tirto.id - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus berupaya untuk memperbaiki kinerja Jiwasraya yang kini sedang terlilit masalah likuiditas dan utang triliunan rupiah. Setiap pekan, manajemen Jiwasraya diminta untuk melaporkan setiap perkembangan dari perusahaan ke Kementerian BUMN.
"Memang sangat intens kemajuannya setiap minggu kita minta. Karena pengen kasih investor makanya harus intens. Untuk buat Jiwasraya semakin baik di mata investor," kata staf khusus Kementerian BUMN Bidang Komunikasi Arya Sinulingga di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (27/12019)
Strategi tersebut dinilai efektif untuk memantau kinerja perseroan dengan lebih spesifik dan rinci. Pasalnya usai dipantai secara berkala, rencanannya Kementerian BUMN akan melego Jiwasraya pada investor.
“Baik kondisi keuangan. Kita kan ingin memasukkan investor sehingga kita melihat ini harus mengundang investor dari luar. Karena untuk membuat Jiwasraya ini semakin membaik di mata investor. Memang begitu kebijakannya, jadi sesuatu yang kita anggap luar biasa maka akan intens,” kata dia.
Ia mengatakan, selama proses pelaporan kinerja pihak Jiwasraya diminta sudah memilih strategi apa saja yang akan dipertahankan dan mengupayakan memperbaiki kinerja yang selama ini memperburuk kondisi Jiwasraya.
“Investornya Jiwasaya tunggu saja, karena kita ingin buat Jiwasraya bagus," terang dia.
Sebagai informasi sebelumnya sejak lama Jiwasraya dibelit masalah. Sejak setahun lalu, mereka rugi besar. Periode sembilan bulan pertama 2019, kerugian setelah pajak yang dicatatkan Jiwasraya menyentuh angka Rp13,74 triliun. Sementara itu, hingga tutup buku 2018, rugi setelah pajak yang dibukukan Jiwasraya mencapai Rp15,89 triliun.
Keuntungan sempat direguk perseroan ini periode 2009-2017. Pada tahun 2017, Jiwasraya hanya mampu mengantongi duit Rp430 miliar setelah audit.
Sebelum melaporkan nilai keuntungan itu, Jiwasraya sempat mengklaim mencatat laba bersih sebesar Rp2,4 triliun. Angka ini lebih tinggi dari laba 2016 yang sebesar Rp2,14 triliun.
Namun, angka-angka keuntungan itu ternyata tidak benar-benar ada. Saat Asmawi menjabat sebagai Direktur Utama Jiwasraya medio 2018, PriceWaterHouseCoopers (PWC) melakukan audit ulang. Hasilnya, laba perseroan anjlok menjadi hanya Rp328,44 miliar untuk kinerja keuangan Jiwasraya periode 2017.
Likuiditas Jiwasraya per 2017 pun mulai terganggu lantaran berkurang 8,9 persen menjadi 147,5 persen dibanding 2016 yang mencapai 156,29 persen. Perseroan juga mengalami penurunan rasio perimbangan hasil investasi dengan pendapatan premi neto dari yang sebelumnya sebesar 17,57 persen menjadi hanya 15,65 persen.
Nilai aset yang dimiliki perseroan juga terus tergerus. Jiwasraya mengklaim, aset yang dimiliki pada 2017 mencapai Rp45,69 triliun. Angka ini kemudian terus menyusut, karena berdasarkan laporan keuangan perseroan unaudited, aset yang dimiliki tergerus hingga Rp36,23 triliun. Per 30 September 2019, aset Jiwasraya kembali susut dan menyisakan Rp25,68 triliun.
Angka itu tidak sebanding dengan kewajiban yang harus dilunasi oleh perusahaan. Catatan liabilitas perseroan membengkak hingga Rp49,6 triliun per September 2019. Posisi ini naik Rp2,57 triliun dibanding akhir 2018 yang senilai Rp47,03 triliun.
Angka liabilitas Jiwasraya terus bertambah dibanding 2017 yang sebesar Rp40,11 triliun.
Alhasil, ekuitas perseroan turun dan berada dalam tren negatif sejak 2018. Berdasarkan salinan catatan evaluasi kinerja Jiwasraya yang disampaikan kepada Komisi XI DPR, ekuitas perseroan berada di angka minus Rp23,92 triliun pada September 2019.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti