebut, juga menemukan data bahwa kenaikan upah yang terjadi selama empat tahun pemerintahan Abe hanya bergerak di level minimal. Sebanyak seperempat perusahaan di Jepang malah tidak menaikkan upah sama sekali selama periode itu.

Terdapat 23 persen perusahaan peserta jajak pendapat ini yang mengaku tidak menaikkan upah sejak 2012 lalu. Sementara 51 persen lainnya menyatakan telah menaikkan upah sebesar 0,5-1,5 persen. Hanya 26 persen yang menaikkan upah sebesar 2 persen atau lebih.

Padahal, dalam empat tahun itu, tepat sebelum pekerja dan manajemen memulai shunto (perundingan tahunan untuk mengatur nilai upah) di setiap perusahaan, Abe selalu mendesakkan isu kenaikan upah agar dapat meningkatkan daya beli rumah tangga dan merangsang pertumbuhan konsumsi swasta.

Akan tetapi, perusahaan-perusahaan di Jepang umumnya menolak permintaan Abe tersebut. Sebabnya, sekalipun terjadi pelemahan yen baru-baru ini, banyak perusahaan di Jepang telah mengalami kerugian besar sejak tahun lalu. Perusahaan-perusahaan di Jepang hingga kini juga masih ketar-ketir dengan ketidakpastian yang sedang menghantui perekonomian dunia karena sentimen kekhawatiran terhadap ancaman hambatan perdagangan dari kebijakan Presiden Amerika Serikat yang baru, Donald Trump.

"Keuntungan perusahaan bisa meningkat tahun ini mengingat yen yang melemah, tetapi hal ini dapat berubah tergantung apa yang dikatakan atau dilakukan Trump," kata Hidenobu Tokuda, ekonom senior dari Mizuho Research Institute.

Dia memperkirakan mayoritas perusahaan di Jepang lebih memilih untuk memberikan bonus kepada karyawannya ketika sudah jelas menerima keuntungan dan malas mejanjikan kenaikan gaji pokok di situasi serba tak pasti.

"Tanpa kenaikan gaji pokok, pertumbuhan upah tidak mungkin untuk melakukan percepatan. Di sisi lain, harga bisa naik karena harga minyak kembali mengalami kenaikan, yang akan mengekang (disesuaikan dengan inflasi) upah riil dan menurunkan daya beli rumah tangga," kata Tokuda.

Di Jepang, kenaikan upah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Kenaikan gaji pokok tidak pernah lagi diberikan oleh banyak perusahaan selama lebih dari satu dekade sejak awal 2000-an. Kondisi ini berlangsung sampai Abe berkuasa pada akhir 2012 lalu dengan membawa janji menghidupkan kembali ekonomi yang terseok-seok.

Sementara itu, harga yang diukur dengan inflasi konsumen inti, tidak termasuk makanan segar, telah meningkat sekitar 3,5 persen selama empat tahun terakhir. Kenaikkan upah yang ada sejauh ini belum cukup untuk mengimbangi beban biaya hidup yang tinggi di Jepang. Apalagi, upah riil turun 0,9 persen pada 2015, atau melanjutkan penurunan selama 4 tahun berturut-turut sehingga terus menggerus konsumsi swasta.

"Kami tidak mampu untuk menaikkan gaji pokok, tapi kami tidak punya pilihan selain mengikuti kebijakan yang diberikan pemerintah," tulis seorang manajer perusahaan peralatan transportasi di Jepang.

Baca juga artikel terkait UPAH MURAH atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom