tirto.id - Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin mengungkapkan cerita di balik aksi 212 yang digelar pada 2 Desember 2016 silam di DKI Jakarta. Menurut Ma'ruf, aksi itu awalnya hendak berpusat di sepanjang Jalan MH Thamrin, tapi akhirnya pindah ke kawasan Monumen Nasional.
Menurut Ma'ruf, sebelum aksi 212 digelar ada perbedaan pendapat antara pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dia mengatakan Rizieq saat itu ingin aksi 212 berpusat di Thamrin, sementara Tito meminta demonstrasi dipusatkan di Masjid Istiqlal.
"Karena itu, saya sarankan di Monas karena tengah-tengah. Rizieq bilang [Monas] pintunya sedikit. Bagaimana Pak Tito, pintunya ditambah? [Tito] Setuju. Kemudian [Monas] enggak ada WC-nya, Pak Tito bilang siap menyediakan," kata Ma'ruf di kediamannya, Jakarta, pada Senin (12/11/2018).
Ma'ruf juga mengaku sempat meminta agar massa aksi 212 menggelar demonstrasi dengan posisi duduk. Sarannya itu kemudian didengar dan massa pun mendengarkan orasi di aksi 212 dalam posisi duduk.
Kemudian, Ma'ruf juga mengklaim sempat menanyakan apa saja isi kegiatan dalam aksi 212 sebelum demonstrasi itu digelar. Setelah mendapat info bahwa aksi hanya berisi kegiatan salat jumat berjamaah dan orasi, maka dia tidak mempermasalahkan pelaksanaan demonstrasi tersebut.
"Saya juga sarankan Pak Jokowi bagusnya datang [di aksi 212]. [Sebenarnya] Waktu [aksi] 411 [Demonstrasi pada 4 November 2016] maunya datang [Jokowi], tapi protokolnya melarang," kata Ma'ruf.
Pada 2 Desember 2016, aksi yang diikuti massa dalam jumlah besar berlangsung di ibu kota. Aksi itu digelar untuk merespons kasus penodaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta saat itu, yakni Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Kasus ini buntut dari pernyataan Ahok terkait Surat Al-Maidah ayat 51. Dalam perkara ini, Ahok divonis hukuman 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pada Mei 2017.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom