tirto.id - Libur panjang lebaran segera tiba; para perantau akan menjalankan tradisi mudik tahunan. Perjalanan menempuh ratusan kilometer rela dilakoni demi sampai ke kampung halaman. Kondisi yang dilalui saat mudik harus dihadapi oleh pemudik dengan kondisi fisik prima, supaya bisa menikmati libur lebaran yang nyaman dan aman.
Ada beberapa kondisi kegawatdaruratan medis yang sering terjadi saat musim libur tiba. Keadaan tersebut bisa jadi dipicu oleh kondisi pemudik yang kurang sehat, volume tinggi kendaraan, cuaca ekstrem, serta kebiasaan atau aktivitas tertentu yang dilakukan saat liburan.
Risiko Trauma dan Mabuk
Kepala Unit Emergency RS Pondok Indah dr. Felix Samuel menyebut ‘trauma’ sebagai salah satu kejadian yang jamak ia tangani di musim-musim libur seperti saat ini. “Ada trauma muskuloskeletal, luka lecet, luka robek, luka bakar, sampai dengan patah tulang. Semua punya penanganan yang berbeda,” kata Felix.
Luka lecet, robek, atau bakar, penanganan utamanya dengan membersihkan luka menggunakan air mengalir. Tujuannya untuk menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan jaringan dan menurunkan suhu luka. Pada kasus bengkak dan terkilir, disarankan beristirahat dan mengompres daerah trauma dengan es batu untuk mengurangi peradangan dan nyeri.
Selain trauma, kasus kegawatdaruratan lain yang sering dialami saat melakukan perjalanan mudik adalah mabuk perjalanan. Gejala gangguan ini meliputi pusing, mual, muntah, lemas, dan hilangnya nafsu makan. Mabuk perjalanan terjadi akibat adanya gangguan pada pusat keseimbangan di otak dan perifer di mata, telinga, otot, serta sendi.
“Otak kaos karena tidak bisa merespons impuls dari yang ditangkap mata, didengar telinga, dan dirasakan otot/sendi,” lanjut Felix.
Saat melakukan perjalanan, otot/sendi tidak merespons pergerakan, tetapi telinga menerima sinyal berupa suara kendaraan yang diartikan sedang melakukan pergerakan. Sementara itu, di saat bersamaan, mata terlalu fokus pada satu titik, misalnya bermain gawai atau melihat jalan.
Namun, jangan khawatir, mabuk perjalanan darat umumnya dapat diatasi, yakni dengan mengalihkan perhatian. Contohnya adalah mendengarkan musik, melihat pemandangan, atau mengobrol.
Felix juga tak menyarankan Anda mengonsumsi makanan yang terlalu merangsang seperti makanan pedas dan berminyak. Jika cara-cara tersebut tidak berhasil, obat jenis doxylamine, dimenhydrinate, dan diphenhydramine dapat digunakan mencegah gejala mabuk perjalanan.
Hati-Hati Masalah Pencernaan dan Penyakit Lain
Kasus kesehatan selanjutnya yang perlu diwaspadai saat perjalanan mudik adalah masalah pencernaan, seperti diare dan muntah, serta demam. Penanganan pertama kondisi ini adalah memastikan asupan makanan dan cairan tetap terjaga.
“Yang lain-lain ada gangguan ISPA, ISK, alergi, asma, nyeri (kepala, telinga, perut), gigitan/sengatan hewan, penyakit kronis, tenggelam, tidak sadar,” papar Felix.
Agar perjalanan menuju kampung halaman aman dan liburan nyaman, dokter Felix memberikan beberapa tips persiapan sebelum liburan. Pertama, lakukan vaksinasi, terutama jika daerah tujuan merupakan tempat yang terdapat penyakit endemis. Kedua, periksa/check up medis untuk mengetahui kondisi terakhir sebelum bepergian.
Ketiga, bawa obat-obatan pribadi, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat atau faktor risiko penyakit tertentu. Kelompok ini memiliki sensitivitas lebih tinggi terhadap kondisi perubahan lingkungan. Kelelahan dan perubahan suhu ekstrem dapat memicu kekambuhan penyakit. Keempat, atur asupan makan dan cairan minimal 2 liter per hari. Terakhir, pilih jenis transportasi yang sesuai dengan kondisi tubuh.
Tips Berpergian dengan Kelompok Rentan
Selain tips umum yang dipaparkan dokter Felix, ada beberapa persiapan tambahan yang perlu dilakukan ketika berpergian dengan kelompok rentan seperti ibu hamil, balita, dan lansia. Perlu perlakuan khusus pada ketiga kelompok ini saat melakukan perjalanan panjang.
Ibu hamil, misalnya, perlu berkonsultasi dengan dokter soal perkembangan janin dan kondisi ibu sebelum melakukan perjalanan. Riwayat pendarahan atau kontraksi dini pada ibu hamil bisa menjadi faktor risiko membahayakan ibu dan janin saat perjalanan mudik.
“Trimester kedua paling aman memulai perjalanan jauh karena biasanya ibu hamil sudah melewati masa-masa mual dan muntah (morning sickness),” papar Muhammad Fadli, dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari RSPI.
Tips mudik bersama lansia diberikan oleh dokter spesialis penyakit dalam konsultan geriatri RSPI, Purwita Wijaya Laksmi. Lantaran daya tahan tubuh lansia tak sekuat orang dewasa muda, persiapan dan perjalanan mudik bagi mereka tidak boleh dilakukan secara terburu-buru. Susunlah rencana waktu dan tempat transit, makan, dan beristirahat secara cermat.
“Mudik bersama lansia bisa jadi perjalanan menyenangkan asal kita tahu kiatnya. Kitalah yang harus ikut ritme mereka,” ungkap dokter Purwita.
Sebelum melakukan perjalanan, perlu untuk konsultasi terlebih dulu dengan dokter. Setelahnya siapkan obat-obatan rutin yang harus dikonsumsi selama perjalanan, alat bantu, dan alat kesehatan penunjang lainnya. Perhatikan dosis, frekuensi, serta cara penyimpanan obat yang baik dan benar, untuk berjaga, bawalah dosis obat lebih banyak untuk mengantisipasi kemungkinan berlibur lebih lama.
Jangan lupa mencatat lokasi fasilitas kesehatan di rute perjalanan yang dilewati. Duduk selama perjalanan jauh bisa meningkatkan risiko timbulnya gumpalan dalam pembuluh darah balik yang bisa berakibat fatal.
Selama perjalanan mudik, baik ibu hamil maupun lansia sama-sama harus melakukan peregangan secara berkala supaya sirkulasi darah tetap lancar dan sendi tidak kaku. Pertimbangkan membawa perawat lansia jika dirasa perlu tenaga tambahan.
Tips perjalanan terakhir adalah untuk bayi dan balita. Sama dengan kelompok sebelumnya, pilihlah moda transportasi yang memiliki waktu tempuh singkat demi kenyamanan mereka. Jika memungkinkan, pilih transportasi yang bisa mengakomodasi peralatan penunjang anak seperti stroller.
Agar anak tak mudah rewel, orangtua juga harus tenang dan tidak cepat panik ketika terjadi sesuatu di luar perkiraan, misalnya terjebak macet. Selama perjalanan, bawalah makanan pendamping ASI (MPASI) yang mudah diolah.
“Jangan lupa untuk menjaga kebersihan makanan dan lokasi istirahat karena imun anak belum sempurna sehingga mudah terkena infeksi, ” ujar Cut Nurul Hafifah, dokter spesialis anak dari RSPI.
Editor: Maulida Sri Handayani