tirto.id - Pujian Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyoni (SBY) ke Presiden Joko Widodo soal tindakannya yang cepat tanggap dalam menangani bencana gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah mendapat respons beragam.
“Pak SBY memperlihatkan kalau dirinya fair. Harusnya tokoh politik lainnya mencontoh beliau,” Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago kepada Tirto, Senin (1/10/2018).
Irma mengatakan, pihaknya mengapresiasi sikap politik SBY yang objektif menilai sikap pemerintah Presiden Jokowi. Ia pun mengatakan, partainya juga siap mengapresiasi segala kebijakan SBY yang bermanfaat untuk Indonesia sebagai timbal balik.
Akan tetapi, respons Irma berbeda dengan Sekjen Partai Hanura, Heri Lontung Siregar. Ia menilai pujian itu mengindikasikan SBY sebenarnya menaruh harapan pada Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinan di periode kedua.
“Soal sikap partai, tentu ada pertimbangan ya dari SBY. Namun, itu jelas kalau dia mendukung Jokowi. Jelaslah. Enggak usah dibenturkan lagi sama sikap partainya,” kata Heri kepada Tirto.
Peneliti The Political Literacy Adi Prayitno punya pandangan senada. Menurutnya, SBY sedang memainkan politik mendayung di antara dua karang di Pemilu 2019. Secara partai mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tapi tetap membuka ruang dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf Amin.
Hal itu, menurut Adi, bisa terlihat pula dari kebijakan SBY membiarkan kader-kader partainya di daerah untuk melabuhkan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf, seperti Ketua DPD Demokrat Papua, Lukas Enembe dan Majelis Pertimbangan Demokrat Jabar, Deddy Mizwar.
"Jadi bukan hanya main di dua kaki. Sepertinya SBY memang membiarkan kadernya mendukung Jokowi atau Prabowo dengan dikemas alasan demokratis," kata Adi kepada Tirto.
Menurut Adi, pilihan itu menjadi yang paling realistis diambil SBY dalam menghadapi Pemilu 2019. Sebab, dengan begitu, SBY berpeluang meningkatkan suara partainya dan melakukan penyelamatan terhadap partainya dari ditinggal kadernya.
“Kemarin kan kita tahu bahwa Ketua DPD Demokrat Sulut sudah pindah ke Nasdem. Itu berbahaya, karena bisa menjalar ke kader-kader lainnya. Jadi harus ditanggulangi sejak dini," kata Adi.
Selanjutnya, kata Adi, permainan politik SBY ini juga dimaksudkan untuk memberi jalan regenerasi kepemimpinan di tubuh Demokrat dari dirinya kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) maupun Edhy Baskoro Yudhoyono (Ibas).
"Jalan itu ditempuh agar putra mahkota bisa punya ruang politik nanti ketika Pemilu 2024," kata Adi.
Lagipula, kata Adi, jika SBY ingin memaksakan mendukung Prabowo-Sandiaga secara penuh di Pilpres 2019, kecil kemungkinan untuk mendapatkan timbal balik elektoral maupun posisi politik bagi partainya. Sebab, menurutnya, kegagalan AHY menjadi cawapres sudah membuktikan daya tawar Demokrat sudah tidak sebesar pemilu-pemilu sebelumnya.
"Jadi fokusnya sekarang kalau menurut saya, Demokrat itu di pileg. Pilpres hanya sunnah. Kalau di pileg menang, maka dia punya daya tawar untuk menyeimbangkan parlemen, meskipun Prbaowo kalah," kata Adi.
Demokrat Pastikan All Out Dukung Prabowo-Sandiaga
Wakil Ketua Umum Demokrat, Syarifudin Hasan membantah pernyataan Heri dan Adi. Menurutnya, tak ada korelasi antara pujian SBY ke Jokowi dengan sikap politik Presiden ke-6 Indonesia itu dan Demokrat di Pemilu 2019.
"Ini murni betul-betul pengakuan yang tulus. Apalagi yang menyangkut masalah rakyat ya. Memang seharusnya begitu. Jadi kami minta juga jangan dikaitkan dengan hal lain," kata Syarifudin kepada Tirto.
Syarifudin pun menilai kepindahan Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Utara a.n. GS Vicky Lumentut ke Nasdem yang disebut Demokrat akibat kriminalisasi oleh Jaksa Agung HM Prasetyo, bukan menjadi faktor SBY memberikan pujian kepada Jokowi.
"Karena para kader juga tidak merasa happy dengan kepindahan itu. Ya tapi lagi-lagi itu hak individu seseorang," kata Syarifudin.
Anggota Komisi I DPR RI ini pun menyatakan, SBY sedang menyusun agenda untuk turun gelanggang mengampanyekan Prabowo-Sandiaga dan telah menginstruksikan seluruh kader Demokrat di daerah mendukung pasangan nomor urut 02 ini.
"Kami tidak memanfaatkan kepala daerah. Karena ini kan pemilihan langsung. Saya pikir pengaruh kepala daerah tidak signifikan. Ya lebih pergerakan semua kader. Dari kampung sampai pusat," kata Syarifudin.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz